:
Oleh Baheramsyah, Selasa, 30 Agustus 2016 | 15:48 WIB - Redaktur: R. Mustakim - 277
Jakarta, InfoPublik - Kementerian Kelautan dan Perikanan menemukan tiga modus baru kejahatan di bidang perikanan. Modus baru tersebut ditemukan ketika Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti melakukan inspeksi mendadak di Pelabuhan Benoa Bali pada 2 Agustus 2016 lalu.
Atas inspeksi tersebut, ditemukan sebuah kapal KM Fransiska yang terbukti beroperasi mengganti badan kapal seperti kapal dalam negeri. Menteri Susi menegaskan akan menindak tegas siapa saja yang melakukan kejahatan di bidang perikanan.
“Kalau nanti ada yang coba-coba bermain ilegal lagi, itu kan sudah kita laporkan ke Interpol. Ya kita bikin jera lagi,” kata Menteri Susi di Jakarta, Selasa (30/8).
Menteri Susi mengatakan, dari inspeksi itu pemilik kapal KM Fransiska yakni SM telah ditetapkan sebagai tersangka. Lalu, RSL sebagai Direktur Utama PT BMS dan IKR sebagai Direktur PT BMS sudah ditahan sejak 22 Agustus 2016.
“Ketiga tersangka diduga telah melanggar pasal 93 ayat (1) dengan ancaman pidana penjara paling lama enam tahun dan denda paling banyak dua miliar rupiah,” jelas dia.
Susi menerangkan, secara teknis ada tiga skema yang digunakan terkait kejahatan perikanan ini. Dia menyebutkan, yakni meminjam izin penangkapan ikan milik kapal lain, mengubah kapal seolah buatan dalam negeri atau ‘ganti baju’, dan terakhir keluar wilayah Indonesia tanpa melalui proses registrasi.
“Penyidik telah menyita kapal, dokumen kapal serta ikan hasil tangkapan sebanyak 2,5 ton yang saat ini sedang menunggu proses lelang. Selain itu, penyidik Polair pada Satgas 115 juga sedang melakukan penyelidikan terhadap adanya indikasi 27 kapal yang melakukan praktek ‘ganti baju’,” terang Susi.
Selain Benoa, Susi mengatakan ada indikasi kejahatan dengan modus yang sama di wilayah Bitung dan Muara Baru. “Kapal-kapal asing yang nakal ini persoalannya adalah mereka melakukan transhipment dengan kapal-kapal induk Taiwan. Jadi yang segar sudah dibawa di tengah laut,” tandas dia.
Adapun kejahatan perikanan lain juga terjadi di Provinsi Lampung yakni perompakan hasil perikanan nelayan. Modus kejahatan antara lain pelaku secara berkelompok memantau tangkapan ikan pada nelayan, kemudian menggunakan perahu cepat mengejar dan memepet kapal nelayan, lalu menodongkan senjata api pistol maupun laras panjang. Secara paksa, mereka mengambil semua hasil laut yang ada di kapalnya.
"Saya pikir hasil tangkapannya mereka kan besar. Kalau mereka rompak satu nelayan kan bisa dapat miliaran. Rajungan mahal harganya. Inilah trend baru," ujar Susi.
Susi pun meminta masyarakat secara aktif untuk melaporkan kejadian perompakan dan lokasi-lokasi spesifik kejadian kepada Polda Lampung atau KKP. Selain itu, Susi juga memastikan bahwa Kapolda Lampung juga telah berkoordinasi dengan jajarannya untuk antisipasi kejahatan perikanan lainnya, termasuk destructive fishing.