Tenaga Kerja Pelaku Utama Pembangunan Ekonomi Indonesia

:


Oleh H. A. Azwar, Senin, 30 Mei 2016 | 15:56 WIB - Redaktur: Gusti Andry - 1K


Jakarta, InfoPublik - Pemerintah berkomitmen meningkatkan kualitas tenaga kerja Indonesia (TKI), baik dari segi produktivitas dan kompetensi kerja, maupun dari segi kesejahteraan pekerja. Pasalnya, TKI memiliki peranan dan kontribusi besar terhadap pembangunan ekonomi Indonesia.

“Ini berarti bahwa  tenaga keja Indonesia tidak hanya berhak untuk bekerja, tetapi sesungguhnya adalah pelaku utama pembangunan perekonomian bangsa. Tidak terkecuali penduduk usia kerja yang hadir dalam kesempatan ini,” kata Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Muhammad Hanif Dhakiri dalam keterangan persnya yang diterima di Jakarta,  Senin (30/5).

Dia menjelaskan, pada 2012, perekonomian Indonesia berada di rangking 16 besar dunia berkat kontribusi adanya 55 juta pekerja terampil. Pada tahun 2030, Indonesia diprediksi akan menempati peringkat 7 besar ekonomi dunia, dengan catatan ditunjang dengan adanya 113 juta pekerja terampil. Strategi yang diambil pemerintah saat ini untuk mengejar kebutuhan pekerja terampil tersebut adalah pendidikan dan pelatihan.

“Ini berarti faktor kunci pembangunan Indonesia tergantung pada bagaimana dapat mempersiapkan sumber daya manusia Indonesia di masa depan,” jelas Menaker.

Menurut Menaker, pelatihan dan pendidikan kerja sangat penting, karena saat ini produktivitas Indonesia masih kalah dengan negara lainnya. Meskipun Indonesia merupakan negara dengan Pendapatan Domestik Bruto (PDB) terbesar di ASEAN, namun berdasarkan survey ASEAN statistic, Indonesia berada di posisi lima dalam hal PDB per kapita. Hal tersebut merupakan buah dari masih rendahnya produktivas kerja Indonesia. Kenyataan ini berasal dari kualitas pasokan tenaga kerja di Indonesia. Kebanyakan Tenaga Kerja yang tersedia di Indonesia masih berpendidikan rendah.

Diakuinya, saat ini Indonesia memang masih dihadapkan pada persoalan rendahnya tingkat pendidikan angkatan kerja. Angkatan kerja Indonesia masih didominasi oleh pendidikan menengah pertama ke bawah yang mecapai 60,74 persen dari keseluruhan angkatan kerja. Sebaliknya, angkatan kerja dengan pendidikan tinggi hanya 11,04 persen. Untuk itu, pelatihan dan pendidikan tersebut lah yang harus dilakukan secara masif, diiringi dengan sertifikasi profesi, agar angkatan kerja Indonesia tersebut dapat menigkat daya saingnya.

"Untuk angkatan kerja pendidikan SMP ke bawah, dan dari usia 20 tahun hingga 65 tahun keatas, mereka tidak bisa pergi ke sekolah lagi untuk meningkatkan kualitas mereka, tetapi satu satunya hanya melalui pelatihan kejuruan," paparnya.

Pada kesempatan tersebut, Hanif mengajak segenap elemen masyarakat untuk peduli terhadap upaya peningkatan daya saing angkatan kerja tersebut. Masyarakat dapat berpartisipasi aktif dalam upaya peningkatan tersebut, baik secara individu, kelembagaan, maupun perusahaan.

Masalah peningkatan kualitas angkatan kerja ini, bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah, tetapi perlu peran semua pemangku kepentingan dengan bekerjasama dalam memfasilitasi tenaga kerja agar dapat tetap berdaya saing secara individu maupun secara perusahaan.