Mandiri Membuat Vaksin Covid-19

:


Oleh Kristantyo Wisnubroto, Senin, 15 Juni 2020 | 17:35 WIB - Redaktur: DT Waluyo - 459


Jakarta, InfoPublik - Vaksin penangkal virus baru corona (SARS-CoV-2) wajib tersedia di seluruh dunia sebagai barang publik global. Seruan itu disampaikan Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO)

WHO pun bertekad memastikan semua orang mendapat akses yang sama atas produk penanggulangan Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) yang telah merenggut 400 ribu lebih nyawa dan sebanyak 7,6 juta terkonfirmasi Covid-19 di 213 negara dan teritori.

Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus menegaskan pihaknya terus mendorong para pemimpin negara untuk terus memiliki komitmen politik global serta konsensus global agar vaksin Covid-19 menjadi barang publik global.

Tedros mengeluarkan seruan itu pada Sabtu (13/06/2020) setelah muncul kekhawatiran bahwa sejumlah negara, termasuk Amerika Serikat, bisa saja menimbun vaksin atau obat apa pun yang mereka kembangkan untuk melawan Covid-19 sementara negara miskin tidak mendapat akses ke pengobatan yang mereka butuhkan.

Percepatan vaksin Covid-19 menjadi amat penting. Perkembangan di beberapa negara justru kondisinya kian memburuk, di tengah prediksi epidemiologi yang menilai pandemi mulai surut dalam Mei-Juni ini. Sedangkan, pengembangan vaksin dan obat penangkal virus corona memakan waktu setidaknya dua tahun. Situasi kritis yang melanda sejumlah kota di Brazil saat ini, sebagai salah satu episentrum Covid-19 di dunia, menjadi perhatian khusus WHO. Ruangan unit perawatan intensif (ICU) membludak dan tingkat tingkat hunian tempat tidur di atas 90 persen.

Berbagai negara saat ini tengah berlomba dalam pengembangan dan produksi vaksin Covid-19. Berbagai institusi berasal dari luar negeri banyak yang mencoba mendekati lembaga swasta maupun milik pemerintah Indonesia untuk bekerja sama dalam pengembangan vaksin. Namun Indonesia berkeyakinan mampu mengembangkan vaksin secara mandiri atau minimal kerja sama saling menguntungkan dengan syarat adanya konsolidasi sumber daya manusia yang kompeten secara nasional. Tentu ini didukung dukungan kerja sama jejaring fasilitas laboratorium.

Untuk itu, Indonesia terus terlibat dalam diplomasi menjaring kerja sama pengembangan vaksin dengan negara-negara sahabat. Hal itu dilakukan Menteri Luar Negeri Republik Indonesia Retno L.P Marsudi beserta jajarannya. Delegasi Indonesia kembali mengikuti pertemuan Ministerial Coordination Group on Covid-19 (MCGC) dengan tema “The Importance of Vaccine Development to Fight Covid-19 Pandemic” pada Selasa (09/06/2020) lalu.

Pertemuan dilaksanakan secara virtual conference dan dihadiri oleh Indonesia, Singapura, Filipina, Republik Korea, Australia, Kanada, Peru, dan Maroko.

Dalam pertemuan MCGC, Menlu Retno menyampaikan tiga hal utama terkait kolaborasi pengembangan vaksin.

Pertama, perlunya menciptakan mekanisme yang adil berdasarkan kajian ilmiah dalam rangka penyaluran vaksin (apabila vaksin sudah ditemukan), terutama perhatian bagi negara-negara tertentu untuk dapat memperoleh kesetaraan akses terhadap vaksin. Demikian juga pertimbangan terhadap risiko penyebaran kembali virus, jika terdapat negara yang tidak memiliki jangkauan untuk vaksin.

Kedua, perlunya memastikan transfer of knowledge dari para produser vaksin kepada negara-negara untuk kelancaran peningkatan kapasitas produksi, termasuk penyesuaian aturan terdapat pada TRIPs (Trade Related Intellectual Property Rights) dan kebijakan hak paten terhadap tanggung jawab sosial.

"Diperlukan fleksibilitas dalam aturan kekayaan intelektual, termasuk pengaturan dalam TRIPs, untuk mendorong pengembangan vaksin yang terjangkau. Kebijakan hak paten harus mempertimbangkan tanggung jawab sosial, khususnya dalam situasi pandemi," tegas Menlu Retno.

Ketiga, perlunya mendorong lebih banyak kerja sama internasional dalam rangka pengembangan dan produksi vaksin.

Menlu Retno menyampaikan pentingnya sinergi di tingkat nasional dan internasional. "Politisasi terhadap vaksin harus dihindari," tukas Menlu Retno.

Lebih lanjut dijelaskan bahwa Indonesia telah memiliki suatu konsorsium nasional dengan kemitraan multi-pemangku kepentingan dan tim nasional pengkajian vaksin di Indonesia sebagai upaya mempercepat pengembangan vaksin.

Selain itu, saat ini Indonesia tengah mengembangkan kerja sama potensial dengan sejumlah mitra internasional dengan penggunaan DNA dan platform virus tidak aktif. Indonesia juga mengundang kerja sama kolaborasi untuk mitigasi pandemi dengan mitra internasional lainnya.

Pertemuan MCGC merupakan pertemuan tingkat Menteri yang dilaksanakan berkala dalam rangka kerja sama internasional dalam penanganan pandemi Covid-19. Melalui MCGC diharapkan dapat memperkuat kerja sama inklusif, kepercayaan antarnegara, dan semangat multilateralisme dalam menghadapi tantangan bersama pandemi Covid-19.

Pemerintah sendiri menyatakan kemandirian dalam penemuan dan pengembangan vaksin Covid-19 merupakan urgensi, untuk itu diperlukan kerja sama berbagai pihak.

Berdasarkan perhitungan oleh Lembaga Biomolekuler Eijkman dan disempurnakan oleh Ketua Konsorsium Menristek/Kepala BRIN Bambang Brodjonegoro, paling tidak di tahap awal diperkirakan sekitar 176 juta orang yang perlu untuk diberi vaksin dengan satu orang 2 unit vaksin, maka kebutuhan di Tanah Air sekurangnya 353 juta unit vaksin.

Kemenristek/BRIN mencatat ada 157 pihak yang berupaya menemukan vaksin Covid-19 di seluruh dunia. Sepuluh di antaranya, menurut WHO, sudah dalam tahap awal uji klinis.

Presiden Joko Widodo mendorong percepatan pengembangan vaksin Covid-19 dengan melibatkan multisektor. Seperti Kementerian Luar Negeri dan Kementerian Kesehatan dalam menjalin kerja sama dengan WHO maupun negara yang sedang membuat vaksin/obat corona itu.

Adapun Kementerian BUMN terus mengawal proses produksi vaksin yang akan digarap PT Bio Farma bersama BUMN lainnya. Sedangkan Kementerian dan BPOM fokus pada uji klinis dan proses imunisasi massal.

Kerja Paralel

Pengembangan vaksin ini dilakukan secara paralel oleh peneliti dalam negeri dan tetap bekerja sama dengan lembaga internasional untuk kesiapan pada tahap produksi hingga imunisasi massal. Menteri Bambang mengatakan, perusahaan BUMN seperti Bio Farma dan swasta seperti Kalbe Farma juga sudah mulai bekerja sama dengan produsen vaksin dari China dan Korea Selatan.

Kerja sama untuk memastikan ketersediaan pasokan vaksin Covid-19 di Indonesia. Jadi dilakukan paralel selama kerja sama tersebut memberikan transfer teknologi dalam proses pengembangan dan produksinya.

Diakui Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto, Indonesia memang dikejar waktu untuk segera menemukan vaksin. Dijelaskan dari sepuluh kandidat vaksin yang dipantau oleh WHO saat ini, penelitiannya dengan empat pendekatan karakter yang berbeda. Baik itu melalui karakter Vaksin Virus, melalui Vaksin Viral-Vector, Vaksin Asam Nukleat, maupun Vaksin berbasis protein.

"Saya lihat yang paling cepat saat ini Bio Farma dengan Inactiv Virus bersama Sinovac atau Sinopharm China. Mereka juga melibatkan alih teknologi. Di mana kita temukan hasil sequencing mirip dengan Wuhan," ungkap Menteri Terawan.

Pengembangan vaksin untuk galur (strain) virus Covid-19 dalam negeri juga diperlukan karena berdasarkan whole genome sequencing atau pengurutan menyeluruh dari gen virus yang ada di Indonesia, galur virus Covid-19 yang menyebar masuk dalam 13 galur virus.

Lembaga Biologi Molekuler Eijkman saat ini sudah mengumpulkan tujuh whole genome sequencing dari Covid-19 di Jabodetabek dan Universitas Airlangga (Unair) Surabaya sudah mengumpulkan enam whole genome sequencing dari episentrum atau pusat wabah Covid-19 di Surabaya dan sekitarnya. Dari total 13 whole genome sequencing ini, baru dua galur yang diidentifikasi sebagai galur Covid-19 yang beredar di Eropa. Sebelas galur sisanya masih dilabeli others atau masih belum masuk kategori yang dikenali oleh GISAID, yaitu bank data influenza dan coronavirus dunia.

Menurut Staf Khusus Kementerian BUMN Nanang Pamuji, pandemi Covid-19 ini bisa menjadi momentum tidak hanya dari hilirisasi namun juga mulai dari hulu produk kesehatan. Ke depan, BUMN didorong memiliki kerja sama yang lebih erat dengan universitas dan lembaga penelitian.

"Karena kita bisa membantu kekurangan resource dan membantu di lembaga penelitian. Lalu bisa kita jadikan starting point penguatan industri vaksin ke depan, jadi tidak hanya menciptakan vaksin Covid-19 tapi juga menciptakan vaksin-vaksin yang lain. Sehingga industri vaksin kita semakin maju dan mengurangi impor," imbuh Nanang Pamuji.

Selain dari Kementerian Kesehatan, Kemenristek/BRIN, Kementerian BUMN dan Kementerian Luar Negeri, tim nasional percepatan pengembangan vaksin Covid-19 ini juga terdiri dari Lembaga Pemerintah Non Kementerian seperti BPPT, LBM Eijkman, LIPI, peneliti dan perekayasa dari Perguruan Tinggi dan Lembaga Penelitian serta peneliti diaspora, lembaga pemerintah seperti Litbangkes dan BPOM serta BUMN yaitu perusahaan farmasi Bio Farma, atau swasta seperti Kalbe Farma. Sebagai ketua pelaksana harian percepatan pengembangan vaksin Covid-19 akan dikoordinasikan oleh Ali Ghufron Mukti, yang saat ini sekaligus sebagai Ketua Konsorsium Riset dan Inovasi Covid-19. Ali juga menjabat Dirjen Sumber Daya Iptek Dikti Kemenristek/BRIN.

Uji Klinis Herbal

Kabar untuk kemandirian penangkal Covid-19 lainnya datang dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Pada Senin (08/06/2020) malam telah dilakukan uji klinis kandidat immunomodulator yang berasal dari tanaman herbal asli Indonesia untuk pasien Covid-19 di Rumah Sakit Darurat Penanganan Covid-19 Wisma Atlet Kemayoran, Jakarta. Uji klinis dilakukan tim dari Lembaga LIPI, Perkumpulan Dokter Pengembang Obat Tradisional dan Jamu Indonesia (PDPOTJI), Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Kesehatan, dan tim dokter Rumah Sakit Darurat Penanganan Covid-19 Wisma Atlet Kemayoran dengan pendampingan regulasi dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).

Uji klinis dilakukan pada 90 pasien Covid-19. Dua produk yang akan diuji klinis adalah Cordyceps militaris dan kombinasi herbal yang terdiri dari rimpang jahe, meniran, sambiloto dan daun sembung. Kepala LIPI, Laksana Tri Handoko menjelaskan, ini adalah uji klinis produk herbal pertama yang ditujukan untuk penanganan Covid-19 di Indonesia, yang dipimpin dan dirancang oleh peneliti Indonesia.

Tri Handoko menjelaskan, bila berhasil, uji klinis ini akan membuktikan bahwa suplemen yang selama ini telah diproduksi bisa diklaim untuk penanganan Covid-19. "Sehingga berpotensi untuk menjadi produk ekspor unggulan Indonesia," ungkap Handoko.

Masteria Yunovilsa Putra dari Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI selaku Koordinator Kegiatan Uji Klinis Kandidat Immunomodulator dari Herbal untuk Penanganan Covid-19 menjelaskan, kombinasi herbal yang akan sedang diuji klinis tersebut sudah memiliki nomor ijin edar. "Ada prototype dan datanya serta sudah memiliki izin edar dari BPOM," jelas Masteria.

Dirinya mengungkapkan, obat dan suplemen herbal ini diharapkan tidak hanya untuk mengobati, namun dapat digunakan sebagai pencegahan untuk Orang dalam Pengawasan (ODP) dan Pasien dalam Pengawasan (PDP) yang terindikasi Covid-19. "Diharapkan pada bulan Juli analisis dan hasil sementara dari uji klinis sudah terlihat," ujar Masteria.

Risetnya sendiri telah dilakukan sejak bulan Maret lalu, diawali dengan pengkajian ilmiah terhadap beberapa komoditas herbal Indonesia yang diperkirakan memiliki aktivitas imunomodulator. Kegiatan pengkajian ilmiah ini dikerjakan oleh tim peneliti LIPI, Universitas Gadjah Mada Yogykarta, dan PT. Kalbe Farma Tbk.(ris/brin/lipi/who/kemlu/antaranews/Foto: ANTARA FOTO/Moch Asim)