Berdayakan Sumber Daya dan Kearifan Lokal

:


Oleh Kristantyo Wisnubroto, Kamis, 14 Mei 2020 | 07:36 WIB - Redaktur: DT Waluyo - 1K


Jakarta, InfoPublik - Sejak Pemberlakuan Sosial Berskala Besar (PSBB) diberlakukan pertama kali pada 10 April-23 April 2020 di Provinsi DKI Jakarta, di sinilah peran pemerintah daerah menjadi komandan lapangan pengendalian pandemi Coronavirus Disease 2019 (Covid-19).

Sampai 12 Mei 2020, pemerintah merasa perlu mengevaluasi pelaksanaan PSBB mengingat wabah ini sudah merambah 34 provinsi dan 415 kabupaten/kota. Sedikitnya lebih dari 14 ribu orang terinfeksi positif virus SARS-CoV-2 dan 1.007 meninggal dunia. Adapun tren kesembuhan pasien Covid-19 terus meningkat menjadi 3.063 orang.

Pengujian polymerase chain reaction (PCR) sampel orang terduga Covid-19 di laboratorium terus meningkat dari rata-rata 4.000 an perhari kini sudah mencapai 7.000-an. Total orang yang telah diambil spesimennya mencapai 119.728.

Sejak awal Mei 2020 setidaknya ada 18-19 daerah yang tidak bertambah kasus positifnya. Yang menarik adalah di DKI Jakarta, wilayah episentrum nasional, sejumlah rumah sakit rujukan berangsur-angsur mulai berkurang jumlah pasiennya, ada sisa dari kapasitas ruang perawatan. Berbeda situasnya saat akhir Maret sampai April. Rumah sakit rujukan penuh dan kekurangan paramedis.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) ketika rapat terbatas dengan para kepala daerah dan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 menyampaikan bahwa sudah ada 4 provinsi dan 72 kabupaten/kota yang melaksanakan PSBB.

"Dan juga provinsi atau kota/kabupaten yang belum melaksanakan PSBB tetapi memakai cara yang lain yang saya lihat juga ada yang berhasil," tutur Presiden saat mengawali Rapat Terbatas, Selasa (12/05/2020).

Kepala Negara sampai menyebut provinsi Bali sebagai daerah yang belum menerapkan PSBB namun mampu mengendalikan wabah Covid-19 dengan baik. Padahal, Bali selama ini dikenal sebagai daerah tujuan pelancong dari Tiongkok, negara pertama yang mengalami pagebluk corona sejak Desember 2019.

Presiden Jokowi menginginkan sebuah evaluasi yang detail pada provinsi, kabupaten dan kota mengenai data tren penambahan atau penurunan kasus positif baru di setiap daerah, baik yang melakukan PSBB maupun tidak.

Jokowi menilai ada beberapa daerah PSBB justru efektivitas penanganan wabah tidak sebaik daerah yang belum menerapkan PSBB. Dari 10 provinsi terbanyak terjangkit Covid-19, hanya tiga provinsi yang melakukan status PSBB, yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Sumatera Barat, sedangkan tujuh provinsi lainnya masih non PSBB.

Setidaknya menurut Jokowi ada perbandingan daerah yang menerapkan PSBB maupun non PSBB. Ia mendengar laporan bahwa memang ada inovasi-inovasi di lapangan disesuaikan proses di daerah masing-masing.

Satu hal, wilayah Jabodetabek adalah adalah contoh manajemen pengendalian PSBB yang tidak terjebak pada batas-batas administrasi kepemerintahan.

Kepada Gugus Tugas dan pemerintah daerah, Presiden meminta pelonggaran untuk PSBB agar dilakukan secara hati-hati dan tidak tergesa-gesa.

"Semuanya didasarkan pada data-data lapangan, pelaksanaan lapangan sehingga keputusan itu betul-betul sebuah keputusan yang benar. Hati-hati mengenai pelonggaran PSBB," imbuh Presiden.

Kendati, terdapat indikasi penurunan kasus di beberapa daerah, situasi pandemi di Indonesia belum bisa dinyatakan aman. Pun pelonggaran harus dilakukan secara ketat dengan tetap mematuhi protokol kesehatan. Itulah yang dimaksud keadaan New Normal setelah tiga bulan berjibaku dalam kondisi "terkunci" di rumah. Berdamai dengan situasi yang berubah pasca Covid-19.

Untuk itu, pemerintah tetap mengingatkan jajaarannya agar terus meningkatkan kapasitas tes massal, fasilitas rumah sakit untuk menyembuhkan pasien positif dan laboratorium serta mengawal kebijakan jaring pengaman sosial tepat sasaran. Penerapan protokol kesehatan terus dilakukan di semua sektor.


Pengalaman Daerah

Bagaimana pengalaman dari pemerintah daerah dalam mengendalikan Covid-19? Gubernur Sumatera Barat (Sumbar) Irwan Prayitno, menyampaikan bahwa kunci dari semua itu adalah kekuatan testing, tracking, isolasi, dan treatment. Sebagai pimpinan di Sumbar ia mendapatkan dukungan dari para bupati dan wali kota dalam menangani pandemi Covid-19.

"Bahwasanya di Sumatera Barat, terakhir data data kemarin 299 yang positif. Namun demikian dari 299 positif ini, 72% adalah ODP (orang dalam pemantauan) dan OTG (orang tanpa gejala). Jadi sisanya 27 koma sekian itu adalah PDP. Dari 299 yang positif itu sebenarnya tanggal 22 April, mulai pertamanya PSBB di Sumatera Barat yang pertama, tidak ada lagi yang impor," ujar Gubernur Sumbar.

Jadi, menurut Gubernur Sumbar, kasusnya tidak ada lagi impor sejak tanggal 22 April, impor itu datang dari luar Sumatera Barat. Ada 40 kasus impor yang mengawali 299 kasus itu.

"Dan kemudian itu menunjukkan bahwa dari PSBB tanggal 22 April yang disambut tanggal 24 April larangan mudik Permenhub No. 25 Tahun 2020, kita dianggap cukup efektif dalam artian tidak muncul lagi impor positif dari luar Sumatera Barat," imbuh Irwan Prayitno.

Dari 299 kasus tersebut tidak muncul klaster baru setelah tanggal 22 April berdasar kajian yang dibuat dari tim Dinas Kesehatan Provinsi bersama Dinas kota/kabupaten, kemudian juga dikuatkan dari hasil laboratorium dari Fakultas Kedokteran Universitas Andalas (Unand).

"Data dokter Andani (Kepala Lab FK Unand) menyebutkan bahwa dari 299 itu tidak ada kasus baru penambahannya tapi dari yang sebelum tanggal 22 April dengan klaster-klaster yang sudah muncul sebelumnya dan itu terjadinya transmisi lokal. Dan kemudian berikutnya setelah tanggal 22 April ketika PSBB, PDP pasien yang ada dalam pengawasan dari 14% menurun jadi 12%, menurun menjadi 4%. Jadi PDP menurun pada saat PSBB ini,” kata Gubernur Sumbar.

Kunci pengendalian Provinsi Sumbar adalah melaksanakan arahan Presiden Jokowi untuk melaksanakan testing secepat dan sebanyak mungkin.

Laboratorium Fakultas Kedokteran Unand semenjak tanggal 23 Maret sampai saat ini sudah lebih dari 9.000 spesimen yang diperiksa. Rata-rata spesimen yang diperiksa lab bisa 300 bahkan pernah mencapai 758. Pemeriksaan swab sudah menjangkau kelompok ODP, OTG serta perantau masuk ke Sumbar sejak 20 hari terakhir.

Dengan kemampuan lab sendiri, menurut Irwan Prayitno, hasil tes swab bagi pasien dalam perawatan (PDP) dalam waktu enam jam sudah bisa diketahui hasilnya. Sedangkan bagi ODP dan OTG sedikitnya hasilnya keluar dalam 24 jam.

"Saat ini kita masih menunggu mesin ekstraksi yang Insyaallah dari BNPB akan dibantu. Itu bisa sampai 1.500 (spesimen) nanti dan kita bisa membantu provinsi tetangga untuk melakukan testing," ungkap Irwan Prayitno.

Dari hasil PDP, ODP dan OTG lalu segera dilakukan pelacakan (tracking) masif. Dukungan dari para bupati dan walikota se-Sumbar begitu kuat sebab 1 orang dinyatakan positif sedikinya 50 spesimen swab yang diambil berdasarkan riwayat kontaknya. Pemprov bersama pemkab/pemkot bisa bertindak cepat dalam memutus transmisi lokal virus corona ini.

Hal terpenting, pihaknya sudah menyiapkan tempat-tempat isolasi di seluruh wilayah terdampak. Sejauh ini dari 19 kota/kabupaten, masih 3 yang negatif, yaitu Sawahlunto, Sijunjung, dan Kota Solok.

"Kemudian yang sudah mulai menurun yaitu Pesisir Selatan, Dharmasraya, Pasaman Barat, Pasaman Timur, dan kemudian Pariaman. Dan kemudian yang sedang berjuang tapi berbagai klasternya sudah mulai terputus yaitu antara lain Kota Padang," urai Irwan Prayitno.

Menurut Gubernur Sumber, kekuatan PSBB adalah mencegah masyarakat agar tidak terpapar di luar dan tetap terisolasi di rumah. Pembatasan sosial untuk mengurangi orang keluar dan tetap di rumah.

Apakah ada rencana untuk mencabut PSBB di Sumbar? Pihak Pemprov Sumbar menggunakan pool test dengan pendekatan multistage random sampling layaknya metode statistik survei.

Pendekatan ini, lanjut Gubernur Sumbar, sudah dilakukan kepada beberapa daerah yang negatif di Sumatera Barat dan informasi ini juga sudah dirilis ke publik.

"Mudah-mudahan pendekatan-pendekatan ini bisa memberikan sesuatu dukungan untuk mengambil kebijakan bagi kepala daerah dalam konteks meneruskan tidaknya PSBB nantinya ke depan," pungkas Gubernur Sumbar.

Kearifan Lokal

Ada beberapa daerah yang belum menetapkan PSBB namun mampu mengendalikan wabah dengan baik. Bali misalnya. Gubernur Bali, I Wayan Koster, menyampaikan bahwa Desa Adat dijadikan sebagai satu andalan utama untuk mengendalikan pergerakan masyarakat di wilayah masing-masing.

"Dalam kaitan dengan penanganan Covid-19 di Provinsi Bali sejak kasus ini muncul pada tanggal 10 Maret, maka kami langsung membuat suatu pola penanganan dalam bentuk kebijakan, kemudian operasional kebijakan, dan juga operasional di tingkat lapangan," ujar Gubernur Bali, Selasa (12/5).

Jadi, menurut Gubernur Bali, ada tiga level pelaksanaan penanganan Covid-19 di Provinsi Bali, yakni:

Satu, di tingkat provinsi adalah menurunkan suatu atau mengeluarkan suatu kebijakan berupa surat edaran, imbauan dan instruksi mendetailkan arahan dari Presiden.

Kedua, di tingkat kabupaten merupakan manajemen untuk mengkoordinasi pelaksanaan penanganan operasional Covid-19 di wilayah kabupaten/kota yang ada di Provinsi Bali.

Ketiga, di level ini menerapkan kebijakan di wilayah desa adat dengan membentuk satgas gotong royong yang melibatkan unsur-unsur desa dinas, kelurahan, babinsa, dan bhabinkamtibmas serta berbagai elemen yang ada di masyarakat.

"Jadi leading-nya di wilayah desa adat ini adalah desa adat itu sendiri karena desa adat memiliki suatu kearifan lokal dengan hukum adatnya yang bisa mengikat lebih kuat masyarakatnya di wilayah desa adat masing-masing yang ada di Provinsi Bali. Dan di Provinsi Bali itu ada 1.493 desa adat," kata Gubernur Bali.

Desa Adat atau Banjar inilah salah satu andalan utama untuk mengendalikan pergerakan masyarakat di wilayah masing-masing. Penyekatan dilakukan agar warga tidak keluar atau tidak kedatangan orang luar masuk ke wilayahnya dengan kontrol ketat.

"Kecuali memang ada kepentingan-kepentingan yang sifatnya mendesak. Sehingga dengan demikian pergerakan warga di desa adat itu betul-betul dapat dikontrol," kata mantan anggota DPR tersebut.

Kelebihan desa adat adalah selain upaya-upaya biasa yang sifatnya terlihat, di desa ini juga ada satu keyakinan dengan ritual agama yang diselenggarakan yang dinamakan Niskala, suatu ritual adat keagamaan yang menjadi keyakinan masyarakat di Bali.

"Ketika ada wabah seperti ini, itu memang ada warisan dari para leluhur yang bisa dijadikan suatu pedoman untuk melaksanakan itu secara ritual. Ini menjadi satu warisan yang sangat penting karena para leluhur kami mengajarkan dari dulu bahwa kalau ada wabah itu ada cara sendiri untuk menanganinya secara ritual," tukas Wayan Koster.

Pada kesempatan itu, Gubernur Bali juga sampaikan sudah mulai menyiapkan fasilitas kesehatan yang baik dengan jumlah dan kualitas yang memadai.

Rumah sakit rujukan di Bali tersedia 13 dengan 392 tempat tidur, lengkap dengan ruang isolasi, kemudian tenaga medis yang kompeten, peralatan penanganan Covid-19 dalam bentuk APD, rapid test, ventilator, masker dan lain-lain yang sangat memadai. Penyediaan fasilitas tersebut banyak dibantu oleh Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19.

Pemprov Bali juga sudah memiliki laboratorium uji swab berbasis PCR, yaitu di Rumah Sakit Umum Sanglah, Rumah Sakit Universitas Udayana, dan Fakultas Kedokteran Universitas Warmadewa.

"Dulu di awal-awal kami sulit melakukan uji swab karena harus ke Jakarta atau ke Surabaya, waktunya lama. Maka dengan adanya 3 laboratorium ini sekarang uji swab bisa dilaksanakan dengan cepat dalam jumlah yang banyak. Dan paling lama 24 jam hasilnya sudah keluar dengan kapasitas uji 490 spesimen sampel," imbuh Wayan Koster.

Tentu sebagai sentra pariwisata nasional, Pemprov Bali memberikan pelayanan yang baik kepada petugas medis dengan menyediakan hotel dan sarana transportasi, sehingga para tenaga medis ini betul-betul bisa bekerja dengan optimal dengan kondisi yang prima, tidak bolak-balik dari kediamannya menuju tempat bertugasnya.

"Kami memetakan bahwa pasien positif Covid-19 di Provinsi Bali sebagian besar adalah karena adanya PMI (pekerja migran Indonesia) atau anak buah kapal (ABK) dari orang Bali yang bekerja di luar negeri," ungkap Wayan Koster.

Sekitar 154.000 warga Bali yang ada di luar negeri, bekerja sebagai kru kapal pesiar, sebagian beberapa di antaranya pekerja lain, yang pulang setelah cek di lapangan inilah yang banyak positif menularkan kepada warganya dan juga kepada lingkungan-lingkungan yang lebih luas.

"Oleh karena itu kami melakukan upaya pengendalian, PMI dan ABK ini yaitu semuanya kami karantina dengan melakukan rapid test. Dulu rapid test, sekarang sudah di-swab. Jadi semua PMI dan ABK kami karantina," sambungnya.

Yang negatif, menurut Gubernur Bali, dikarantina oleh kabupaten/kota di hotel atau difasilitas yang dimiliki oleh pemerintah daerah, sedangkan PMI dan ABK yang positif, kalau positifnya orangnya sehat itu kami karantina di fasilitas yang baik ditanggung penuh oleh pemerintah provinsi.

"Kemudian kalau positifnya dengan gejala langsung dibawa ke rumah sakit mendapat penanganan yang intensif. Sehingga dengan demikian pembagian tugasnya jelas," jelasnya.

Untuk yang warga dinyatakan positif itu, menurut Gubernur Bali, langsung dikarantina oleh provinsi, yang negatif itu dikarantina oleh kabupaten/kota selama dua minggu. Sekarang pemeriksaannya harus melewati dua kali tes, ketika hasilnya negatif baru dipulangkan ke rumah.

Selain di Bali dengan memberdayakan Desa Adat, Provinsi Jawa Tengah mengedepankan gerakan Jogo Tonggo atau menjaga tetangga secara bersama-sama dengan mengedepankan kearifan lokal dalam menghadapi pandemi Covid-19.

Gubernur Jateng Ganjar Pranowo menyampaikan sesama warga di Jawa Tengah saling berbagi sumber pangan dari hasil panen masing-masing yang terus diputar agar perekonomian masyarakat terus berjalan.

"Dengan saling menjaga, tetangga kita tetap selamat, bisa makan, bisa merasa aman dan tentu saja nyaman," kata Ganjar dalam tayangan virtual di Graha BNPB, Jakarta, Selasa (12/05/2020).

Sampai saat ini, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah mengalokasikan anggaran Rp2,09 triliun untuk penanganan pandemi virus corona tipe baru. Namun, kata Gubernur Jateng, sebesar apapun anggaran yang digelontorkan oleh pemerintah tidak akan pernah cukup untuk melawan Covid-19.

Semua pihak, katanya, harus bekerja sama mulai dari pemerintah, masyarakat, dunia usaha, dan organisasi masyarakat dalam menanggulangi pandemi Covid-19 di Indonesia.

Pemprov Jawa Tengah mengerahkan sumber daya manusia yang sudah tersedia sebelumnya untuk penanganan Covid-19.

"Satgas Jogo Tonggo ini bukan organisasi yang dimulai dari nol. Melainkan mengonsolidasikan dan mengoordinasikan seluruh kegiatan yang sudah ada di kelompok sosial," jelas mantan anggota DPR tersebut.

Sumber daya manusia di Jateng yang dikerahkan tersebut, yakni sebanyak 1,3 juta lebih kader PKK, 500 ribu lebih Dasa Wisma, 230 ribu lebih satlinmas, 228 ribu kader posyandu, 55 ribu kelompok tani.

Selain itu, ada juga 39 ribu kader pemberdayaan masyarakat desa yang dibentuk dari Pemprov Jawa Tengah, 7.527 bidan desa, 3.370 pendamping desa, 8.229 gapoktan, 1.123 tagana, 5.413 penyuluh swadaya, 540 tenaga kesejahteraan sosial di level kecamatan untuk pendataan, relawan desa, tokoh masyarakat, perangkat desa, dan para ulama, serta tokoh agama.

"Potensi yang kita punya ini adalah kekuatan yang harus bisa kita optimalkan dalam melawan dampak pandemi Covid-19," tukas Ganjar Pranowo.

Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Doni Monardo, menambahkan evaluasi PSBB agar setiap daerah bisa saling belajar termasuk juga bagi provinsi yang tidak melaksanakan PSBB.

"Tujuannya adalah agar setiap daerah bisa saling belajar untuk bisa mendapatkan kelebihan atau juga mungkin melihat hal-hal yang masih belum maksimal untuk dilakukan evaluasi dalam rangka perbaikan," ujar Doni Monardo. (setkab/bnpb/Foto:ANTARA FOTO/Didik Suhartono)