Burung Hantu, Azimat Petani Meningkatkan Hasil Panen

:


Oleh Fajar Wahyu Hermawan, Sabtu, 17 Oktober 2020 | 05:10 WIB - Redaktur: DT Waluyo - 5K


Jakarta, InfoPublik - Nahas bagi Paniran (40 tahun). Ia ditemukan tergeletak di pematang sawah miliknya, Senin (14/9/2020) malam. Di tubuhnya ditemukan luka bakar. Nyawa Paniran melayang karena tersengat aliran listrik yang dibuatnya sendiri.

Aliran listrik itu mestinya untuk menjebak tikus tapi entah kenapa malah Paniran menjadi korban dari buatannya sendiri. Paniran dan petani di Desa Babadan, Kecamatan Pangkur, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur memang punya kebiasan memasang aliran listrik di tengah sawah untuk menjebak tikus yang kerap memakan tanaman padi. Serangan tikus ini menyebabkan petani kerap gagal panen.

Paniran bukan korban pertama. Data Kepolisian Resor Ngawi, sejak Januari hingga September 2020 menyebut, jebakan listrik tikus itu sudah menelan 24 nyawa warga. Dari 24 korban itu, 20 orang di antaranya petani dan empat lainnya warga yang tak tahu adanya aliran itu.

"Kami sudah sering imbau larangan pemasangan jebakan tikus dengan aliran listrik," kata Kapolsek Pangkur AKP Suwandi.

Meski sudah diingatkan para petani itu tetap saja membuat aliran listrik. Menurut mereka, cara ini lebih ampuh ketimbang meracun tikus atau digropyok seperti yang dianjurkan Dinas Pertanian setempat. Gropyok adalah sistem berburu tikus pada siang hari dengan cara membakar belerang di lubang sarang tikus.

“Tikus tidak mau makan racun itu," ujar Sugito, salah satu petani Desa Sidorejo, Ngawi.

Menurut Sugito, selama ini bantuan racun dari Dinas Pertanian itu tak efektif untuk memberantas hama tikus. Karena itu, mereka lebih memilih menjebak dengan aliran listrik. "Lebih efektif," katanya.

Para petani di Ngawi menganggap selama ini tak ada solusi jitu yang ditawarkan pemerintah daerah untuk memberantas hama tikus ini. Padahal jika ada cara yang efeftif, mereka akan sangat senang mematuhinya.

Kasie Perlindungan Tanaman Pangan dan Hama Dinas Pertanian Kabupaten Ngawim Nurhamid, mengakui, bantuan stimulan yang diberikan pemerintah memang sangat terbatas. Namun, saat ini Dinas Pertanian sedang mempersiapkan cara baru memberantas hama tikus yang lebih ramah lingkungan.

“Saat ini kita akan memperkenalkan jebakan tikus yang seperti di rumah itu yang sudah dimodifikasi, katanya.

Belajar dari Desa Tetangga
Memasang aliran listrik untuk memberantas tikus memang sangat berbahaya. Selain tak ramah lingkungan, jebakan itu sudah jelas bisa memakan korban manusia seperti yang terjadi di Ngawi itu.

Sebenarnya, jika mereka mau, ada cara yang ampuh. Cara itu sudah diterapkan di sejumlah daerah termasuk daerah Magetan, sebuah kabupaten yang tak jaraknya hanya sekitar 30 km dari Ngawi.

Seperti yang dilakukan Santoso, petani asal Desa Purworejo, Kabupaten Magetan, Jawa Timur. Di desa ini para petani menggunakan kearifan lokal untuk memberantas tikus. Agar tikus-tikus tak menyerang tanaman padi, mereka menggunakan burung hantu.

Burung-burung hantu ini biasanya ditempatkan di rumah-rumahan yang terbuat dari kayu atau yang kerap mereka sebut pagupon. Pagupon ini lalu diletakkan di tengah sawah.

Santoso bercerita, petani di Desa Purworejo resah karena serangan hama tikus. Pada 2009, hama tikus yang menyerang 50 persen persawahan warga membuat desa ini gagal panen.

Awalnya mereka menggunakan racun untuk membasmi tikus-tikus itu. Tapi tak efektif dan biayanya mahal.

“Satu kali meracun bisa keluar uang Rp 10.000. Sementara sehari harus tiga kali memberi racun,” kata Ketua Kelompok Tani Ngudi Makmur ini.

Lalu dia curi-curi dengar. Dia mendapat informasi jika burung hantu bisa digunakan melawan tikus. Ya, burung hantu memang tergolong predator alami.

Akhirnya berbekal uang sebesar Rp 100.000 dari kelompok tani Ngudi Makmur yang dipimpinnya, Santosa kemudian membuat satu pagupon dari kayu dan dipasang di tengah area sawah kelompok taninya. Pagupon itu diisi burung hantu yang mengalami luka tembak di bagian sayapnya. Setelah dirawat, burung hantu itupun akhirnya menetap di pagupon yang dibuat Santosa.

Biasanya burung-burung hantu ini memangsa tikus pada malam hari. "Kalau malam biasanya terdengar suara krek, krek. Itu artinya burung hantu lagi memangsa tikus," kata Santoso.

Tak lama kemudian, ada dampak perubahan menurunnya serangan tikus pada lahan yang ada burung hantunya. Kelompok tani yang dipimpin Santosa kemudian menambah jumlah pagupon di sawah mereka secara swadaya.

Berhasil mengurangi dampak tikus, cara kelompok tani Santoso ini ditiru kelompok tani lainnya di Desa Purworejo. Untuk menjaga kelestarian burung hantu di Desa Purworejo, warga sepakat untuk melarang perburuan burung hantu di desa mereka.

“Kita dorongnya ke peraturan desa, tapi prosesnya lama akhirnya kita minta himbauan kepada desa untuk melarang adanya perburuan burung hantu,” kata Santosa.

Langkah Santoso itu akhirnya diikuti petani di desa-desa lainnya. “Kita memang tidak bisa menghilangkan tikus, tapi dengan burung hantu setidaknya padi yang rusak tidak sampai 10 persen,” katanya.

Kesuksesan kelompok tani itu mampir ke telinga Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Magetan. Akhirnya pada 2011 Pemkab memberikan bantuan 100 pagupon ke sejumlah kelompok tani di sejumlah kecamatan yang lahan sawahnya di ganggu tikus.

Hasilnya? Produksi padi pun meningkat. Berdasar data di Perlindungan Tanaman Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura, Perkebunan dan Ketahanan Pangan (TPH-PKP ) Kabupaten Magetan 2016, lahan pertanian di Kabupaten Magetan mencapai lebih dari 55.000 hektar dengan hasil produksi padi mencapai 337.000 ton lebih.

Program pagupon burung hantu ini ternyata mampu mengendalikan hama tikus secara alami. Program ini juga berhasil menekan penggunaan racun tikus yang berbahaya bagi kesehatan.

Karena hasilnya memuaskan, pada 2019 Pemkab Magetan kembali membagikan 100 pagupon burung hantu di 14 kecamatan dari 18 kecamatan yang ada di Kabupaten Magetan. Saat ini setidaknya terdapat 500 pagupon di 14 Kecamatan di Kabupaten Magetan.

Dari 500 pagupon, diperkirakan populasi burung hantu yang menempati pagupon mencapai lebih dari 300 ekor.

“Program pagupon burung hantu mampu mengendalikan hama tikus secara alami. Program ini juga berhasil menekan penggunaan racun tikus yang berbahaya bagi kesehatan,” kata Suradi, Kasi Perlindungan Tanaman Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura, Perkebunan dan Ketahanan Pangan (TPH-PKP ) kabupaten Magetan.

Keajaiban Burung Hantu
Burung hantu memang satwa yang sangat bermanfaat untuk membasmi hama tikus. Ada hubungan simbiosis mutualisme. Burung hantu lebih efektif mengendalikan populasi tikus ketimbang menggunakan racun atau gropyokan.

Sebagai predator alami, burung hantu jenis Serak Jawa (Tyto alba) merupakan pemburu tikus yang paling jago, baik di perkebunan maupun di pertanian padi. Sepasang burung hantu ini bisa melindungi 25 hektar tanaman padi. Dalam jangka waktu setahun, satu individunya dapat memangsa sebanyak 1.300 ekor tikus.

Burung ini sangat aktif di malam hari (nokturnal). Ia terbang tanpa suara. Matanya menghadap ke depan seperti mata manusia. Bola matanya besar dan selalu melotot. Kepala burung hantu bisa berputar hingga 180 derajat, bahkan ada yang hingga 230 derajat.

Burung ini punya banyak sebutan. Ada yang menyebut celepuk, serak, jampuk, kokok beluk, beluk ketupa, dan punggok atau pungguk.

Burung hantu merupakan karnivora yang handal berburu. Paruhnya tajam dan kuat, kaki dan kuku tajamnya. Kehebatannya berburu membuat “sang raja mitos” ini tak pernah meleset saat menyergap katak, tikus, serangga, binatang kecil lainnya.

Burung ini biasanya mendiami padang rumput, semak belukar, kebun, peternakan, sawah, atau pinggiran kota. Mereka bisa membuat sarang di berbagai jenis hutan, semak semi kering, rawa-rawa, dan lainnya.

Mitos Burung Hantu
Kehadirannya yang diam-diam membuat burung ini lekat dengan mitos. Mitos seputar burung hantu ini biasanya terkait dengan kematian.

Di Jawa misalnya, masyarakat Jawa meyakini bahwa burung hantu merupakan pertanda kematian. Konon, jika burung hantu hinggap di depan rumah, artinya akan ada orang yang meninggal di rumah tersebut dalam waktu dekat.

Ada pula keyakinan, jika seseorang menirukan suara burung hantu, namun burung tersebut tidak menyahut maka orang itu akan meninggal dalam waktu dekat.

Ada juga masyarakat yang mempercayai burung ini sebagai pemanggil roh.

Dari cerita tutur yang ada, asal mula julukan burung hantu itu karena kemampuan terbang burung itu terbang di malam hari tanpa suara. Biasanya ia tiba-tiba saja ada di dahan yang membuat orang kaget.

Mitos serupa juga terjadi di Afrika. Jika ada burung hadir hadir di suatu daerah maka akan membawa petaka. Jika tak kesialan ya kematian. Karenanya, banyak warga yang kerap menganiaya burung ini. (Burung hantu. Foto: Foto: Rúben Marques/Unsplash)