Program Upsus Berhasil Tingkatkan Produksi dan Kendalikan Impor

:


Oleh Baheramsyah, Sabtu, 30 Juli 2016 | 23:54 WIB - Redaktur: Gusti Andry - 786


Jakarta, InfoPublik - Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Pertanian  Suwandi mengatakan pemerintahan saat berkomitmen untuk membangun pangan yang berdaulat melalui kebijakan pangan dan pertanian yang strategis.

Berbagai fakta menunjukan hasilnya, yakni Program Upaya Khusus (Upsus) Peningkatan Produksi diikuti dengan kebijakan pengendalian impor telah berhasil meningkatkan produksi pangan dan menurunkan impor Data BPS menunjukkan Angka Tetap produksi padi 2015 naik 6,42%, jagung naik 3,18% dan kedelai naik 0,86% dibandingkan tahun 2014.  Selanjutnya sesuai data BPS, impor jagung turun 47,5 persen pada periode Januari-Mei 2016 dibandingkan Januari-Mei 2015. 

"Demikian juga sampai Mei 2016 tidak ada impor bawang merah atau turun 100 persen dibandingkan periode sama pada tahun sebelumnya," kata Suwandi di Jakarta, Sabtu (30/7).

Ia menegaskan berbagai program pertanian tidak hanya mendongkrak produksi, tetapi berdampak juga kepada kepuasan petani. Hasil survei lembaga independen, yakni Insititute for Development of Economics and Finance (INDEF) pada Maret 2016 menunjukkan program pembangunan pertanian tahun 2015 memberikan tingkat kepuasan petani 76,80 persen responden (petani) dan kepuasan tertinggi pada pendampingan sebesar 89,57 persen.

"Kinerja tersebut juga terkonfirmasi dengan data The Economist Intelligence Unit menunjukkan indeks ketahanan pangan global atau Global Food Security Index (GFSI)bahwa tahun 2016 Indonesia meningkat dari peringkat ke 74 menjadi ke 71 dari 113 negara," tegas Suwandi.

Indonesia merupakan salah satu negara yang mengalami perubahan terbesar pada indeks keseluruhan (2.7). Nilai GFSI ditentukan dari tiga aspek, yaitu ketersediaan, keterjangkauan, sertakualitas dan keamanan pangan. Aspek ketersediaan sangat erat hubungannya dengan usaha keras Kementan yang telah sukses meningkatkan produksi pangan.Aspek Ketersediaan Indonesia tahun 2016 berada pada peringkat ke 66, jauh di atas peringkat Keseluruhannya (ke 71).

"Dari berbagai sumber data tersebut memperkuat fakta keberhasilan membangun pertanian Indonesia. Bila ada pihak yang masih menyangkal dan meragukan akan hal tersebut tentunya agar lebih banyak memahami fakta dari sumber data yang kredibel.

Lebih lanjut, Suwandi mengatakan bila ingin menganalisis data Nilai Tukar Petani (NTP) agar berhati-hati dan ditelaah mendalam lagi menurut subsektor dan variasi bulanan, sehingga tidak terjebak menjadi kesimpulan tidak tepat. Bulan Maret merupakan musim panen raya padi sehingga harga turun berdampak ke nilai NTP.

"Menganalisis kemampuan daya beli dan kesejahteraan petani dari indikator NTP tidak sesederhana itu. Mengingat ada kelemahan metode NTP, maka agar ditelaah juga indikator Nilai Tukar Usaha Pertanian (NTUP)," demikian pungkas Suwand