Gereja Sion dan Perekat Gula Panas

:


Oleh Fajar Wahyu Hermawan, Selasa, 27 Desember 2022 | 07:42 WIB - Redaktur: Untung S - 7K


Jakarta, InfoPublik - Jika berputar-putar di Jakarta, kita tentu akan banyak menemui sejumlah bangunan gereja. Namun tahukah Anda, di antara gereja yang ada di Jakarta itu merupakah gereja tertua di Indonesia bahkan Asia? Ya, namanya Gereja Sion atau dikenal juga dengan nama Portugeesche Buitenkerk atau Gereja Portugis Luar (Tembok Kota).

Gereja yang berada di Jalan Pangeran Jayakarta Nomor 1, Pinangsia, Kecamatan Taman Sari, Kota Jakarta Barat itu merupakan geraja tertua di Indonesia.

Meski dijuluki Gereja Portugis, gereja itu bukan dibangun bangsa Portugis melainkan Belanda. Nama Portugis yang melekat itu karena gereja itu diperuntukkan bagi kaum Portugis Hitam (Mardijkers) yang dibawa dari tanah jajahan mereka di Asia. Orang Portugis itu dibawa Belanda dengan status budak.

Kala itu para budak Portugis menganut Katolik. Namun ketika tiba di Batavia, Belanda menawarkan kemerdekaan dari status budaknya. Syaratnya? Para budak itu mau berpindah dari Katolik ke Kristen Protestan. Para budak itu pun bersedia. Karena bersedia, Belanda memberi mereka hadiah gereja.

Pada masa Belanda, gereja itu punya sebutan 'Belkita' artinya di luar (tembok) kota. Pembangunan gereja dimulai pada 19 Oktober 1693. Butuh waktu dua tahun untuk menyelesaikan pembangunan gereja itu. Jika dihitung dari selesai pembangunannya hingga saat ini, gereja itu telah berusia 327 tahun.

Saat Jepang menjajah Indonesia, mereka menjadikan gereja itu sebagai tempat abu tentara yang gugur.

Saat Indonesia merdeka, gereja itu berganti menjadi Gereja Portugis. Ketika kekuasaan beralih, Pemerintahan Belanda memberikan kepercayaan pengelolaan aset peninggalannya kepada Gereja-gereja Protestan di Indonesia (GPI). Wilayah pelayanan GPI pada bagian barat Indonesia diemban oleh Gereja Protestan Indonesia di bagian Barat (GPIB).

Persidangan Sinode GPIB pada 1957, Gereja Portugis diputuskan untuk bernama GPIB Jemaat Sion. Sion diambil dari nama sebuah bukit di daerah Palestina yang melambangkan keselamatan pada bangsa Israel kuno.

Gereja ini berdiri di tanah seluas 6.725 meter persegi. Gereja itu punya daya tampung sekitar 1.000 jemaat.

Menurut Juru Pelihara Situs Gereja Sion, Yahya Poceratu, lahan gereja itu dulunya merupakan sebuah lahan pemakaman dari para budak yang dimerdekakan.

“Sebelum jadi gereja seperti sekarang ini, di tempat yang sama sebelumnya adalah sebuah pemakaman yang disebutkan sebagai Kerkhof saat itu yang diperuntukkan untuk kaum mardijkers atau kaum kaum budak” kata Yahya.

Konstruksi di Gereja Sion dirancang oleh arsitek berkebangsaan Belanda dari Rotterdam Mr E. Ewout Verhagen. Seluruh tembok bangunannya terbuat dari batu bata yang direkatkan dengan adonan hasil campuran pasir dan gula tahan panas.

“Ketebalan tembok sekitar 45 sentimeter, dibangun dengan komposisi ada bata merah, bubuk bata merah dan sebagai perekat dulu dipakai gula panas sebagai perekat,” katanya.

Interior Gereja Sion (1881-1889). Foto: wikipedia