Berharap Pada Eijkman

:


Oleh Fajar Wahyu Hermawan, Senin, 17 Agustus 2020 | 05:10 WIB - Redaktur: DT Waluyo - 377


Jakarta, InfoPublik - Perintah itu datang pada Maret lalu. Melalui Kementerian Kesehatan, lembaga ini menugaskan Lembaga Biologi Molekular Eijkman agar mengembangkan vaksin korona. Perintah itu dilakukan setelah Presiden Joko Widodo mengumumkan pasien pertama di Indonesia pada 2 Maret lalu.

Perintah itu langsung disambut gembira. Pasalnya, sudah sejak Januari lalu lembaga itu sudah mendiskusikan tentang kemungkinan keduanya mengembangkan vaksin lokal.

"Harus diakui kita terlambat empat bulan dibanding negara lain dalam mengembangkan vaksin ini," ujar Direktur Lembaga Biologi Molekuler Eijkman Amin Soebandrio dalam sebuah diskusi, Sabtu (15/08/2020). Negara lain yang dimaksud salah satunya China yang sudah mengembangkan vaksin sejak Januari, kala corona belum dianggap pandemi.

Meski menganggap terlambat, Eijkman tetap berupaya memperpendek proses tahapan pengembangan vaksin agar dapat menyeimbangi kehadiran vaksin Sinovac dari China yang sedang diujicoba oleh Biofarma.

Amin bangga pemerintah berniat membuat vaksin lokal. Ia bercerita, berdasarkan pengalaman saat terjadi wabah Flu Burung pada 2003-2004, Indonesia memang harus mempunyai kemampuan dan kemandirian dalam membuat vaksin terutama vaksin pandemik. Sebab, meski negara lain juga berlomba membuat, tapi ketika terjadi pandemik negara produsen biasanya akan membatasi penjualan. Mereka akan memprioritaskan produk vaksinnya untuk kebutuhan warganya sendiri.

Kalau pun dijual, mereka akan menjual dengan harga berlipat-lipat. Amin mencontohkan, bila WHO menetapkan harga vaksin untuk imunisasi massal seharga satu dolar per dosis, namun saat terjadi pandemik harganya mungkin bisa 10 kali lipat.

Karenanya, begitu perintah itu diterima, April Eijkman mulai start pengembangan vaksin lokal. "Mudah-mudahan kami bisa mengejar," kata doktor bidang Immunogenetics dari Universitas Osaka, Jepang itu.

Jika mengikuti arahan WHO, pembuatan vaksin harus selesai dalam waktu 18 bulan ke depan. Namun Amin berharap dalam waktu setahun pihaknya sudah bisa mendapatkan bibit vaksin untuk diserahkan ke industri (Bio Farma) untuk proses produksi lebih lanjut.

Empat bulan berlangsung, pengembangan vaksin lokal yang diberi nama vaksin Merah-Putih ini kini telah mencapai 40 persen. Menurut Amin, proses ini sangat sulit, sebab merupakan pondasi utama membuat vaksin. 

Pada tahap ini, kata Amin, Eijkman membangun pondasi pembuatan virus ini dari suatu zat protein. Selanjutnya, vaksin akan segera diuji atau masuk tahap percobaan terhadap hewan.

Selain itu, Eijkman juga sudah mengidentifikasi dari virus yang bersirkulasi di Indonesia sehingga vaksin Merah Putih yang dikembangkan memenuhi persyaratan berdasarkan informasi virus yang ada di Indonesia.

Eijkman sudah melakukan amplifikasi bagian dari virus SARS-CoV-2, yakni protein S dan N yang ditargetkan. "Prosesnya cukup membutuhkan waktu," ujarnya.

Saat ini, gen tersebut sudah diperbanyak dan sedang dimasukkan ke dalam sel mamalia. Dari situ akan didapatkan protein rekombinan. Protein rekombinan itu nantinya akan diuji lebih lanjut, apakah bisa merangsang respons imun atau tidak.

"Awalnya akan diuji pada hewan kecil, kemudian hewan yang lebih besar. Dan jika hasilnya sudah bagus akan kita serahkan ke industri," ujarnya.

Menurut Amin, vaksin Merah Putih ini memiliki perbedaan dengan vaksin yang dikembangkan perusahaan China Sinovac. Salah satunya adalah platform dari vaksin tersebut.

Vaksin Sinovac menggunakan virus utuh untuk antigennya, setelah dimatikan kemudian dimurnikan virusnya yang langsung digunakan sebagai antigen. Sementara vaksin Merah Putih yang dikembangkan Eijkman hanya menggunakan dua bagian virus penting dalam patogennya, yakni S protein dan M protein yang diberikan pada subjek.

"Dengan menggunakan hanya bagian tertentu dari virus, kami harapkan bisa mengurangi efek yang tidak diinginkan akibat protein langsung dari virus ini. Inilah harus dibuktikan oleh uji klinis 1,2, dan 3," ujar Amin.

Targetnya sekitar Februari-Maret 2021 Eijkman bisa menyerahkan bibit vaksin Merah Putih kepada industri. Bio Bio Farma nantinya akan melakukan uji klinis. Dari Bio Farma nanti baru bisa dilakukan uji klinis pertama hingga ketiga. Dan setahun setelah penyerahan, kata Amin, vaksin baru mulai bisa diproduksi. "Pada 2022 kemungkinan baru bisa diproduksi," ujar Amin. (Direktur Lembaga Biologi Molekuler Eijkman Amin Soebandrio. Foto: tangkapan layar facebook @eijkman)