:
Oleh lsma, Senin, 20 Mei 2019 | 08:44 WIB - Redaktur: Gusti Andry - 3K
Jakarta, InfoPublik - Tradisi pembuatan golok di daerah Cibatu, Sukabumi, Jawa Barat, telah berkembang sejak puluhan tahun lalu. Para pandai besi daerah ini terkenal mahir membuat senjata tajam, khususnya golok, membuat nama Cibatu terkenal di seantero negeri.
Di zaman yang serba modern seperti sekarang ini, para perajin golok Cibatu bertransformasi dan mengikuti perkembangan zaman. Berbendera PS Siliwangi, H Enjon Hasanudin (43) mengakui persaingan di bidang perajin logam, khususnya perajin golok saat ini semakin ketat. Para perajin logam Cibatu kini harus menangkis serbuan produk dari luar negeri.
"Terutama dari China. Mereka juga produksi sangkur dan macam-macam lagi. Jadi kita harus bisa mengimbangi, baik dari segi harga maupun kualitas," tuturnya.
Namun, Enjon memiliki rasa optimisme karena adanya peluang dan permintaan yang terus tumbuh.
Ia menceriterakan sejak zaman Jepang keluarganya telah berkecimpung di dunia perajin logam, khususnya perajin golok. Dimulai dari sang kakek, keahlian serta bisnis pandai besi keluarganya diwariskan secara turun temurun hingga ke dirinya.
"Di Desa Cibatu ini 80% mata pencahariannya adalah perajin senjata. Kalau saya sudah tiga generasi di pekerjaan ini," kata Enjon saat ditemui media di bengkelnya di Jalan Raya Cibatu, Cisaat, Sukabumi, Sabtu (18/5).
Enjon memaparkan dahulu usaha kerajinan logam ini semuanya dikerjakan secara tradisional. Tak heran jika dalam seminggu, bengkelnya dulu hanya bisa menghasilkan 10 item saja. Produksinya pun tak banyak variasi, berupa golok, sangkur dan beberapa alat pertanian.
Namun zaman berubah, para perajin logam dan senjata tajam Cibatu pun bertransformasi. Gaya produksi tradisional harus ditinggalkan. Bengkel-bengkel perajin Cibatu kini tak ragu mengadopsi peralatan produksi yang modern. Di bengkel Enjon misalnya, mengukir pola di bilah pisau kini sudah menggunakan laser.
"Produksi juga sekarang kita bisa ratusan item per minggu. Produksi juga macam-macam, ada yang massal ada yang pesanan khusus," papar Enjon.
Bersama 25 karyawannya, kini tak hanya menempa golok Cibatu yang terkenal itu. Mereka juga memproduksi secara massal sangkur, pedang upacara, beragam pisau, peralatan pertanian, hingga borgol.
Kliennya pun makin beragam. Sedangkan pemasaran meluas ke seluruh Jawa, Sumatera, Kalimantan bahkan merambah Malaysia. Mengikuti zaman, kata Enjon, pandai besi Cibatu kini juga eksis memasarkan produksinya di media sosial. "Padahal dulu kita jualan hanya door to door," kenangnya sambil tersenyum.
Enjon mengatakan, kendati produk makin beragam, kualitas perajin Cibatu tetap nomor satu. Untuk harga pun mereka bersaing, mulai dari kisaran Rp20.000-35.000-an untuk pisau dapur/sangkur hingga ratusan ribu bahkan jutaan untuk produk pesanan khusus seperti pisau komando, golok atau pedang samurai. Sebulan, kata Enjon, ia mengantongi omzet setidaknya Rp50 juta.
Semua proses transformasi itu diakuinya tak lepas dari bantuan permodalan yang diperolehnya dari BNI. Saat awal menjadi UKM binaan, Enjon mengaku memperoleh pembiayaan Rp50 juta dari BNI. Seiring perkembangan usahanya, pembiayaan yang diperolehnya meningkat menjadi Rp200 juta.
"Sudah empat tahun saya jadi mitra BNI. Sangat terbantu, terutama produksi meningkat sekitar 30% lah setelah jadi mitra. Omzet juga meningkat," tuturnya. Modal dari BNI, jelas dia, digunakan untuk berbagai keperluan produksi dan memenuhi stok barang.
Menurut Vice President bidang Bisnis BNI Kantor Cabang Sukabumi Salahuddin, untuk usaha sejenis, BNI telah membantu tiga perajin logam di daerah Cibatu. Di luar itu, kata dia, usaha kecil menengah (UKM) yang menjadi binaan BNI masih banyak lagi, tersebar di sektor produksi, ritel, pertanian hingga pariwisata.
"Ada yang pakai KUR (Kredit Usaha Rakyat), ada kredit mikro yang tanpa jaminan. Tahun lalu kita salurkan Rp79 miliar. KUR yang paling banyak masih perdagangan, tapi terus kita perluas hingga ke industri penunjang," pungkasnya.