Jejak Pagebluk di Nusantara

:


Oleh Fajar Wahyu Hermawan, Rabu, 9 September 2020 | 06:41 WIB - Redaktur: DT Waluyo - 6K


Jakarta, InfoPublik - Lihatlah grafik perkembangan kasus Covid-19 milik Satuan Tugas Penanganan Covid-19. Dari tanggal 2 hingga 8 September 2020, angka penambahan kasus harian bertengger di angka 3.000an kecuali pada tanggal 7 September yang ada pada angka 2.880.

Sejak diumumkan pertama kali oleh Presiden Joko Widodo awal Maret lalu, pagebluk ini sudah berlangsung enam bulan. Angka pertambahan kasusnya juga terus bertambah. Pada 8 September ini, berdasar data Gugus Tugas, virus corona ini telah menginveksi 200.035 orang. Dari jumlah itu 8.230 pasien meninggal.

Lamanya pagebluk ini bukan pertama kali terjadi di negeri ini. Dalam arsip penelitian arkeologi nasional Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang ditulis Harriyadi berjudul "Wabah Penyakit dalam Catatan Sejarah di Indonesia" menyebut jejak wabah itu pernah terjadi pada 1462 Saka (1540).

Catatan ini disebut-sebut merupakan sumber tertua di Indonesia. Jejak itu ditulis dalam naskah lontar yang ditulis dalam aksara Bali dengan bahasa Jawa Kuno. Naskah itu adalah naskah Calon Arang.

Diperkirakan, kisah Calon Arang ini muncul saat Raja Airlangga memerintah pada 1006-1042 di Jawa Timur.

Naskah ini berkisah tentang Calon Arang, seorang janda sakti nan bengis yang tinggal di Desa Girah (wilayah Kabupaten Kediri). Di desa itu ia tinggal bersama Ratna Manggali, putrinya. Namun, meski putrinya cantik, tak seorangpun yang mau melamar karena kebengisan ibunya.

Karena putrinya tak kunjung mendapat jodoh, Calon Arang murka. Ia lantas meminta kepada Bhatari Durga agar menurunkan wabah penyakit untuk seluruh penduduk desa. Bhatari Durga mengabulkan permintaannya. Calon Arang mengirimkan teluh. Akibatnya banyak penduduk yang terserang penyakit dan meninggal.

Kuburan penuh. Banyak mayat yang digeletakkan begitu saja di jalanan, di ladang, bahkan membusuk di rumah-rumah. Anjing-anjing dan burung gagak berkeliaran memakan bangkai-bangkai manusia. Desa kosong.

Melihat korban berjatuhan, Raja Airlangga mengirim pasukan untuk menyerang Calon Arang. Namun karena kesaktian Calon Arang, pasukan Airlangga takluk. Airlangga akhirnya meminta bantuan Mpu Bharadah, seorang petapa yang tinggal di Lemah Tulis(di wilayah barat Kota Kediri yang berbatasan dengan Gunung Wilis). Ia lantas mengirim Bahula, muridnya untuk menemui Calon Arang dan menikahi Ratna Manggali.

Calon Arang gembira. Bahula akhirnya menikahi putrinya. Namun ini hanyalah siasat. Bahula memata-matai Calon Arang. Bahula mengetahui mertuanya itu selalu membaca kitab dan kerap melakukan ritual di kuburan.

Suatu ketika, saat Calon Arang lengah, Bahula mengambil kitab yang kerap dibaca Calon Arang itu. Kitab itu lalu diserahkan ke Mpu Bharadah. Setelah dibaca, Mpu Bharadah meminta Bahula kembali ke Girah.

Mpu Bharadah lalu menyusul ke Girah. Karena sudah membaca kitab yang dibaca Calon Arang, akhirnya ia berhasil menaklukkan Calon Arang.

Hanya itu? Tentu tidak. Pandemi juga pernah terjadi pada masa kolonial Belanda. Menurut sejarawan Anthony Reid dalam bukunya "Asia Tenggara dalam Kurun Niaga 1450-1680" sejumlah wabah yang melanda Eropa pernah singgah di negeri ini.

Menurut Reid, pada 1558, wabah cacar yang melanda Eropa pernah melanda penduduk Maluku. Pada 1644, cacar juga melanda Batavia lalu menyebar ke seantero Jawa melalui anak-anak budak yang dibawa Belanda dari kepulauan di dekat Afrika, Mauritius.

Penyakit ini disinyalir masuk ke Batavia. Wabah ini sempat membuat Belanda kelabakan. Mereka memeriksa dan memberi vaksin kepada orang-orang yang punya riwayat kontak dengan orang Eropa. Namun rupanya wabah terus menjalar hingga akhirnya Belanda juga memberikan vaksin kepada pribumi.

Selain cacar, pada 1622-1623 wabah besar berupa penyakit dada yang mematikan juga telah membunuh 1/3 penduduk Banten serta 2/3 penduduk Jawa Tengah.

Menurut Reid, wabah TBC juga pernah melanda Pulau Jawa pada 1625-1626. Wabah ini membunuh 2/3 penduduk Jawa Tengah. Pada 1625, penyakit pes juga pernah melanda Banten. Wabah ini menewaskan 1/3 jumlah penduduk Banten.

Pada 1733 wabah malaria juga pernah melanda Batavia. Menurut Agus Setiawan, sejarawan Universitas Indonesia saat itu VOC belum menyadari sumber mewabahnya malaria. Mereka beranggapan gaya hidup penduduk yang tinggal di pemukiman padat yang jadi musababnya.

Setelah puluhan tahun, VOC baru menyedari malaria itu disebakan karena protozoa parasit bernama Plasmodium malarie yang ditransmisikan melalui medium nyamuk. Hingga akhirnya mereka menutup pertambakan di wilayah utara Batavia.

Pada 1821, wabah kolera masuk ke Indonesia. Menurut catatan seorang pegawai kolonial urusan pribumi, Roorda van Eysinga, pada satu hari di Batavia bisa terdapat 160 orang mati akibat kolera.

Akhir 1910, wabah kembali melanda Indonesia. Kali ini pes. Dari 1910 hingga 1952 pes telah menyerang kurang lebih 240.000 orang di Pulau Jawa. Menurut catatan sejarah kesehatan Indonesia, jumlah penderita terbanyak terjadi pada 1934 dimana 23.275 orang terjangkit.

Pes merupakan penyakit disebabkan bakteri pes dan menular melalui kutu-kutu tikus (Xenopsylla cheopsis). Penyebarannya saat itu melalui angkutan beras.

Penyakit pes, menurut Agus, menjadi wabah yang paling mengerikan yang pernah dihadapi masyarakat Indonesia. “Mengerikannya itu kesannya waktu itu pemerintah kolonial melakukan 'pembiaran' terhadap sanitasi yang begitu buruk,” kata Agus.

Wabah pes baru benar-benar hilang pada 1952 ketika pemerintah melakukan penyemprotan DDT (diklorodifeniltrikloroetana) ke rumah-rumah dengan menyasar tempat persembunyian tikus.

Kini, masuk 2020 wabah kembali mendera. Penyakit yang disebabkan virus yang awalnya ditemukan di Wuhan China singgah di Indonesia. Selama enam bulan ini, Covid-19 telah menginfeksi 200.003 orang dan menyebabkan 8.230 orang meninggal.

Dari hari ke hari penyebarannya makin cepat. Negara-negara di belahan dunia, termasuk Indonesia saat ini mencari vaksin agar virus bisa dihambat penyebarannya. (Seorang warga yang tidak mengenakan masker melintas, di depan mural yang berisi pesan waspada penyebaran virus Corona di kawasan Tebet, Jakarta, Selasa (8/9/2020). Foto: ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/hp).