:
Oleh Pasha Yudha Ernowo, Kamis, 16 Juni 2022 | 15:13 WIB - Redaktur: Untung S - 404
Jakarta, InfoPublik – Pelaku ekonomi kreatif (ekraf) di Mandalika, Nusa Tenggara Barat, harus dapat menggali unique selling point produknya terutama saat masuk ke dalam ekosistem ekonomi digital. Sehingga produk yang dihadirkan dapat meningkatkan minat masyarakat membeli sebuah produk dan menarik para investor.
Hal itu diungkapkan, Sandiaga Salahudin Uno, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Kepala Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf/Kabaparekraf) saat hadir dalam kegiatan “Pitching Wirausaha Digital Mandiri Ekonomi Kreatif (Widuri Ekraf) di Lombok” yang diinisiasi Kemenparekraf/Baparekraf secara hybrid.
“Dalam membeli sebuah produk ekonomi kreatif para konsumen tentu memperhatikan beberapa hal. Seperti harga, keuntungan yang ditawarkan, hingga tingkat popularitas produk. Sehingga, unique selling point memiliki peran penting dalam kehadiran suatu produk. Bentuk unique selling point yang ditawarkan bisa berupa pemberian label nama brand,” kata Menparekraf Sandiaga, seperti dalam keterangan tertulis yang diterima InfoPublik, Kamis (16/6/2022).
Pelaku ekonomi kreatif juga dituntut untuk lebih inovatif, adaptif, berani mengambil risiko, dan memiliki soft skill yang mumpuni. Apalagi dengan adanya pandemi COVID-19 mendorong digitalisasi semakin cepat.
“Pelaku usaha tentu tidak menjadi kaum rebahan, tetapi menjadi agen perubahan dengan mengambil risiko, mindset untuk bisa memulai usaha dan keluar dari zona nyaman serta pelajari segalanya dengan komprehensif. Kemudian soft skill menjadi entrepreneur penting dilakukan, terutama cara atau teknik berkomunikasi, bernegosiasi dan berpromosi sehingga kita bisa mencapai usaha yang terus berkembang,” kata Menparekraf.
Sandiaga mengatakan, kontribusi ekonomi kreatif khususnya UMKM dalam PDB (Produk Domestik Bruto) nasional sudah menembus 60 persen dan akan menuju 65 persen di 2024/2025.
"PDB UMKM sekarang sudah mencapai Rp1.154,4 triliun untuk ekonomi kreatif. Data tersebut menunjukkan tren yang positif. Walaupun mengalami penurunan saat COVID-19," jelas Sandiaga.
Ia menjelaskan, kendati demikian, masih ada tantangan yang perlu diselesaikan. Seperti masih terdapat 77,3 persen UMKM belum terdigitalisasi, 83,32 persen belum berbadan hukum, 89 persen belum memiliki merek atau brand, dan Hak Kekayaan Intelektual. Kemudian 92,4 persen masih menggunakan modal sendiri atau belum mendapat akses pembiayaan, dan 92,6 persen penghasilannya di bawah Rp1 juta perhari.
“Oleh karenanya, kita dorong ke depan agar produk UMKM kita bisa lebih kreatif, unik, memiliki dampak sosial dan ekonomi, serta memiliki potensi market yang tinggi. Dan jangan lupa digitalisasi sehingga produk-produk UMKM harus masuk ke dalam ekonomi digital dalam konsep Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia,” ujar Menparekraf.
Lanjutnya, tahun ini Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia menargetkan 17,2 juta UMKM unit usaha on boarding di e-commerce, dengan target kolaborasi kementerian/lembaga dan BUMN mencapai Rp400 triliun. Sehingga akhir 2023, 30 juta UMKM bisa masuk ke dalam ekosistem ekonomi digital.
“Bringing back tourism means bringing back economy. Jadi kalau kita bangkitkan pariwisata Insyaallah pariwisata di Mandalika NTB dengan desa-desa wisata mulai dari Sembalun sampai ke Senaru, Bilibantem dan Sukarara ini memiliki multiplier effect untuk menciptakan peluang usaha dan lapangan kerja,” kata Menparekraf.
Foto: Dok Birkom Kemenparekraf