Kriteria Epidemiologi Basis Kenormalan Baru di 102 Daerah

:


Oleh Kristantyo Wisnubroto, Minggu, 31 Mei 2020 | 18:39 WIB - Redaktur: DT Waluyo - 928


Jakarta, InfoPublik - Pemerintah akhirnya menetapkan 102 daerah yang termasuk dalam zona hijau atau aman dari pandemi Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) untuk menerapkan Kenormalan Baru (the New Normal). Artinya, masyarakat di daerah tersebut sudah bisa melakukan aktivitas produktif seperti sediakala namun tetap wajib mematuhi protokol kesehatan. Adapun beberapa pembatasan masih dilakukan untuk mencegah Covid-19 merebak kembali seperti belajar di rumah dan pengaturan kapasitas transportasi umum.

Dari analisis dan pemetaan yang dilakukan oleh pakar, pemerintah melakukan kategorisasi daerah sesuai tingkat risiko terdampak virus SARS-CoV-2 berdasarkan warna yakni zona hijau, zona kuning, zona orange dan zona merah.

Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Doni Monardo menjelaskan, zona hijau berarti kabupaten/kota yang belum terdampak Covid-19. Zona kuning berarti kabupaten/kota dengan tingkat risiko rendah. Zona oranye kabupaten/kota dengan tingkat risiko sedang, dan zona merah kabupaten/kota dengan tingkat risiko yang tinggi.

"Gugus Tugas Pusat telah menyiapkan strategi bagi setiap kategori daerah. Daerah zona merah menjadi prioritas untuk menjadi zona oranye," kata Doni Monardo di Media Center Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Graha Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Jakarta, Sabtu (30/05/2020).

Sedangkan untuk zona oranye akan terus dikontrol untuk bisa menjadi zona kuning, dan zona hijau terus kita pertahankan, agar tidak menjadi zona kuning atau oranye.

"Kemarin, tanggal 29 Mei 2020, Bapak Presiden Jokowi, memerintahkan Ketua Gugus Tugas untuk memberikan kewenangan kepada 102 pemerintah kabupaten/kota yang saat ini, berada dalam zona hijau, untuk melaksanakan kegiatan masyarakat produktif dan aman Covid-19," ujar mantan Pangdam Siliwangi tersebut.

Hal ini dilakukan berdasarkan protokol kesehatan yang ketat, kehati-hatian, serta tetap waspada terhadap ancaman Covid-19.

Setiap daerah juga harus memperhatikan ketentuan tentang testing yang masif, tracing yang agresif, isolasi yang ketat, serta treatment yang dapat menyembuhkan pasien Covid-19

Ketua Tim Pakar Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Wiku Adisasmito menjelaskan bahwa dalam menentukan suatu daerah dapat kembali melaksanakan aktivitas ekonomi yang produktif dan aman Covid-19, pemerintah telah menggunakan berbagai indikator kesehatan masyarakat yang berbasis data sebagai landasan ilmiah.

Dalam hal ini, data pendekatan yang dipakai adalah berdasarkan kriteria epidemiologi, surveilans kesehatan masyarakat dan pelayanan kesehatan sesuai rekomendasi Badan Kesehatan Dunia (WHO).

"Sesuai dengan rekomendasi WHO, kami menggunakan pendekatan atau kriteria epidemiologi, surveilans kesehatan masyarakat, serta pelayanan kesehatan," ujar Wiku Adisasmito.

Pada penerapannya, ada 11 indikator utama yang dipakai guna melihat penurunan jumlah kasus selama dua minggu sejak puncak terakhirnya, dengan target lebih dari 50 persen untuk setiap wilayah.

Adapun penurunan angka yang dilihat tersebut adalah berdasarkan dari jumlah yang meninggal, penurunan jumlah kasus positif, termasuk kasus Orang Dalam Pemantauan (ODP) dan Pasien Dalam Pengawasan (PDP) yang dirawat di rumah sakit, juga jumlah pasien sembuh dan selesai pemantauan.

Selain itu, indikator lain adalah dengan melihat hasil dari jumlah pemeriksaan laboratorium, di mana positivity rate-nya harus di bawah 5 persen, dan penggunaan metode pendekatan RT atau R-T yang disebut angka reproduktif efektif kurang dari 1.

Berdasarkan dari pengelolaan data kasus Covid-19 sebagai indikator tersebut, Gugus Tugas mendapatkan hasil di mana terdapat sebanyak 102 wilayah yang dinyatakan aman dan dikelompokkan dalam zona hijau. Seluruh wilayah tersebut selanjutnya diberikan wewenang untuk melaksanakan kegiatan masyarakat produktif dan aman Covid-19.

Adapun 102 wilayah tersebut meliputi Provinsi Aceh ada 14 kabupaten/kota, Sumatera Utara ada 15 kabupaten/kota, Kepulauan Riau ada 3 kabupaten, Riau 2 Kabupaten, Jambi 1 kabupaten, Bengkulu 1 kabupaten, Sumatera Selatan 4 kabupaten/kota, Bangka Belitung 1 kabupaten dan Lampung 2 kabupaten.

Kemudian Jawa Tengah ada 1 kota, Kalimantan Timur, 1 kabupaten, Kalimantan Tengah, 1 kabupaten, Sulawesi Utara, 2 kabupaten, Gorontalo, 1 kabupaten, Sulawesi Tengah, 3 kabupaten, Sulawesi Barat, 1 kabupaten, Sulawesi Selatan, 1 kabupaten, Sulawesi Tenggara, 5 kabupaten/kota.

Selanjutnya Nusa Tenggara Timur ada 14 kabupaten/kota, Maluku Utara, 2 kabupaten, Maluku, 5 kabupaten/kota, Papua, 17 kabupaten/kota dan Papua Barat 5 kabupaten/kota.

Dari keseluruhan wilayah tersebut, Wiku berharap agar peningkatan kesehatan masyarakat dapat terus ditingkatkan, baik secara individu maupun secara bersama-sama. Hal itu penting mengingat bahwa pandemi Covid-19 merupakan bentuk kedaruratan kesehatan masyarakat.

"Kita perlu meningkatkan ketahanan kesehatan masyarakat kita, kita semua paham keadaan saat ini adalah kedaruratan kesehatan masyarakat dan terutama virus ini melalui droplets, maka dari itu kita pastikan bahwa kita harus menggunakan masker, jaga jarak, dan cuci tangan. Dan ini, perilaku ini harus dilakukan secara baik oleh individu maupun secara bersama-sama secara kolektif," ujar Wiku.

Dia menuturkan, apabila perilaku tersebut dapat dilakukan mulai dari tingkat rumah tangga, keluarga, RT, RW, seluruhnya hingga tingkat nasional, maka hal itu akan menyulitkan perkembangbiakan virus corona jenis baru penyebab Covid-19.

Pada kesempatan tersebut, Doni Monardo meminta kepada para bupati dan walikota, selaku ketua Gugus Tugas tingkat kabupaten/kota, agar proses pengambilan keputusan pada tiap wilayah dalam melaksanakan Aktivitas Masyarakat Produktif dan Aman Covid-19 dapat melalui Forkompinda dan Dewan Permusyawaratan Rakyat Daerah (DPRD), serta melibatkan segenap komponen ‘pentahelix’ yang meliputi pemerintah, dunia usaha, akademisi, masyarakat dan media massa.

"Agar proses pengambilan keputusan harus melalui Forkompinda dengan melibatkan segenap komponen masyarakat, termasuk pakar kedokteran, Ikatan Dokter Indonesia, pakar epidemiologi, pakar kesehatan masyarakat, tokoh agama, tokoh budaya, atau budayawan, tokoh masyarakat, pakar di bidang ekonomi kerakyatan, tokoh pers di daerah, dunia usaha, dan tentunya DPRD, melalui pendekatan kolaborasi pentahelix berbasis komunitas," tegas Doni.

Dalam proses tersebut, Doni Monardo yang juga Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) berharap agar para bupati/walikota dapat melakukan konsultasi dan koordinasi yang ketat dengan pemerintah provinsi, khususnya kepada para Gubernur.

Proses pengambilan keputusan tersebut juga harus melalui tahapan prakondisi, yaitu edukasi, sosialisasi, kepada masyarakat, dan juga simulasi sesuai dengan sektor atau bidang yang akan dibuka.

Adapun sektor yang dimaksud adalah seperti pembukaan rumah ibadah masjid, gereja, pura, vihara. Selain itu juga pasar atau pertokoan, transportasi umum, hotel, penginapan, dan restoran, perkantoran, dan bidang-bidang lain, yang dianggap penting, namun aman dari ancaman Covid-19.

"Tahapan-tahapan sosialisasi tersebut, tentunya harus bisa dipahami, dimengerti, dan juga dipatuhi oleh masyarakat. Intinya, keberhasilan masyarakat produktif dan aman Covid-19 sangat tergantung dari proses ini," imbuh Doni Monardo.

Analisis Data

Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 telah menggunakan sistem informasi terintegrasi Bersatu Lawan Covid-19 (BLC) untuk analisis data yang kemudian dijadikan sebagai landasan pemulihan Aktivitas Masyarakat Produktif dan Aman Covid-19.

Melalui sistem tersebut, pelaporan data dari daerah hingga ke pusat dapat lebih cepat, sehingga dapat memaksimalkan kinerja untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan risiko-risiko maupun daerah rawan yang ada di sekitarnya.

Pakar Informatika Penyakit Menular dan Epidemiologi, Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Dewi Nur Aisyah mengatakan, sistem BLC telah mencatat sebanyak 39.000 data penyelidikan epidemiologi hingga Sabtu (30/05/2020).

Adapun data penyelidikan tersebut berasal dari Orang Dalam Pemantauan (ODP), Pasien Dalam Pengawasan (PDP), pasien positif, kontak erat pelaku perjalanan yang di dapatkan dari Puskesmas, Rumah Sakit (RS) dan Dinas Kesehatan. Selain itu data dari sistem tersebut juga diintegrasikan dengan RS Online di bawah koordinasi Dirjen Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI.

Kemudian untuk konfirmasi kasus, sistem BLC telah terintegrasi dengan sistem Orlitbangkes dan datanya juga sudah dibersihkan dan dibersihkan oleh sistem surveilans dari Dirjen P2P Kementerian Kesehatan.

Sistem BLC juga mencatat seluruh data logistik, mulai dari data gudang, logistik RS dan laboratorium, dan ketersediaan barang serta jangkauan distribusinya.

"Data logistik, kami lihat bahwa datanya sudah masuk dari data gudang untuk melihat ketersediaan dan distribusi dari logistik rumah sakit dan laboratorium, mencakup alat kesehatan, APD, dan juga obat-obatan," kata Dewi Nur Aisyah.

Selain itu, sistem BLC juga menghimpun integrasi data dari Aplikasi Peduli Lindungi, untuk melihat dan mencatat mobilitas penduduk yang didukung dengan model SDLC, yang akan diperuntukkan untuk mencatat pelaku perjalanan yang akan melakukan perjalanan dari satu daerah ke daerah yang lain.

Pada dasarnya, sistem Bersatu Lawan Covid-19 merupakan buah kolaborasi dan koordinasi yang sangat baik antar komponen Gugus Tugas yang merupakan lintas kementerian, lintas lembaga, lintas sektor sehingga dapat memudahkan untuk menganalisis hingga pengambilan kebijakan ke depannya.

Target Penurunan Kasus 50 Persen

Adapun implementasi sistem BLC untuk analisis sebagai landasan pemulihan Aktivitas Masyarakat Produktif dan Aman Covid-19 juga mengacu pada 11 indikator dari pilar epidemiologi, surveilans kesehatan masyarakat, dan juga pelayanan kesehatan.

Dari keseluruhan data sistem BLC tersebut kemudian dihimpun, diberikan bobot, dilakukan scoring untuk kemudian dijadikan landasan apakah sebuah daerah, sebuah wilayah memiliki risiko kenaikan kasus Covid rendah, sedang, atau tinggi.

"(Dari sistem BLC) kita dapat lihat data-data yang masuk, terutama dari Kementerian Kesehatan, kami olah datanya, kita bersihkan, kita analisis sehingga dapat kita lihat kapan puncak kasus positif terjadi," jelas Dewi Nur Aisyah.

Dalam hal ini, pemerintah telah menargetkan penurunan kasus hingga 50 persen, di mana hal itu harus terus dipantau setiap minggunya, termasuk kasus ODP dan PDP di tengah masyarakat.

"Target penurunan adalah 50 persen. Di sini kita bisa lihat setiap minggunya berapa persen penurunannya dan tercatat kurang lebih 40 persen. Begitu juga dengan kasus ODP dan PDP, kita lihat berapa banyak jumlah penurunan kasusnya yang ada di masyarakat,” ujar Dewi.

Selain dari jumlah kasus positif, Gugus Tugas juga memonitor data yang meninggal dunia, baik dari pasien positif, ODP maupun PDP setiap minggunya melalui sistem BLC.

"Kami juga melihat dari jumlah orang yang meninggal. Meninggal dari kasus pasien positif maupun meninggal dari pasien ODP dan PDP. Target penurunan adalah 50 persen dan semua juga sudah tercatat di dalam sistem, setiap minggunya berapa penurunan yang dapat terjadi di sebuah daerah," jelas Dewi.

Selanjutnya, hal yang harus dipantau adalah kenaikan kesembuhan di suatu wilayah. Kesembuhan ini berlaku untuk pasien positif dan yang kedua adalah untuk ODP yang selesai pemantauan atau PDP yang selesai pengawasan.

"Kita mengharapkan grafiknya terus menanjak ke depan. Selanjutnya adalah orang yang dirawat di rumah sakit, ini juga kita lihat berapa banyak orang yang dirawat: semakin turun jumlah orang yang dirawat, baik pasien positif maupun ODP dan PDP menunjukkan sebuah daerah memiliki kesiapan yang baik," kata Pakar Informatika Penyakit Menular dan Epidemiologi Gugus Tugas.

Kemudian, Dewi juga menjelaskan bahwa hal yang harus dilihat adalah jumlah spesimen yang diperiksa oleh laboratorium. Dalam hal ini targetnya adalah sebanyak lima persen.

"Targetnya adalah yang positif hanya 5 persen, jika yang positif mencapai 5 persen maka menunjukkan bahwa sudah baik, penularan yang ada di masyarakat dapat terkontrol dengan baik," ujar Dewi Nur Aisyah.

Dari indikator tersebut, sudah ada 102 Kabupaten/Kota di Indonesia yang menunjukkan dalam kondisi aman untuk pemulihan Aktivitas Masyarakat Produktif dan Aman Covid-19.

Kendati sudah dinyatakan aman, namun Dewi juga mengingatkan bahwa Covid-19 adalah penyakit yang sifatnya dinamis. Oleh sebab itu, dia meminta agar masyarakat dapat tetap mengutamakan penerapan protokol kesehatan di setiap lini sektor yang ada.

"Pada hari ini seseorang dapat berstatus ODP, kemudian hari menjadi positif, dan kemudian beberapa hari kemudian menjadi sembuh misalnya. Sifatnya sangat dinamis, dapat menyebar dengan sangat cepat, oleh sebab itu pesan dari saya adalah tetap mengutamakan penerapan protokol kesehatan di setiap lini sektor yang ada," pungkas Dewi Nur Aisyah. (bnpb/kes/Foto: ANTARA FOTO/Arif Firmansyah)