Cerita Indonesia Menyala dari Desa

:


Oleh Fajar Wahyu Hermawan, Sabtu, 29 Agustus 2020 | 05:36 WIB - Redaktur: DT Waluyo - 592


Jakarta, InfoPublik - Warnanya orange. Bentuknya mungil. Namanya talis. Ini bukan makanan melainkan tabung penyimpan energi layaknya power bank. Talis kepanjangan dari tabung listrik. Bentuk mungilnya memungkinkan alat ini untuk dijinjing.

Tabung ini menjadi salah satu andalan pemerintah dalam memperluas penerangan di daerah dengan letak geografis yang sulit dan tidak memungkinkan dipasang jaringan listrik PLN.

Menurut keterangan resmi Kementerian Energi Sumber Daya Mineral, saat ini mereka menyediakan 52.000 talis. Talis itu nantinya akan disalurkan kepada rumah tangga di 306 desa.

"306 desa itu karena demografi maupun geografinya berada di atas gunung, di bukit, ada yang berserak," kata Direktur Pembinaan Program Ketenagalistrikan Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan Jisman Hutajulu, Kamis (30/07/2020).

Menurut Jisman, dari 52.000 talis itu, sebanyak 25.000 akan disebar pada tahun 2021. Sementara yang 27.000 saat ini masih dikoordinasikan dengan Kementerian Keuangan.

Alat ini punya tiga pilihan kapasitas energi yakni 300 wh, 500 wh, dan 1.000 wh. Masing-masing kapasitas memiliki daya tahan yang berbeda. Dari keterangan yang dirilis PLN, talis berkapasitas 300 wh bisa digunakan untuk 3 malam. Sementara yang 500 wh bisa untuk 4 malam dan yang 1.000 wh bisa sampai 8 malam.

Jika energi yang tersimpan dalam talis habis, pengisian setrum bisa dilakuka di stasiun pengisian energi listrik (SPEL) yang dibangun PLN atau menggunakan energi matahari.

Setiap rumah tangga, kata Jisman, nantinya akan diberi dua talis. Satu talis digunakan sebagai cadangan jika talis yang satu sedang disetrum. "Biar masyarakat bisa menggunakan penerangan setiap hari," ujarnya.

Jisman berharap pembagian talis bisa dilakukan di tahun depan, agar rasio desa berlistrik dan rasio elektrifikasi bisa mencapai 100 persen.

Pemerintah sebenarnya mencanangkan target elektrifikasi 100 persen itu pada tahun ini. Namun target itu meleset. Alasannya, karena di lapangan ditemukan berbagai kendala.

Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Rida Mulyana mengakui hal itu. Kata Rida, pihaknya kesulitan mencapai target karena wilayah yang belum mendapatkan aliran listrik berada di pelosok, sehingga sulit terjamah.

Rasio desa berlistrik hingga Juni 2020, kata Rida, telah mencapai 99,09 persen sementara rasio desa berlistrik sebesar 99,51 persen.

Menurut Rida, hingga saat ini masih ada 433 desa yang belum teraliri listrik. Desa itu tersebar di Papua (325), di Papua Barat (102 desa), di Nusa Tenggara Timur (5 desa), dan di Maluku (1 desa).

Dari 433 desa itu, 306 desa akan dilistriki menggunakan talis, 75 desa menggunakan PLTS Komunal atau PLTD Hybrid, sementara 52 desa lainnya akan dilistriki perluasan jaringan listrik (ekstensi grid) atau mengaliri listrik dengan memperpanjang jaringan dari desa yang sudah mendapatkan listrik.

Untuk pengadaan talis, menurut Direktur PLN Zulkifli Zaini, butuh biaya Rp 525 miliar. Dana itu, kata dia, bisa dianggarkan dari dana desa atau pemerintah daerah.

(Petugas PLN menyeberangi sungai untuk menerangi sebuah desa di Jawa Tengah. Foto: Tangkapan layar instagram @pln_id)