:
Oleh MC KAB BELU, Rabu, 5 Februari 2020 | 12:07 WIB - Redaktur: Yudi Rahmat - 2K
Belu, InfoPublik - Maek bako atau Porang adalah salah satu jenis tanaman umbi-umbian yang sudah dikenal masyarakat Kabupaten Belu sejak lama. Tanaman yang tumbuh liar ini awalnya dianggap sebagai tanaman pengganggu bagi tanaman pala wija milik masyarakat sehingga harus dibasmi.
Seiring dengan perkembangan jaman dimana peradapan bangsa – bangsa di dunia mulai saling mengenal satu sama lain maka terkuaklah informasi bawa tanaman ini ternyata menjadi salah satu bahan makanan pokok bagi masyarakat Jepang, Taiwan dan Korea, karena mengandung karbohidrat yang tinggi dan juga menjadi bahan baku kosmetik disamping manfaat lainnya yang juga tidak kalah penting.
Di awal tahun Dua ribuan setelah ada pengusaha di Kabupaten Belu tertarik untuk mengantarpulaukan umbi maek bako masyarakat pun baru sadar kalau tumbuhan ini ternyata mempunyai nilai ekonomis yang tinggi sehingga merekapun mengumpulkan umbi maek bako dan membawa ke toko untuk dijual. Salah satu pengusaha di Kota Atambua yang menerima umbi kering Maek Bako adalah Toko Gaja Mada.
Tahun 2000 Produksi maek Bako/Porang di Belu masih tergolong tinggi bisa mencapai ratusan ton/tahun. Namun Produksi maek bako ini setiap tahun semakin menurun dan pada Tahun 2016 Produksi Maek Bako hanya berkisar 10 – 12 ton/tahun. Hal ini disebabkan karena masyarakat hanya mengambil umbi Maek Bako di hutan-hutan tanpa tau cara membudidayakannya.
Barulah pada tahun 2018 Produksi maek Bako kembali meningkat menjadi 20-25 ton semenjak bibit maek bako dikembangkan kembali oleh Pemerintah dan Masyarakat Kabupaten Belu. (Harian Timor Express, Selasa, 16/06-2019).
Semenjak Maek bako disebut sebagai salah satu jenis tanaman yang akan dikembangkan dalam janji kampanye dari Bupati dan Wakil Bupati Belu terpilih pada tahun 2015 silam ada masyarakat yang secara mandiri sudah mencari bibit di hutan-hutan kemudian di tanam di Halaman rumah bahkan di dalam kebun mereka sendiri. Budidaya Maek Bako ini semakin berkembang saat Pemerintah Kabupaten Belu mengelontorkan sejumlah anggaran untuk pengadaan bibit Maek Bako untuk dibagi-bagikan kepada kelompok petani yang selanjutnya ditanam pada kawasan hutan jati atau di tanam di kebun milik para petani sendiri.
Pengembangan budidaya Maek Bako kini telah dilakukan di hampir seluruh wilayah Kecamatan yang ada di Kabupaten Belu. Salah satunya di Dusun Bubur Lulik, Desa Tuku Neno, Kecamatan Tasifeto Barat. Hampir di setiap rumah penduduk di Desa ini terdapat Maek Bako. Ada yang ditanam secara mandiri ada yang mendapatkan bantuan bibit dari Pemerintah melalui kelompok tani.
“Saya sudah menanam maek bako sejak tahun 2017, sampai saat ini belum panen. Mulanya bibit Maek Bako saya cari sendiri di Hutan, yang besar saya iris, keringkan dan jual, sementara yang kecil saya tanam di pekarangan rumah dan kebun saya sendiri,” ujar Fransiskus Bouk salah seorang anggota kelompok tani Setia Kawan.
Diakuinya, setelah memperoleh informasi bahwa pemerintah Kabupaten Belu menyediakan bibit anakan maek bako maka ia dan beberapa warga masyarakat membentuk kelompok tani dan selanjutnya kepada mereka dibagikan anakan maek bako untuk di tanam di kebun mereka masing-masing.
Masih menurut Frans Bouk, kalau dulu ia dan warga mencari Maek Bako di hutan-hutan yang jauh dari rumah, butuh waktu lama dan tenaga untuk menggangkut sampai kerumah. Selain itu, kalau dulu maek bako di hutan-hutan masih banyak dan mudah didapatkan, namun sekarang sudah sulit untuk ditemukan.
“Maek bako di hutan itu milik banyak orang, siapa cepat dia dapat, dan tidak ada kesadaran untuk meninggalkan sebagian umbi untuk tumbuh kembali, sehingga semakin hari semakin berkurang dan satu saat akan hilang semua,” pungkasnya
Kelompok tani lain yang juga mengembangkan maek Bako adalah kelompok Tani Horiu Jaya. Menurut ketua kelompok Melkianus Derus Meak kelompok tani ini baru terbentuk tahun 2017, sementara ia sendiri sudah menanam maek bako secara mandiri sejak tahun 2016 setelah mendapatkan informasi tentang maek bako yang akan dibudidayakan oleh pemerintah Belu.
“Maek bako yang saya tanam dengan bibit yang saya ambil sendiri dari hutan telah saya panen pada tahun 2019, setelah ditimbang beratnya sekitar tiga ratusan kilo gram, dan saya mendapat uang Delapan Juta Rupiah lebih,” terang Derus Meak.
Menurutnya, selain bibit Maek Bako dari Pemerintah kini dia sendiri telah mencoba untuk menyemaikan benih anakan Maek Bako dari bunga jantan yang tumbuh dipermukaan tanah. “Bibit maek bako bisa dikembangkan dari biji katak yang menempel di daun, bisa juga diambil dari biji jantan yang tumbuh di permukaan tanah,” Ujar Meak sembari menunjukan tempat ia menyemaikan anakan maek bako yang dia ambil dari Biji jantan.
Masi menurut sang petani yang ulet ini, biji katak yang tumbuh melekat di daun paling banyak 4 sampai 5 biji, namun kalau dari biji jantan yang tumbuh dipermukaan tanah bisa mencapai 50 sampai 60 biji.
Ditanam di kawasan Hutan lindung Rawan Pencurian.
Dalam upaya mengembangkan Maek Bako Pemerintah Kabupaten Belu memberikan dua alternative kepada para petani. Yang pertama kelompok tani yang mempunyai lahan garapan sendiri dapat menanam di lahannya itu, namun bagi yang tidak memiliki lahan dapat menanam secara berkelompok di kawasan hutan lindung yang salah satunya adalah Hutan Jati Nenuk.
Salah satu kelompok Tani yang menanam di Kawasan Hutan Jati Nenuk adalah kelompok Tani Neon Ida di Dusun Nela, Desa Naekasa, Kecamatan Tasifeto Barat. Menurut Yoseva Djesus, salah satu anggota kelompok Tani dia dan teman-teman anggota kelompok yang lain awalnya menanam maek bako mulai dari sekitar belakang Pos Polisi nenuk sampai dekat perkampungan Nela.
Setelah beberapa saat kemudian mereka lantas memeriksa kembali anakan maek bako yang mereka tanam. Anehnya anakan Maek bako dari bibit yang sama yang mereka tanam jauh dari pemukiman hanya terlihat satu-satu namun yang ditanam dekat pemukiman ternyata tumbunnya banyak.
“Saya tidak mau menuduh orang, namun setelah saya melihat secara langsung ada orang yang membawa sepeda motor menggangkut karung yang diikat keluar dari kawasan hutan jati ini. Setelah saya perhatikan baik-baik ternyata mereka membawa anakan maek bako,” ujarnya, sembari menambahkan untuk mencegah hilangnya anakan maek bako maka dia memindahkan anakan maek bako ke lokasi yang dekat dengan tempat tinggalnya sehingga setiap hari bisa dikontrol.
Diakuinya meski sudah dipindahkan dekat rumah namun harus terus diawasi karena masih juga ada orang tertentu yang nekat ingin mencuri anakan tersebut.
“Hari minggu yang lalu saat saya mau ke gereja, saya melihat ada sepeda motor parkir di pinggir jalan, ketika saya menoleh ke kanan saya melihat ada seorang laki-laki agak tua menggali anakan maek lalu membukusnya dikarung. Saya berteriak akirnya dia lari tinggalkan karung yang berisikan anakan maek bako tersebut,” bebernya, sembari menambahkan untuk menghindari kejadian yang sama setiap hari dia harus menyempatlan diri untuk mengontrol lokasi penanaman anakan Maek Bako yang ditanam di kawasan hutan lindung tersebut.(MC Kab Belu/ Okto Mali/Rio Bele Bau).