Indonesia Ikut Sepakati Agenda Global Menuju Resiliensi Berkelanjutan

: (tengah) Perwakilan United Cities and Local Goverment (UCLG) Helmi Abidin saat kegiatan Global Forum for Suistainable Resilience (GFSR) di JIEXPO Kemayoran, Jakarta Kamis (12/9/2024)/ dok. BNPB.


Oleh Jhon Rico, Jumat, 13 September 2024 | 19:22 WIB - Redaktur: Untung S - 433


Jakarta, InfoPublik - Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) memastikan bahwa Indonesia dan banyak negara lain sepakat pada agenda global yang berkontribusi pada resiliensi berkelanjutan, seperti Perjanjian Paris, Kerangka Kerja Sendai untuk Pengurangan Risiko Bencana dan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Tantangan yang dihadapi yaitu mengimplementasikannya di tingkat lokal.

Kepala Kantor UNOCHA Thandie Mwape mengatakan, negara-negara telah menyepakati beberapa dokumen yang mendukung dunia yang lebih baik, seperti Perjanjian Paris, Kerangka Kerja Sendai untuk Pengurangan Risiko Bencana dan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan.

Di tingkat regional, Tandie juga menyebutkan adanya kesepakatan bersama, yaitu AADMER, yang mengikat negara-negara ASEAN untuk penanggulangan bencana.

“Ini merupakan tujuan yang besar. Tantangan global yang juga menjadi tantangan banyak negara,” ujar Thandie dalam keterangan tertulis BNPB, Jumat (13/9/2024).

Menurutnya, setiap agenda global tadi membutuhkan upaya yang terukur dari setiap negara. Upaya ini pada akhirnya akan memperkuat resiliensi berkelanjutan, khususnya dalam menghadapi perubahan iklim dan bencana. Hal ini pastinya akan bermanfaat kepada ketangguhan masyarakat di tingkat lokal.

Pada konteks Indonesia, ia melihat kemajuan yang sangat baik dalam membangun penanggulangan bencana.

“Kami melihat kuatnya koordinasi untuk merespons bencana,” kata dia.

Secara bertahap isu-isu penting menjadi perhatian dalam penanggulangan bencana Indonesia, seperti isu prinsip-prinsip kemanusiaan, kelompok prioritas, gender atau pun inklusivitas.

Menurut dia, implementasi agenda global membutuhkan kerja sama dengan berbagai pihak, baik di tingkat internasional hingga lokal.

Di sisi lain, penerjemahannya juga menyesuaikan dengan prioritas dan kebutuhan setiap negara.

Thandie mengatakan pada Perjanjian Paris, Indonesia akan menerjemahkannya di tingkat lokal berdasarkan kebutuhan masyarakat.

Pihaknya pun akan membantu untuk memfasilitasi konsultasi pemerintah pusat terkait implementasi kesepakatan berdasarkan prioritas yang telah ditetapkan.

Sementara itu, perwakilan United Cities and Local Governments (UCLG) Helmi Abidin menyampaikan, pihaknya turut membantu pemerintah daerah dalam menerjemahkan kesepakatan global.

Ia memastikan lembaga ini membantu 240.000 pemerintah daerah di dunia untuk menjawab tantangan dalam mengimplementasikan kesepakatan hingga ke tingkat masyarakat.

Beberapa strategi diterapkan UCLG untuk mewujudkannya, misalnya dengan manajemen pengetahuan, penelitian, pembelajaran sesama. Ini bertujuan untuk menyelaraskan kebijakan global hingga ke tingkat lokal.

Helmi mencontohkan pembelajaran yang telah bermanfaat di tingkat lokal maupun tantangan yang semakin dihadapi di tingkat lokal.

“Beberapa kota besar Asia mengalami sinking city. Ini terjadi di Jakarta, Bangkok dan Manila,” ujar Helmi mengenai tantangan dampak perubahan iklim global.

Ia menilai pemerintah daerah memiliki peran penting dan mewujudkan kesepakatan global, di antaranya untuk tujuan pengurangan risiko bencana dan perubahan iklim.

Di sisi lain, Helmi mengungkapkan adanya tantangan yang dihadapi pemerintah daerah, misalnya kepentingan politik dan keterlibatan, perubahan kepemimpinan di pemerintahan dan prioritas serta kekurangan sumber pembiayaan.

Sejauh ini, jelas dia, UCLG telah membantu pemerintah daerah di Indonesia untuk mendukung resiliensi berkelanjutan yang selaras dengan agenda global tersebut.

Helmi menyampaikan, beberapa praktik baik telah dilakukan Pemerintah Kota Palu pascabencana gempa 2018 lalu atau pun rencana strategis Pemerintah DKI Jakarta terkait dengan sektor kesehatan.

Sementara itu, Perwakilan Forum Pengurangan Risiko Bencana Bali, I Putu Suta Wijaya menyampaikan pentingnya membangun kemitraan bersama organisasi pemerintah dan non-pemerintah melalui forum pengurangan risiko bencana dan DESTANA (Desa Tangguh Bencana).

Diskusi GFSR tersebut menjadi bagian dari kegiatan pameran sains-teknologi internasional atau Asia Disaster Management and Civil Protection Expo and Conference (ADEXCO) pada 11- 14 September di JIEXPO Kemayoran.

 

 

 

 

Berita Terkait Lainnya

  • Oleh Jhon Rico
  • Kamis, 14 November 2024 | 20:58 WIB
BNPB: 95 Persen Kebakaran Hutan di Gunung Rinjani Berhasil Dikendalikan
  • Oleh Jhon Rico
  • Kamis, 14 November 2024 | 18:46 WIB
Pemerintah Salurkan Rp1,17 Triliun Hibah Pascabencana untuk 68 Pemda
  • Oleh Jhon Rico
  • Rabu, 13 November 2024 | 22:39 WIB
BNPB Siapkan Tenda Khusus untuk Pengungsi Rentan Pasca-Erupsi Lewotobi
  • Oleh Jhon Rico
  • Rabu, 13 November 2024 | 22:37 WIB
Banjir di Sijunjung Surut, BNPB Pastikan tak Ada Korban Jiwa