Tradisi Melewakan Penghulu Dalam Adat Minangkabau

:


Oleh MC Prov Sumatera Barat, Senin, 9 Juli 2018 | 13:06 WIB - Redaktur: Tobari - 6K


Pesisir Selatan, InfoPublik - Melewakan atau melantik seseorang menjadi datuk atau penghulu dalam adat Minangkabau merupakan budaya yang sakral. Alasan yang membuat kegiatan melewakan penghulu ini sakral, karena sumpah yang dibebankan kepada penghulu memiliki amat yang berat, yakni bisa dikutuk Al qur'an.

Dalam bahasa Minang, ka ateh indak ba pucuak, ka bawah indak baurek, di tangah-tangah digiriak kumbang. Artinya, di bagian atas tidak berpucuk, dan bagian ke bawah tidak berurat, serta di tengah-tengahnya tidak akan dimakan oleh kumbang.

Tokoh masyarakat di Kabupaten Pesisir Selatan Drs. H. Nasrul Abit Datuak Malintang Panai menjelaskan, kalimat dikutuk Al Qur'an 30 jus itu dapat diganti dengan bahasa yang lebih baik, dan tidak memberatkan tanpa mengurangi maksud dan tujuan serta tanggungjawab seorang penghulu datuk, baik kepada kemenakan maupun kampung halamannya.

Maka, melewakan penghulu bagi budaya Minangkabau merupakan sesuatu hal yang tidak bisa dilakukan tanpa ada yang membuat penghulu yang akan dilewakan itu memiliki pengetahuan yang cukup tentang agama dan adat istiadat Minangkabau.

Ia menyebutkan, tantangan dan dinamika perkembangan kemajuan zaman, peran dan fungsi seorang penghulu datuk amatlah besar. Namun seiring itu pula, seorang datuk ada di luar kampung dan kelompok sukunya. Hal ini mungkin yang menyebabkan peran penghulu datuk tidak berjalan dengan baik dan ada yang diabaikan kemenakannya.

Datuk itu penungkek (pemimpin yang harus jadi panutan) jadi harus tinggal di kampung secara langsung, yang cerdas dan bijaksana. 

"Keterwakilan penghulu datuk dengan ada datuak penungkek, menjadi dinamika kemajuan kampung halaman dan anak kemenakan,” jelasnya dalam melewakan Ali Amran Abas Datuak Rajo Nan Endah Suku Kampai, di Surantih, Minggu (8/7).

Kendati demikian, sosok penghulu datuk tidak lepas dari tanggung jawab. Jika berada di luar kaum suku, bagi seorang datuk harus pulang juga secara rutin, melihat apa-apa perkembangan yang terjadi di setiap saat kampung halaman.

Nasrul Abit menjelaskan, Rajo Endah memiliki makna enak dipandang. Hal ini juga mengisyaratkan bagaimana pembangunan kampung halaman itu enak dipandang, baik pembangunan infrastrukturnya, budi pekerti masyarakat dan generasi muda.

Apalagi dengan adanya perubahan global saat ini, Nasrul Abit, mengatakan punya data tentang penyalahgunaan Narkoba, baik secara provinsi maupun untuk kabupaten Pesisir Selatan. Kondisi tersebut, apabila semua ninik mamak (orang tua) mau ikut serta memperbaiki maka baik untuk masa mendatang.

Seorang datuk di dalam adat Minangkabau, melalui ninik mamak mesti berperan mengajak kembali anak kemenakannya untuk mau belajar adat dan istiadat budaya sendiri.

Berbahasa dengan dialek masing-masing daerah perlu dikembangkan, jika tidak bahasa khas akan hilang dengan sendirinya. Hal tersebut tentu akan merisaukan para datuk dalam menumbuhkan kepercayaan dan kelestarian budaya dan adat.

Ketua Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau (LKAAM) Pesisir Selatan Lukman mengatakan, persoalannya saat ini tidak ada lagi kemenakan yang takut sama ninik mamaknya. Kondisi ini bertolak belakang, maka bagaimana upaya bersama kita dalam memajukan pembangunan kampung halaman.

Ia menilai untuk memperbaiki semuanya itu, butuh kekompakan ninik mamak dalam memberikan kontribusi memajukan pembangunan di nagari atau desa masing-masing. (Eko Kurniawan/Diskominfo/toeb)