Panggilan ke Baitullah yang Tertunda

:


Oleh Kristantyo Wisnubroto, Senin, 8 Juni 2020 | 13:41 WIB - Redaktur: DT Waluyo - 607


Jakarta, InfoPublik - Akhir Juli 2020 sedikitnya 2,3 juta orang umat muslim dari seluruh dunia sedianya bakal berkumpul di Tanah Suci Arab Saudi. Mereka akan menjalankan ibadah haji. Selama lebih dari sebulan sejak akhir Juni sampai Agustus, mereka beraktivitas di dua kota; Mekkah dan Madinah.

Prosesi haji dan umrah selama ini merupakan pendapatan utama dari Kerajaan Arab Saudi sebagai Penjaga Kota Suci Mekkah dan Madinah. Namun, seturut dengan pandemi Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) yang juga melanda Arab Saudi membuat kegiatan ibadah umrah pada Maret lalu sudah ditutup. Adapun sampai saat ini, pemerintah Arab Saudi khusus Raja Salman dan Menteri urusan Haji dan Umrah belum memberikan keputusan soal pelaksaan haji 1441 hijriah di tahun 2020 ini.

Sampai akhirnya, Menteri Agama Fachrul Razi mengumumkan pada Selasa (02/06/2020) pemerintah Indonesia resmi membatalkan pelaksaanaan haji tahun ini.

Menag menjelaskan bahwa keputusan tersebut diambil karena hingga saat ini pihak Arab Saudi tidak membuka akses pelaksanaan haji 2020 untuk seluruh negara di dunia. Untuk itu pemerintah menganggap tidak lagi ada waktu yang cukup untuk menunggu kelanjutan keputusan Arab Saudi.

"Sebab, tanggal 26 Juni telah disepakati sebagai jadwal pemberangkatan awal jemaah haji Indonesia," ujarnya Menag Fachrul Razi seraya menambahkan keputusan ini memang dilaksana dengan berat hati.

Keputusan pemerintah ini diambil setelah melakukan komunikasi dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Komisi VIII DPR RI. Pembatalan pemberangkatan jamaah haji tersebut berdasarkan Keputusan Menteri Agama Nomor 494/2020. Sesuai dengan amanat undang-undang selain persyaratan ekonomi dan fisik, kesehatan dan keselamatan jemaah haji harus diutamakan mulai dari embarkasi, di Tanah Suci hingga kembali ke Tanah Air.

Situasi global memang tidak memungkinkan dilaksanakan haji tahun ini. Sebanyak 200 lebih negara dan teritori sudah terjangkit Covid-19. Di tengah upaya Arab Saudi memutus mata rantai penularan virus corona amat muskil pelaksanaan haji menerapkan jaga jarak alias physical distancing. Pencegahan selama di Tanah Suci tidak cukup hanya rajin cuci tangan dan pakai masker. Kenapa? Semua rangkaian ibadah haji selalu berkerumun, mulai thawaf, sai, wukuf di Arafah, mabit di Muzdalifah, stay di Mina, dan lontar Jumrah. Belum termasuk shalat Jumatnya. Mencium Hajar Aswad. Doa-doa di tempat mustajab, seperti Multazam, Hijr Ismail, Raudhah, dan lainnya.

Kabar dari Arabnews, Jumat (05/06/2020), pemerintah kota Jeddah telah memutuskan kembali melakukan isolasi selama 15 hari termasuk menutup masjid setelah ada lonjakan kasus Covid-19 dalam seminggu terakhir.

Bisa dibayangkan jika risiko yang ditanggung oleh jutaan jemaah. Virus bisa datang dari jemaah luar Timur Tengah atau dari warga lokal yang sedang berhaji maupun petugas di wilayah kegiatan haji. Bakal ada klaster penularan baru jika haji dipaksakan Juni hingga Agustus ini, ketika kasus Covid-19 belum mereda dan belum ditemukan vaksin/obat mujarab untuk menangkalnya.

Kuota Haji Indonesia tahun 2020 berjumlah 221.000. Jumlah ini terdiri dari 203.320 kuota haji reguler dan 17.680 kuota haji khusus. Termasuk para petugas haji dari Kemenag. Sudah 90 persen lebih calon jemaah yang melunasi pembiayaan haji tahun ini.

Tentu saja, keputusan pemerintah membatalkan haji di masa pandemi Covid-19 ini mengecewakan banyak calon jemaah yang sudah menunggu bertahun-tahun.

"Saya tahu ini pasti terjadi, tapi sudah resmi dibatalkan mau bagaimana lagi. Jelas kecewa karena saya sudah menunggu dan menabung untuk haji ini bertahun-tahun," ungkap Ria Taurisnawati, 37, pegawai negeri sipil di Jakarta.

Ria mengaku persiapan ibadah haji ke Baitullah sudah beres. Semua pakaian ihram dan perlengkapan pribadi telah siap termasuk vaksinasi. Namun, rupanya Tuhan punya rencana lain.

Akibat tidak ada kepastian dari pemerintah Arab Saudi, India telah menetapkan 100 persen pengembalian (refund) biaya haji 2020 kepada warga mereka.

Begitu pula, pada bulan lalu Singapura telah membatalkan keberangkatan haji warga mereka terkait pandemi Covid-19 ini.

Pembatalan pemberangkatan jamaah haji tahun 2020/1441 Hijriah bukan yang pertama kali dilakukan oleh Pemerintah Indonesia.

"Indonesia juga pernah menutup pada 1946,1947 dan 1948 karena pertimbangan adanya agresi Belanda," kata Menteri Agama Fachrul Razi.

Dari kajian literatur serta menghimpun data dan informasi tentang pelaksanaan haji di masa pandemi di masa lalu diperoleh fakta bahwa penyelenggaraan ibadah haji pada masa terjadinya wabah menular telah mengakibatkan tragedi kemanusiaan dimana puluhan ribu jamaah haji menjadi korban.

Pemerintah Saudi Arabia pernah menutup penyelenggaraan haji pada tahun 1814 karena wabah tha'un, lalu pada 1837 dan 1858 karena epidemi penyakit dan pada 1892 karena wabah kolera serta 1987 karena wabah meningitis. Sejak berdiri Kerajaan Arab Saudi pada tahun 1932, prosesi ibadah haji di Tanah Suci Mekkah dan Madinah belum pernah dibatalkan.

Pembatalan haji tahun ini juga membuat repot seluruh Kantor Kementerian Agama di daerah. Salah satunya di Kota Batam, Kepulauan Riau.

Kepala Kantor Kemenag Batam Zulkarnain Umar mengungkapkan terdapat 627 calon jemaah haji asal Batam batal berangkat ke Tanah Suci. Jemaah yang tidak jadi “naik haji” tahun ini akan diberangkatkan pada musim haji tahun depan.

Untuk mempermudah penyampaian informasi ke semua jemaah, Kemenag Batam akan mengerahkan petugas Kantor Urusan Agama (KUA) yang tersebar di 12 kecamatan. Petugas nanti akan menyampaikan informasi penundaan ini melalui grup haji yang ada.

Lebih lanjut, Zulkarnain mengatakan apabila ada calon jemaah yang ingin membatalkan keberangkatan, misal karena lanjut usia atau masalah kesehatan, boleh mengajukan pengunduran diri. Uang yang sudah dibayar dapat dikembalikan ke jemaah tersebut.

Pengembalian Dana Haji

Pemerintah memutuskan membatalkan keberangkatan jemaah pada penyelenggaraan ibadah haji 1441H/2020M berdasarkan Keputusan Menteri Agama (KMA) No 494 tahun 2020. Lantas, bagaimana dana setoran pelunasan jemaah haji?

Sistem Informasi dan Komputerisasi Haji Terpadu (Siskohat) mencatat, ada 198.765 jemaah haji reguler yang telah membayarkan dana setoran pelunasan Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih) 1441H/2020M. Jumlah ini tersebar di 13 Embarkasi, yaitu: Aceh (4.187 jemaah), Balikpapan (5.639), Banjarmasin (5.495), Batam (11.707), Jakarta-Bekasi (37.877), Jakarta-PondokGede (23.529), Lombok (4.505), Makassar (15.822), Medan (8.132), Padang (6.215), Palembang (7.884), Solo (32.940), dan Surabaya (34.833).

Besaran dana setoran pelunasan yang mereka bayarkan beragam, sesuai dengan embarkasi keberangkatan. Bipih terrendah adalah Embarkasi Aceh (Rp31.454.602) dan tertinggi Embarkasi Makassar (Rp38.352.602). Jika setoran awal jemaah haji adalah Rp25 juta, maka dana setoran pelunasan yang dibayarkan pada rentang Rp6.454,602 sampai Rp13.352.602.

Bagaimana nasib dana setoran pelunasan tersebut, Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama, Nizar menjelaskan bahwa dana setoran pelunasan jemaah haji 1441H akan dikelola oleh Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH). Namun, setoran pelunasan Bipih 1441H ini akan dikelola secara terpisah oleh BPKH.

"Sesuai KMA No 494 tahun 2020, dana setoran pelunasan itu akan dikelola terpisah dan nilai manfaatnya akan diberikan oleh BPKH kepada jemaah haji paling lambat 30 hari sebelum pemberangkatan kloter pertama penyelenggaraan haji 1442H/2021M," tegas Nizar di Jakarta, Rabu (03/06/2020).

Selain itu, Kementerian Agama juga membuka opsi lain bagi jemaah haji 1441H/2020M. Jemaah yang sudah melunasi dan batal berangkat haji tahun ini, juga dapat meminta kembali dana setoran pelunasan Bipih. Namun, yang bisa diminta kembali adalah dana setoran pelunasan awalnya, bukan dana setoran awalnya. Sebab, jika jemaah juga menarik dana setoran awalnya, berarti dia telah membatalkan rencana mendaftar hajinya.

Permohonan pengembalian dana pelunasan ini, lanjut Nizar, disampaikan melalui Kankemenag Kabupaten/Kota tempat mendaftar. Nantinya, Kankemenag yang akan memproses ke Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah dan selanjutnya diproses ke BPKH.

"BPKH yang akan menerbitkan surat perintah membayar kepada Bank Penerima Setoran (BPS) agar mentransfer dana setoran pelunasan itu kepada rekening jemaah haji," tuturnya.

Kenapa BPKH? Nizar menjelaskan, dana haji sejak 2018 sudah diserahkan kepada dan dikelola sepenuhnya oleh BPKH. Hal itu ditandai dengan terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2018 pada 13 Februari 2018. Peraturan ini mengatur tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji.

"Saat itu, (Februari 2018), tercatat dana haji mencapai Rp103 triliun, dan sejak itu semuanya sudah menjadi wewenang BPKH. Rilis terakhir BPKH menyebut dananya sudah mencapai Rp135 triliun, kata Nizar.

Ditambahkannya, sekarang Kementerian Agama sudah tidak mempunyai tugas pokok dan fungsiuntuk mengelola, apalagi mengembangkan dana haji dalam bentuk apapun. (agm/setkab/al-jazeera/afp/MC Batam/Foto: Petugas Kemenag melintas di Asrama Haji Embarkasi Medan/ANTARA FOTO/Septianda Perdana)