:
Oleh Dian Thenniarti, Sabtu, 20 Februari 2016 | 07:16 WIB - Redaktur: R. Mustakim - 175
“Tidak benar ada peristiwa tersebut. Kami sudah melakukan pengecekan dan pengaturan ketinggian pesawat sesuai dengan ketentuan ICAO (International Civil Aviation Organization),” ujar Corporate Secretary AirNav Indonesia, Ari Suryadharma di Jakarta, Jumat (12/2).
Disampaikan Ari, sesuai ketentuan ICAO, dalam pengaturan navigasi penerbangan, ada jarak aman minimum antar pesawat baik batas vertical maupun longitudinal.
"Untuk batas ketinggian antar pesawat itu namanya Reduced Vertical Separation Minima atau RVSM, yaitu 1.000 kaki. Untuk longitudinal separation, bervariasi tergantung type pesawat, ada yang 5 NM, ada yang 10 NM. Pengaturan navigasi penerbangan oleh ATC di seluruh dunia, termasuk Indonesia mengikuti ketentuan tersebut," tegasnya.
Namun, lanjut Ari, harus dipahami, bahwa pesawat berada di ruang udara dan bukan di atas landasan. “Pesawat itu kan tidak selalu stabil terus di ketinggiannya, kalau ada cuaca buruk, bisa saja ada guncangan, karena pesawatnya di udara bukan di darat. Sehingga, berdasarkan ICAO Document 4444, ada batasan toleransi + 300 kaki. Meski demikian, disampaikan Ari, pengaturan navigasi penerbangan oleh ATC tetap menggunakan batas minimum 1.000 kaki," ujarnya.
Disampaikan Ari, pesawat Garuda dengan nomor penerbangan GA 340 dari Surabaya serta Lion Air JT 960 dari Bandung sedang berputar (holding) menunggu giliran mendarat di Bandara Ngurah Rai, Denpasar, Bali.
"Holding merupakan hal lazim terjadi, bisa disebabkan oleh cuaca buruk atau banyaknya pesawat yang ingin mendarat di sebuah bandara. Pada saat itu, sedang terjadi cuaca buruk yang mengakibatkan jarak pandang berkurang. Akibatnya, ada 22 pesawat yang holding menunggu untuk mendarat."
Bahkan, lanjut Ari, buruknya cuaca sampai mengakibatkan beberapa penerbangan yang berputar-putar ada yang di alihkan (divert) ke bandara lain, termasuk GA 340 yang memilih kembali (Return To Base) ke Surabaya.
Selain itu, beberapa penerbangan yang berangkat dari Denpasar juga mengalami keterlambatan (delay) karena tidak dapat tinggal landas (take off) akibat buruknya cuaca.
Ari menjelaskan, GA 340 dan JT 960 berputar di udara dengan jarak sekitar 1.000 kaki satu sama lain. Garuda berada di ketinggian 17 ribu kaki sedangkan Lion Air berada di ketinggian 16 ribu kaki. Garuda berputar ke arah kanan sementara Lion ke arah sebaliknya.
"Memang, jika melihat pergerakan kedua pesawat melalui Flightradar24.com yang banyak ditampilkan media, kesannya hampir terjadi tabrakan. Terlihat memang kedua pesawat seolah akan bertabrakan karena putaran berbeda yang dilakukan saat holding. Namun ketinggiannya berbeda. Jadi itu aman."
Ari mengakui, memang sempat terjadi perubahan ketinggian yang mengakibatkan jarak menjadi kurang dari 1.000 kaki dan membuat TCAS pilot menyala. Namun, penurunan tersebut masih dalam batas toleransi.
"Cuacanya memang sedang buruk, itu yang diantisipasi oleh ICAO Document 4444, sehingga ada toleransi + 300 kaki. Tapi itu sangat sebentar, hanya beberapa saat jaraknya sudah kembali 1.000 kaki. Lion akhirnya mendarat di Bali, sedangkan Garuda kembali ke Surabaya karena buruknya cuaca.”
“Data-data menunjukkan semua dalam batas aman, karena itu kami meminta spekulasi ini diakhiri. Kami sudah komunikasi dengan pihak Garuda dan Lion, tidak ada masalah sama sekali,” ujarnya.
AirNav meminta masyarakat untuk tenang, sebab industri penerbangan diatur oleh peraturan internasional yang sangat ketat. “Apalagi AirNav urusannya adalah safety. Perusahaan kami tidak didirikan untuk mencari keuntungan, tetapi menjaga keselamatan penerbangan. Jadi masyarakat jangan cemas dan kami harap spekulasi ini segera disudahi," tegasnya.