Kerja Keroyokan Riset Plasma Darah Konvelesen

:


Oleh Kristantyo Wisnubroto, Selasa, 5 Mei 2020 | 19:14 WIB - Redaktur: DT Waluyo - 965


Jakarta, InfoPublik - Ratri Anindyajati, 35 tahun, pasien 03 yang berhasil sembuh dari Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) mendonorkan plasma darahnya untuk riset vaksin Covid-19. Melalui unggahan di akun Instagram pribadinya pada Sabtu 18 April 2020 lalu, ia menceritakan bagaimana proses donor plasma yang dilakukan.

Seperti dikutip dari akun instragram Ratri, ia menjalani proses donor plasma darah di Rumah Sakit Rujukan Covid-19 RSPAD Gatot Subroto, Jakarta Pusat. Dia didampingi oleh sang ibu dan kakaknya mantan pasien 01 dan 02 Covid-19.

"Yaaayy I did it. Proses pengambilan plasma darahku berhasil dengan lancar dan ternyata gak sebegitu menyeramkannya loh, hehehe. I know, aku katro banget karena penakut banget sampai Ibu harus pegangin tangan sebelah kiri supaya aku tenang dan santai," ungkap Ratri.
⠀⠀
Menurut Ratri, total ada 200 cc plasma darahnya yang disedot dari tubuhnya. Prosesnya memakan waktu hampir 1 jam. Petugas medis menggunakan alat khusus sehingga dapat menyaring plasma darah yang berwarna putih kekuningan dari sel darah merah.

"Ternyata memang sesuai penelitian tentang Covid-19 per hari ini, plasma darah orang yang sudah sembuh bisa membantu penyembuhan orang lain yang sedang terpapar," tukasnya.
⠀⠀
Di akunnya tersebut selaku penyintas Covid-19, Ratri kemudian mengajak semua pasien yang sudah dinyatakan sembuh dari Covid-19 untuk berpartisipasi. Itu menjadi salah satu upaya bersama dalam menangani wabah penyakit terparah abad ini ini.

"Untuk teman-teman sesama Covid-19 survivor yang tertarik bisa hubungi aku untuk tanya-tanya atau jika berminat ingin tahu bagaimana prosesnya, bisa juga langsung hubungi Unit Transfusi Darah di RSPAD Gatot Subroto," pungkas dia.

Kisah Ratri ini adalah salah satu dari upaya pemerintah dalam mengembangkan obat penyembuh, vaksin, terapi maupun anti-serum untuk menanggulangi virus SARS-CoV-2 ini. Sejumlah negara seperti Amerika Serikat, Tiongkok, dan Inggris berlomba-lomba meneliti model ampuh apa saja yang mampu meredam pandemi virus corona jenis baru ini.

Penelitian plasma konvalesen (convalescent) untuk terapi pasien Covid-19 kondisi berat di RSPAD Gatot Subroto tersebut merupakan bagian dari riset yang disokong Kementerian Riset dan Teknologi/Badan Riset Inovasi Nasional (Kemenristek/BRIN) dan Kementerian Kesehatan. Lembaga Biomolekuler Eijkman dan PT Biofarma juga turut membantu riset ini.

Menristek/Kepala BRIN Bambang Brodjonegoro menyatakan terapi plasma darah meski menunjukkan hasil yang cukup melegakan pada pasien di RSPAD Gatot Subroto, plasma konvalesen masih memerlukan riset dalam skala besar.

Oleh karena itu, Kemenristek/BRIN bersama dengan Kemenkes) akan melakukan riset yang lebih besar dan akan melibatkan banyak rumah sakit di berbagai daerah di Indonesia, tidak hanya di Jakarta, untuk mengembangkan riset plasma konvalesen ini.

"Misalkan di Malang, di Yogyakarta, Surabaya, Solo maupun tempat-tempat lainnya," kata Menristek, Minggu (03/05/2020).

Ia berharap plasma konvelesen tersebut dapat menjadi alternatif untuk meningkatkan kesembuhan penderita Covid-19.

Bagaimana proses pengambilan plasma darah? Lembaga Biologi Molekuler Eijkman mengungkapkan proses plasma konvalesen diambil dari plasma darah penyintas Covid-19 yang sudah empat pekan sembuh hingga bisa diberikan untuk pengobatan pasien Covid-19 perlu waktu beberapa pekan. Prosesnya bisa memakan waktu hampir dua bulan, antara 38-55 hari.

"Kalau semuanya berjalan dengan lancar artinya dari sejak diambil dari pasien ampai bisa diberikan kembali itu harus melalui beberapa pengujian tentang kadar antibodi, potensi antivirus dan juga dia harus dipastikan tidak ada virus Corona, virus lain ataupun bakteri lain itu butuh waktu beberapa pekan sampai bisa diberikan (kepada pasien Covid-19 dalam perawatan)," kata Kepala Lembaga Eijkman Amin Subandrio.

Plasma darah dari pasien penyintas Covid-19 mengandung antibodi yang dapat dimanfaatkan untuk membantu mengeliminasi virus dalam tubuh pasien Covid-19 dalam perawatan. Oleh karena itu, plasma konvelesen tergolong imunisasi pasif yakni pemberian antibodi dari luar kepada tubuh orang yang terinfeksi corona.

Seturut demikian plasma darah dari pasien yang sembuh Covid-19, maka Eijkman kembali melakukan sejumlah pengujian di laboratorium sesuai Bio Safety Level 3. Prosedur inimengukur kadar plasma yang dibutuhkan untuk pengobatan pasien Covid-19, dan memastikan efektivitas dan keamanannya untuk pasien.

Ihwal efektivitas pengujian dan keamanan plasma itu, Lembaga Eijkman menggandeng PT Biofarma. Sementara untuk penyediaan plasma darah, Lembaga Eijkman bekerja sama dengan Palang Merah Indonesia (PMI) sebagai lembaga pengelola donor darah. PMI juga sudah memiliki jaringan di 15 kota.

PMI akan melakukan plasmaferesis untuk mengambil dan memisahkan komponen plasma darah dari darah pasien Covid-19 yang telah empat pekan sembuh. Sejauh ini, PMI telah memiliki fasilitas pemisahan plasma darah.

Proses pengobatan dengan menggunakan plasma convalescent itu akan diterapkan di Jakarta terlebih dahulu. Jika berhasil, maka dapat diterapkan juga di daerah-daerah lain yang banyak kasus Covid-19. RSPAD Gatot Subroto dan RS Persahabatan Jakarta akan jadi tempat penelitian plasma konvalesen ini.

Amin Subandrio menambahkan, plasma ini dapat digunakan untuk mengobati orang yang sakit berat karena Covid-19 supaya bisa lebih cepat sembuh karena virusnya bisa dieliminasi.

Agar plasma itu bisa digunakan untuk mengobati pasien Covid-19, maka perlu mendapatkan persetujuan dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Protokol terapi plasma darah tersebut juga sedang disusun agar sesuai dengan etika kedokteran dan demi keamanan pasien. 

Peneliti dari Institut Pertanian Bogor (IPB) Kamaluddin Zarkasie mengatakan plasma konvaselen yang diperoleh dari pasien sembuh Covid-19 hanya bisa digunakan bagi mereka dengan golongan darah sama.

"Aplikasinya dapat digunakan hanya terhadap orang yang golongan darahnya sama," kata Kamaluddin Zarkasie

Kamaluddin menuturkan penggunaan plasma serum dari orang yang sembuh memiliki keterbatasan jumlah, sedangkan kebutuhan untuk masyarakat Indonesia sangat banyak.

Oleh karena itu, Kamaluddin mengatakan imunisasi pasif menggunakan antiserum dari hewan merupakan pilihan yang logis dan realistis.

Pihaknya akan mengembangkan antiserum IgY yang diproduksi di hewan ayam untuk pengobatan infeksi Covid-19.

Selama ini upaya menekan mortalitas terhadap orang yang terinfeksi virus SARS-CoV-2 penyebab Covid-19 memiliki dua opsi terapi yakni menggunakan obat dan antibodi. Pemberian antibodi pada pasien tergolong imunisasi pasif

Sedangkan vaksin yang merupakan imunisasi aktif adalah upaya pencegahan bagi orang sehat agar bisa menangkal virus SARS-CoV-2.

Kamaluddin menuturkan pengobatan menggunakan obat dilakukan dengan upaya "repurposing" obat lama untuk penyakit lain yang sudah ada dicobakan pada pasien Covid-19.

Namun, sampai saat ini belum ada yang terbukti terkonfirmasi dapat ditetapkan sebagai obat standar pengobatan Covid-19.

Opsi pengobatan dengan antibodi bisa menggunakan antibodi dari orang yang sembuh atau plasma konvalesen, atau antibodi yang diambil dari hewan yang telah diimunisasi dengan virus penyebab Covid-19. Antibodi yang diambil dari hewan ini merupakan antiserum.

Selain plasma konvelesen, Kemenristek juga sedang mengembangkan serum anti-Covid-19.

"Kita mencoba membuat serum anti-Covid-19 yang merupakan kerja sama antara Biofarma, LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) dan IPB , yang kita harapkan nantinya juga bisa menjadi alternatif untuk meningkatkan kesembuhan dari Covid-19," ujar Menristek Bambang Brodjonegoro.

 

Uji Klinis Jambu Biji

Selain mengembangkan riset plasma darah, lembaga penelitian pemerintah juga melakukan uji klinis terhadap jahe merah, jambu biji dan minyak kelapa murni yang diharapkan dapat meningkatkan ketahanan tubuh dari paparan Covid-19.

"Kita sudah melakukan baik sistematic review, kemudian studi bioinformatika dan saat ini sedang melakukan uji klinis, terutama di Rumah Sakit Wisma Atlet, terutama untuk bahan-bahan seperti jahe merah, jambu biji dan kemudian juga virgin coconut oil (VCO)," kata Bambang Brodjonegoro.

Ia mengatakan kementeriannya berharap mereka dapat mendayagunakan suplemen yang sudah ada yang mengandung bahan-bahan tersebut sehingga diharapkan cocok untuk meningkatkan daya tahan tubuh sehingga dapat mengatasi penyakit Covid-19.

Ekstrak jambu biji merupakan hasil kolaborasi penelitian Universitas Indonesia dan IPB. Para peneliti berasal dari Departemen Kimia Kedokteran Fakultas Kedokteran UI (FKUI), Klaster Bioinformatics Core Facilities IMERI-FKUI, Klaster Drug Development Research Center IMERI-FKUI, Laboratorium Komputasi Biomedik dan Rancangan Obat Fakultas Farmasi UI, Rumah Sakit UI (RSUI), Pusat Studi Biofarmaka Tropika (Trop BRC) IPB dan Departemen Ilmu Komputer IPB.

Sementara itu, untuk obat yang diharapkan dapat mengatasi penyakit Covid-19, Menristek mengatakan kementeriannya sedang melakukan uji klinis terhadap berbagai macam obat yang direkomendasikan dari luar negeri, baik avigan, chloroquine dan tamiflu, selain juga obat pil kina yang sedang dikembangkan di Indonesia.

"Pil kina (ini) sedang kita uji sebagai salah satu alternatif obat yang barangkali bisa meringankan beban penderita Covid-19," ujarnya.

Upaya pengembangan obat Covid-19 kali ini pemerintah melibatkan BUMN farmasi dan korporasi farmasi nasional. Bahan baku pun sudah dinegosiasikan dengan Jepang dan India sebagai negara produsen obat-obatan maupun vaksin terkemuka dunia. (bnpb/ris/BRIN/kemenkes/antaranews/Foto:Instagram @ratrianindya)