Menanti Vaksin Merah Putih

:


Oleh Fajar Wahyu Hermawan, Kamis, 10 September 2020 | 23:03 WIB - Redaktur: DT Waluyo - 677


Jakarta, InfoPublik - Kabar baik disampaikan Menteri Riset dan Teknologi (Menristek) Bambang Brodjonegoro di Istana Kepresidenan, Bogor, Rabu (9/9/2020). Kabar itu diungkap setelah dirinya menemui Presiden Joko Widodo.

"Pengembangan vaksin lokal Merah Putih sudah mencapai 50 persen," kata Bambang yang juga menjabat Ketua Tim Nasional Percepatan Pengembangan Vaksin Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).

Vaksin lokal Merah Putih memang dalam proses pengembangan. Lembaga Biologi Molekuler Eijkman ditunjuk sebagai koordinator pengembangan vaksin ini. Pengembangan sudah dilakukan sejak April lalu.

Vaksin Merah Putih ini dianggap lebih efektif melindungi masyarakat Indonesia dari virus corona dibanding vaksin dari negara lain. Alasannya, karena vaksin ini dikembangkan dari isolat yang beredar di Indonesia.

Direktur Lembaga Biologi Molekuler Eijkman Amin Soebandrio mengatakan, vaksin Merah Putih ini memiliki perbedaan dengan vaksin Sinovac yang dikembangkan perusahaan China. Salah satunya adalah platform dari vaksin tersebut.

Vaksin Sinovac yang kini sedang diuji klinis di Bandung menggunakan virus utuh untuk antigennya, setelah dimatikan kemudian dimurnikan virusnya yang langsung digunakan sebagai antigen. Sementara vaksin Merah Putih yang dikembangkan Eijkman hanya menggunakan dua bagian virus penting dalam patogennya, yakni S protein dan M protein yang diberikan pada subjek.

"Dengan menggunakan hanya bagian tertentu dari virus, kami harapkan bisa mengurangi efek yang tidak diinginkan akibat protein langsung dari virus ini. Inilah harus dibuktikan oleh uji klinis 1,2, dan 3," ujar Amin.

Targetnya, sekitar Februari-Maret 2021 Eijkman bisa menyerahkan bibit vaksin Merah Putih kepada Bio Farma yang ditunjuk untuk memproduksi vaksin ini. Bio Farma juga nantinya yang akan melakukan uji klinis terhadap vaksin itu sebelum diproduksi massal.

Setahun setelah penyerahan, kata Amin, vaksin baru mulai bisa diproduksi. "Pada 2022 kemungkinan baru bisa diproduksi," ujar Amin.

Pembuatan vaksin biasanya memang membutuhkan waktu yang lumayan lama. Ada beberapa tahap yang harus dilalui sebelum vaksin itu dinyatakan mujarab dan bisa diproduksi.

Tahapan itu adalah:

  1. Pengujian praklinis
    Para ilmuwan akan menguji vaksin baru pada sel dan kemudian memberikannya ke hewan seperti tikus atau monyet untuk melihat apakah vaksin tersebut dapat menghasilkan respons imun.
  2. Fase 1-uji keselamatan
    Para ilmuwan memberikan vaksin ke manusia dalam skala kecil untuk menguji keamanan dan dosis, serta untuk memastikan vaksin tersebut merangsang sistem kekebalan.
  3. Fase 2-percobaan diperluas
    Vaksin akan diberikan ke ratusan orang yang dibagi menjadi beberapa kelompok seperti anak-anak dan orangtua. Pembagian kelompok usia ini dimaksudkan untuk melihat bagaimana cara kerja vaksin, apakah sama atau berbeda. Uji coba ini untuk menguji keamanan dan kemampuan vaksin dalam merangsang sistem kekebalan tubuh.
  4. Fase gabungan
    Salah satu cara mempercepat pengembangan vaksin adalah dengan menggabungkan tahapan atau fase uji. Beberapa vaksin Covid-19 saat ini dalam uji coba Fase 1/2 (penggabungan fase 1 dan 2). Fase penggabungan ini biasanya ilmuwan langsung menguji ke ratusan orang.
  5. Fase 3-uji efisiensi
    Vaksin diberikan kepada ribuan orang. Biasanya kelompok relawan dibagi menjadi dua, yakni kelompok penerima vaksin dan kelompok plasebo. Uji coba ini dapat menentukan apakah vaksin benar melindungi tubuh dari virus corona atau tidak.

Uji coba fase 3 juga dapat mengungkap efek samping yang relatif jarang ditemukan atau mungkin terlewat dalam penelitian sebelumnya.

Plasebo adalah jenis obat kosong yang tidak mengandung zat aktif dan tidak dapat memberikan efek apa pun terhadap kesehatan. Plasebo bisa berbentuk pil, suntikan, atau beberapa jenis lain dari pengobatan “palsu”.

  1. Persetujuan dini atau terbatas
    China dan Rusia telah mendapat persetujuan vaksin tanpa menunggu hasil uji coba Fase 3. Kendati sudah mengantongi persetujuan terbatas, para ilmuwan berpendapat proses yang terburu-buru berisiko serius.
  2. Persetujuan Regulator
    Setiap negara meninjau hasil uji coba dan memutuskan apakan akan menyetujui vaksin atau tidak. Selama pandemi, vaksin dapat menerima otorisasi penggunaan darurat sebelum mendapat persetujuan resmi. Setelah vaksin dilisensi, peneliti akan terus memantau orang yang telah menerima vaksin sebelumnya untuk memastikan keamanan dan keefektifannya.

 

Tak ingin terlalu lama, Presiden Joko Widodo 3 September lalu meneken Keputusan Presiden Nomor 18 Tahun 2020 tentang Tim Nasional Percepatan Pengembangan Vaksin Covid-19.

Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Prof. Wiku Adisasmito, seperti dikutip dari setkab.go.id, mengatakan, pembentukan tim ini punya tiga tujuan. Pertama, mempercepat pengembangan vaksin. Kedua, ingin mewujudkan ketahanan nasional dan kemandirian bangsa. Ketiga, ingin meningkatkan sinergi penelitian antar lembaga.

Menteri Bambang memperkirakan pada kuartal keempat 2021, vaksin tersebut bisa diproduksi secara massal untuk perlindungan seluruh masyarakat. Perkiraan ini lebih cepat dari perkiraan yang dibuat Eijkman.

Selain mengembangkan vaksin sendiri, Indonesia juga memesan vaksin dari perusahaan China, Sinovac dan perusahaan asal Uni Emirat Arab, Group 42. Anggaran yang digelontorkan untuk pengembangan vaksin lokal dan pembelian vaksin dari negara lain itu tak main-main. Jumlahnya mencapai Rp 40,8 triliun,

"Sinovac menyiapkan 290 juta (dosis vaksin) dan G42 menyiapkan 30 juta (dosis vaksin) di tahun ini,” kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto.

Dari Rp 40,8 triliun itu, Rp 3,8 triliun akan disiapkan tahun ini dan Rp 37 triliun sisanya dianggarkan tahun depan. Besarnya alokasi anggaran ini, menurut Airlangga, sejalan dengan penjelasan Presiden Joko Widodo yang menyebut ekonomi baru bisa benar-benar pulih apabila penanganan Covid-19 dari sisi kesehatan bisa dilakukan dengan optimal.

Harapannya, vaksin yang dikembangkan Indonesia sendiri bisa lebih cepat sehingga anggaran bisa dihemat. (Menristek/Badan Ristek dan Inovasi Nasional (BRIN) Bambang Brodjonegoro mengikuti rapat dengar pendapat dengan Komisi VII DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (8/9/2020) yang membahas masalah perkembangan vaksin Merah Putih. FOTO: ANTARA/Puspa Perwitasari/foc)