Kisah Pejuang Sinyal di Daerah Tertinggal

:


Oleh Fajar Wahyu Hermawan, Minggu, 23 Agustus 2020 | 11:36 WIB - Redaktur: DT Waluyo - 1K


Jakarta, InfoPublik - Umar Hasan sigap. Kantornya memintanya agar menghadirkan layanan internet di pedalaman Papua. Umar yang bekerja di Telkomsel sebagai Staff Radio, Transport And Power Operation (RTPO) Telkomsel Merauke tak bisa menolak.

Tugas itu ia laksanakan, walau penuh bimbang. Pasalnya transportasi di wilayah pedalaman Papua terbilang susah. Belum lagi beberapa wilayah di daerah itu masih kerap ditemui konflik bersenjata.

Keraguan itu terhenti saat dia mengingat dengan menghadirkan sambungan internet ia akan bisa membantu orang lain. Dengan niat itu, ia langsung melakoni penugasan dari kantornya.

Suatu hari ia pergi ke site Oksibil, Kabupatan Pegunungan Bintang. Dalam perjalanan dengan beberapa temannya, ada beberapa penjaga berseragam dan bersenjata tapi tidak tampak seperti anggota keamanan.

Tiba-tiba, mereka menghampiri Umar dan rombongan. “Menjelang malam itu, mereka meminta kami tidak beraktivitas," kisahnya. Tanpa bertanya siapa mereka, rombongan Umar menuruti perintah itu. Aman.

Umar dan rombongan pun akhirnya bisa memasang peralatan internet yang dibawanya. Umar dan timnya lega. Internet tersambung, warga pun tersenyum.

"Ketika internet 4G tersambung, saya lihat warga gembira," ujar Umar.

Umar dan timnya lega. Setelah tugas selesai, Umar dan tim bersiap pulang. Lagi-lagi mereka was-was.

Umar ingat saat itu Desember 2018. Saat mau balik ke Merauke, pesawat penuh. Sebab pada saat itu menjelang Natal. Banyak orang Oksibil mau pulang kampung ke Merauke mau merayakan perayaan Natal bersama keluarga. Hampir semua pesawat penuh hingga Umar dan rombongan tak kebagian tiket.

Umar mencari informasi ke bandara. Dari informasi yang diperoleh disebutkan akan ada penerbangan ke Jayapura. Tapi itu baru ada seminggu kemudian.

Saat dia rasa putus asa, tiba-tiba ada informasi jika 30 menit lagi bakal ada pesawat perintis yang akan membawa barang menuju Tanah Merah Bovendigoel. Tanpa berpikir panjang, mereka pun memutuskan untuk menumpang pesawat itu.

Sampai di dalam pesawat Umar terkejut, rupanya pesawat tidak dilengkapi tempat duduk dan safety belt. Tapi mereka sudah terlanjur ingin pulang. Mereka pun akhirnya tetap menumpang pesawat itu dan selamat hingga di Tanah Merah.

“Semoga semua yang perjuangkan sebagai karyawan Telkomsel di ujung timur Indonesia menjadi pengalaman hidup dan energy positif yang bisa kami bawa terus dan bisa kami tularkan,” kata Umar.

Beda Umar, beda pula kisah Anton David Dalla. Anton memang bukan karyawan telekomunikasi. Ia adalah sosok tetua di desa Aewora, Kecamatan Maurole, Kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur. Desa ini merupakan salah satu desa di Kabupaten Ende yang masuk daerah tertinggal, terluar, dan terdepan (3T).

Sudah beberapa tahun ini, ia dan warga Aewora mengidam-idamkan kehadiran sinyal di daerahnya. Lama berharap, tiba-tiba ia mendengar kabar bahwa Badan Aksesibilitas Telekomonukasi dan Informasi (BAKTI) Kominfo bersama XL mau memasang internet.

Anton dan juga warga desa langsung gembira mendengar kabar yang sudah lama dinanti itu. "Jelang selesai pembangunan, saya sampai rela tidur di dekat generator BTS. Hal ini saya lakukan untuk memberikan kabar ke bupati kalau kini sudah ada sinyal 4G di Aewora, kita sudah merdeka sinyal," kata Anton.

Begitu menara internet bediri dan sinyal teraliri, warga pun langsung menggunakannya.

Anton bercerita, sebelum ada menara itu, ia dan warga lain harus rela berjalan 3 kilometer dari desanya untuk mendapat sinyal. Meski sudah berjalan jauh, tidak semua area di tempat itu sinyalnya kuat. Agar mendapat sinyal kuat, mereka harus mencari tempat yang bagus.

"Iya, di beberapa tempat ada yang warga sebut sebagai batu sinyal atau pohon sinyal. Mereka sering berkumpul di sekitarnya agar dapat berkomunikasi," ujar Anton.

Kini, warga Aewora tak harus berjalan dan mencari batu sinyal karena di desanya koneksi internet sudah bagus.

Dua daerah itu hanya dua contoh dari program pemerintah menghadirkan sinyal di wilayah terdepan, terpencil, dan tertinggal (3T). Menurut Direktur Jenderal Penyelenggara Pos dan Informasi Kemenkominfo Ahmad M. Ramli, saat ini dari 20.341 desa ada 11.228 desa yang telah terselimuti jaringan 4G. Sisanya, masih menggunakan jaringan 3G.

Dari 83.218 desa dan kelurahan di seluruh Indonesia, yang sudah terjangkau jaringan 4G ada 70.670 desa, termasuk di dalamnya wilayah 3T.

Ke depan, kata Ramli, Kemkominfo akan terus mewujudkan pemerataan akses internet di seluruh daerah, termasuk daerah 3T. (Foto: dok.Telkomsel)