Dalam keterangan tertulisnya, Kamis (4/11/2021), Wamenlu Mahendra mengatakan bahwa pertemuan yang mendasari lahirnya deklarasi tersebut adalah “Leaders Meeting on Forrest and Land Use”.
“Dalam menyikapi pernyataan Goldsmith kita harus mawas diri, jangan lengah, dan tidak boleh terpengaruh,” kata dia.
Sebaliknya, Wamenlu Mahendra mengatakan bahwa Indonesia akan terus fokus dalam pengelolaan hutan, seperti yang disampaikan Presiden Joko Widodo dalam pidato pembukaan COP maupun dalam
leaders meeting pada 2 November 2021.
“Apalagi yang diungkapkan Presiden Jokowi tentang upaya dan pengelolaan hutan kita diapresiasi banyak negara karena memberikan hasil konkret,” tutur dia.
Lebih lanjut Wamenlu RI mengungkapkan bahwa Indonesia telah mencapai kemajuan terbesar dalam pencegahan karhutla dan deforestasi.
“Jadi ada fakta yang kontras. Kita berhasil mengelola hutan, sementara di belahan lain termasuk negara-negara maju seperti AS, Australia, dan Eropa dilanda karhutla yang terbesar selama ini,” kata Wamenlu Mahendra.
Sebelumnya, Menteri Iklim dan Lingkungan Internasional Inggris Zac Goldsmith mengatakan bahwa telah terkumpul komitmen “dari lebih dari 100 negara, yang mewakili lebih dari 85 persen hutan dunia, untuk mengakhiri deforestasi pada 2030”.
Pernyataan yang merupakan bagian dari dokumen berjudul “COP26 Forest Agreement” itu dia unggah melalui media sosial Twitter pada 2 November 2021.
Padahal, berdasarkan dokumen deklarasi para pemimpin dunia termasuk Indonesia, yang berkumpul di Glasgow untuk menghadiri KTT tersebut, sama sekali tidak disebutkan pernyataan tentang mengakhiri deforestasi.
Alih-alih menyebut tentang nol deforestasi, deklarasi tersebut menegaskan komitmen para pemimpin untuk “bekerja secara kolektif untuk menghentikan dan membalikkan hilangnya hutan dan degradasi lahan pada 2030, sambil mengupayakan pembangunan berkelanjutan dan mempromosikan transformasi pedesaan yang inklusif”.