Menag: Resolusi Jihad, Bukti Menyatunya Kesadaran Berbangsa dan Beragama

:


Oleh R Nuraini, Jumat, 20 Desember 2019 | 09:05 WIB - Redaktur: Admin - 291


JPP, SEMARANG - Menteri Agama Fachrul Razi mengemukakan, para ulama dan negarawan di Indonesia sejak masa lampau tak pernah memisahkan antara keberagamaan dan kebangsaan. Salah satu contoh wujud hal tersebut adalah Resolusi Jihad yang dikemukakan pendiri Nahdlatul Ulama (NU) KH. Hasyim Asy’ari. 

Hal ini dikemukakan Menteri Agama Fachrul Razi saat bertemu dengan Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama, di Semarang. Menurutnya, dikeluarkannya resolusi jihad oleh KH Hasyim Asy’ari merupakan  bukti adanya kesadaran untuk meletakkan semangat kebangsaan dan keberagamaan dalam satu kotak yang sama. 

“Dari segi militer, resolusi jihad merupakan strategi militer yang sangat brilian. Di lain sisi, ini adalah pengamalan nilai agama untuk membela negara,” kata Menag, Kamis (19/12). 

Menag pun mengungkapkan kekagumannya terhadap Resolusi Jihad yang diserukan oleh KH Hasyim Asy’ari, yang baru diketahuinya usai berakhir masa tugasnya sebagai TNI. “Resolusi jihad itu adalah salah satu produk Nahdlatul Ulama yang sangat strategis. Dan semua bangga dengan resolusi jihad itu,” ujarnya. 

“Bayangkan, dalam resolusi jihad, KH Hasyim Asy’ari menyampaikan, dalam radius 68 km bila ada penjajah Belanda, maka hukumnya fardhu ‘ain bagi muslim untuk melakukan perlawanan. Dan di luar radius 68 km, hukumnya menjadi fardhu kifayah,” imbuh Menag. 

Kesadaran berbangsa dan beragama semacam ini menurut Menag harus terus dijaga oleh umat beragama di Indonesia. “Dan Nahdlatul Ulama saya yakin bisa menjadi yang terdepan untuk menjadi contoh,” ungkap Menag. 

Moderasi beragama yang selama beberapa tahun terakhir digemakan Kementerian Agama, menurut Menag, menjadi cara untuk menjembatani pemahaman keberagamaan yang berwawasan kebangsaan tersebut. Ternyata hal ini tidak hanya dilakukan oleh Indonesia, banyak negara di dunia tengah gencar melakukan hal tersebut, termasuk juga negara-negara Arab. 

“Apa pun namanya, walaupun bukan sama persis moderasi beragama, tapi hal-hal yang kita lakukan untuk mengembalikan pengamalan keberagamaan pada posisi tengah, saat ini juga dilakukan oleh negara-negara Arab,” ujar Menag. 

Fakta ini diperoleh Fachrul usai melakukan kunjungan ke Arab Saudi maupun Uni Emirat Arab (UEA) pada November dan Desember 2019 ini. “Bahkan di Arab Saudi, saat saya bertemu dengan Menteri Haji nya, beliau menuturkan bahwa saat ini mereka sedang serius mengatasi ketertinggalannya dalam kehidupan beragama,” jelas Menag. 

Hal ini menurut Menag disebabkan, sebelumnya di Arab Saudi berkembang paham yang mengharuskan mereka menghilangkan artefak-artefak yang menjadi bukti sejarah peradaban Islam. “Kita tahu, banyak peninggalan sejarah Islam yang telah dihancurkan di Saudi. Bahkan kita pernah mendengar sempat makam Rasulullah akan dihancurkan. Saat itu, MUI pun mengirimkan perwakilannya ke sana agar hal itu tidak sampai terjadi,” kata Menag. 

Saat ini, menurut Menag, Arab Saudi pun mulai berbenah untuk mencegah hilangnya peradaban itu. Salah satunya dengan mengkampanyekan sikap moderat dalam beragama. “Bahkan di visi 2030 Arab Saudi, ada enam hal yang dilakukan, dan salah satu prioritas yang dilakukan adalah menempatkan agama dalam hal ini islam dengan kebangsaan dalam satu kotak,” kata Menag. 

“Saudi mulai bicara tentang identitas nasional. Mereka mulai berpikir bagaimana konsep Islam bersatu dengan penguatan identitas nasional. Di Indonesia, kita sebenarnya telah melakukan ini. Kaitannya bagaimana iman dan taqwa masuk dalam  wawasan kebangsaan,” jelas Menag. (agm)