:
Oleh MC KOTA PADANG, Senin, 20 Mei 2019 | 19:15 WIB - Redaktur: Taofiq Rauf - 1K
Padang, InfoPublik - Nasib sudah digariskan. Tak ada yang bisa menakar keadaan esok nanti. Namun, terus berusaha sesuai dengan tuntutan hidup memaksa kita berpikir keras menghadapi takdir.
Seperti yang dialami Rita (39), warga Gadut, Kecamatan Lubuk Kilangan, Kota Padang. Saban hari, janda tiga anak ini harus mengangkat martil seberat 10 kilogram demi menghidupi keluarga. Ibunya yang sudah rentapun turut menjadi tanggungannya.
Ya, perempuan yang ditinggal hidup oleh suaminya ini berprofesi sebagai pemecah batu di aliran sungai Gadut. Pekerjaan yang tak lazim untuk kaum hawa itu telah digelutinya sejak lima tahun terakhir.
"Bulan puasa tetap kerja. Waktunya saja yang diatur agar tidak terlalu lelah," kata Rita saat dijumpai di rumah orangtuanya di Perumahan Unand Blok E Gadut, Kelurahan Padang Besi, jelang berbuka puasa, Sabtu (19/5/2019).
Di bulan Ramadan, intensitas kerjanya sedikit dikurangi. Biasanya, ia berangkat ke sungai pagi hari, istirahat saat dzuhur dan kembali lagi ke sungai hingga pukul 18.00 WIB atau berebut magrib.
"Kalau Ramadan perginya setelah salat subuh. Pas matahari mulai terik, pulang dulu. Nanti sore saat agak redup, baru kembali lagi," katanya.
Rita adalah satu-satunya perempuan yang berprofesi sebagai pemecah batu di aliran sungai Gadut. Selebihnya dilakoni para lelaki. Pekerjaan ini bukan yang dikehendakinya. Namun apa hendak dikata, hanya itu satu-satunya profesi yang bisa dilakukannya.
Rita mengaku pernah bekerja sebagai juru masak di salah satu rumah makan. Namun, dia kerap datang terlambat. Tak enak hati dengan majikan, Rita memutuskan untuk mengundurkan diri.
"Kerja tempat orang lain harus tepat waktu. Sedangkan saya harus ngurus anak dan ibu dulu sebelum bekerja. Kalau memecah batu ini, tidak ada yang mengatur. Saya bisa atur sendiri," katanya.
Rita bukan janda biasa. Dia berjuang hidup tidak saja untuk anak-anaknya. Namun, juga merawat ibunya yang sudah renta dan menderita penyakit stroke. Satu dari tiga anaknya juga menderita lumpuh dan tidak bisa duduk, apalagi berjalan.
"Kata dokter infeksi jaringan otak, karena dulu panasnya terlalu tinggi," kata Rita menceritakan penyebab lumpuh anak bungsunya itu.
Faktor ekonomi lah yang menguatkan tenaga perempuan kurus berkulit sawo matang itu. Dia harus memecah bantu hingga memenuhi satu pick-up L300. Biasanya, batu-batu itu baru bisa terkumpul selama dua hari.
Satu mobil pick up, batu pecahan sungai hanya dihargai Rp85 ribu. Dengan begitu, sehari, Rita hanya mengantongi pendapatan sekitar Rp40 ribu. "Itu kalau mobil masuk lancar. Kalau macet, saya biasa ngutang dulu. Nanti pas mobil masuk, baru dibayar," ceritanya.
"Kadang pas batu terkumpul, air sungai besar. Hanyutlah batu dibawa air," sambungnya.
Bedah Rumah Untuk Rita
Rita tidak saja dirundung masalah pekerjaan, orangtua terserang stroke dan anaknya yang lumpuh. Kondisi rumah tempatnya berteduh juga memprihatinkan. Semua kuda-kuda atap rumah lapuk dan menunggu roboh.
Kondisi ini terlihat dari ruangan tamu, tengah dan belakang. Hanya ruangan pojok depan yang cukup baik. Itupun diperuntukan bagi ibunya. "Kalau di kamar, ruang tengah bocor saat hujan. Hanya tempat ibu saja yang tidak kena hujan," kata Rita.
Keluhan rumah bocor dan nyaris roboh itu sudah lama dialaminya. Namun, Rita tidak bisa berbuat apa-apa. Sebab, penghasilan sehari-harinya hanya bisa untuk keperluan makan saja, itupun rasanya kurang.
Kondisi Rita ternyata diam-diam menjadi perhatian Ketua Tim Penggerak Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (TP-PKK) Kota Padang, Harneli Bahar.
Sabtu (18/5/2019), Harnel menyempatkan diri untuk berbuka bersama di rumah Rita. Tujuannya tidak untuk berbuka semata, namun melihat secara langsung kondisi Rita dan keluarga.
"Ummi tahu buk Rita ini dari kisah wanita tangguh Pemko Padang di hari Kartini. Makanya Ummi mau lihat ke sini," kata Harneli Bahar saat melihat keadaan keluarga Rita.
Istri Wali Kota Padang begitu terenyuh melihat kondisi Rita. Menurutnya, memecah batu dengan martil yang beratnya bahkan mengiringi badan Rita. "Saya dulu pernah mencari kayu ke bukit-bukit. Tapi tidak pernah memecah batu. Ingin pula rasanya mencoba memecah batu itu gimana. Tapi ini tidak pekerjaan perempuan," tegas Harneli.
Harneli berjanji akan segera mencarikan solusi untuk Rita, sehingga, dia bisa menjaga anaknya yang disabilitas sekaligus merawat ibunya yang sakit tanpa harus meninggalkan rumah.
"Sampai dimana tenaga perempuan. Nanti kita buatkan Rita kedai di depan rumah agar tak lagi memecah batu," tegasnya.
Begitu juga soal rumah Rita yang sudah reyot dan lapuk. Harneli juga memastikan upaya untuk melakukan bedah rumah. Dengan catatan, rumah tersebut milik pribadi keluarga Rita.
"Kalau bisa secepatnya kita bedah dengan cara apapun. Seperti Baznas, Semen Padang dan bantuan-bantuan lainnya, komonitas facebook juga ada nanti. Saya yakin, dengan kebersamaan tidak ada yang sulit," sebutnya optimis.
Sebelum beranjak pulang usai berbuka, istri Wali Kota Padang ini juga meninggalkan buah tangan untuk Rita dan keluarga. Seketika itu, tangis Rita pecah. Tersedu dia menyalami dan memeluk Harneli Bahar.
"Barangkali, ini doa saya yang didengar Allah SWT, agar suatu saat tidak memecah batu lagi," isak Rita di sudut telinga Ketua TP-PKK Padang. (MC Padang/Irakoto/TR)