Pasca Moratorium Batubara ke Filipina, INSA Butuh Jaminan Keamanan

:


Oleh Dian Thenniarti, Senin, 1 Agustus 2016 | 13:35 WIB - Redaktur: R. Mustakim - 211


Jakarta, InfoPublik - Ketua Umum Indonesian National Shipowners' Association (INSA) Carmelita Hartoto mengatakan, perusahaan pelayaran anggota INSA mentaati kebijakan moratorium pengiriman batubara ke Filipina sampai menunggu adanya kepastian keamanan wilayah maritim di sekitar Sulawesi, Zamboangana, dan Sulu dari Pemerintah Filipina.

Adapun alasan dilakukannya moratorium adalah kasus penculikan dan penyanderaan terhadap Anak Buah Kapal (ABK) asal Indonesia yang kembali terjadi. Insiden terakhir terjadi di perairan Sabah, Malaysia, tiga ABK Indonesia diculik oleh komplotan yang diduga dari kelompok Abu Sayyaf. Kasus penculikan di perairan Sabah terjadi saat Indonesia tengah berupaya membebaskan tujuh WNI lainnya yang diculik di Laut Sulu, barat daya Filipina.

Akan tetapi, menurut Carmelita, kebijakan tersebut akan berdampak pada semakin lesunya industri pelayaran nasional lantaran bertambahnya kapal-kapal yang tidak beroperasi (idle). Sebelum adanya pelarangan sementara kegiatan ekspor batubara ke Filipina, jumlah kapal yang idle sebanyak 30 persen.   

Carmelita mengungkapkan, potensi pengiriman batubara dari Indonesia ke Filipina sangat besar. Hal ini merupakan peluang bagi perusahaan pelayaran nasional. Namun peluang tersebut terancam hilang karena adanya kebijakan moratorium akibat aksi penculikan dan penyanderaan ABK. 

"Apabila permasalahan ini tidak segera diselesaikan, maka peluang ini akan diambil oleh negara lain seperti Rusia dan Australia," kata Carmelita, Kamis (28/7).

Carmelita menuturkan, rencana pemerintah untuk menempatkan aparat keamanan di atas kapal bukanlah solusi yang tepat untuk mengantisipasi terjadinya penculikan dan pembajakan di laut karena akan menambah beban operasional kapal. Hal ini juga tidak sesuai dengan regulasi International Maritime Organization (IMO), kecuali untuk area yang dinyatakan highrisk.

Atas dasar itu, INSA mengusulkan agar adanya peningkatan keamanan kawasan teritorial sesuai dengan kesepakatan bersama yang telah dilakukan antara pemerintah RI, Filipina dan Jepang.

Peningkatan keamanan kawasan dapat dilakukan dengan menambah armada kapal-kapal patroli, meningkatkan jam patroli kapal dan meningkatan kerja sama dengan pemerintahan lain seperti Filipina, Malaysia dan Jepang. 

Dan untuk kasus penyanderaan ABK WNI oleh kelompok Abu Sayyaf pemerintah Filipina harus ikut bertanggung jawab dalam penyelesaian dan keselamatan WNI yang disandera hingga kepulangannya ke Indonesia.

"Kami berharap solusi tersebut dapat memberikan keamanan di wilayah teritori kita dan perbatasan antar negara kawasan. Sehingga kegiatan perekonomian antar kawasan tidak terganggu," ujar Carmelita.