Inilah Prioritas Sektor Kesehatan 2020

:


Oleh Kristantyo Wisnubroto, Jumat, 21 Februari 2020 | 12:15 WIB - Redaktur: DT Waluyo - 10K


Jakarta, InfoPublik - Ultrasonografi (USG), kini bukan lagi hal aneh bagi ibu hamil yang memeriksakan diri di Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) di Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat. Mulai tahun 2020 ini, sedikitnya 20 Puskesmas di sana, dilengkapi fasilitas USG. Dengan begitu, petugas kesehatan di sana, semakin mudah dalam memeriksa kondisi kesehatan ibu hamil atau janin sejak masa kandungan

Penyediaan alat USG portable di tiap puskesmas di Kubu Raya, jelas Bupati Muda Mahendrawan, merupakan bagian dari komitmen pihaknya dalam menekan angka kematian ibu, bayi, balita, dan angka stunting. Selain menyediakan USG, Pemda setempat juga membuat program inovasi layanan kesehatan jemput bola bertajuk Selasa-Jumat (Salju) Terpadu. Yakni kunjungan petugas kesehatan setiap hari Selasa dan Jumat.

Menurut Bupati Kubu Raya, problem kesehatan masyarakat tidak hanya tanggung jawab Dinas Kesehatan saja namun juga melibatkan semua pihak secara promotif maupun preventif.

Pengendalian kasus kematian ibu dan bayi/balita tetap menjadi salah satu dari program prioritas nasional yang dikelola Kementerian Kesehatan. Diharapkan pemerintah daerah maupun lintas sektor berkolaborasi melaksanakannya. Dalam Rapat Kerja Kesehatan Nasional (Rakerkesnas) 2020 di Jakarta pada Selasa (18/02/2020) dan Rabu (19/02/2020) terungkap dalam tahun ini ada lima fokus masalah kesehatan nasional yang harus ditangani Kemenkes.

Masalah kesehatan tersebut adalah angka kematian ibu dan angka kematian bayi (AKI/AKB), pengendalian stunting, pencegahan dan pengendalian penyakit (menular dan tidak menular), Program Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (Germas), dan tata kelola sistem kesehatan. Seluruh masalah kesehatan ini diarahkan untuk menggunakan pendekatan promotif dan preventif.

Rakerkesnas 2020 sebagai forum tingkat nasional bidang kesehatan dalam merumuskan rencana aksi program/kegiatan pemerinntah sepanjang tahun 2020-2024.

Dalam konteks rencana pembangunan nasional, pada 2020, Indonesia akan memasuki tahun pertama pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020–2024, agenda pembangunan lima tahunan yang menjadi tahap akhir Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005–2025.

Pembangunan lima tahun ke depan akan diarahkan pada pembangunan berkualitas dengan meningkatnya kesejahteraan rakyat dan kualitas manusia, menurunnya tingkat kemiskinan dan pengangguran, berkurangnya kesenjangan pendapatan dan wilayah, serta terjaganya keberlanjutan lingkungan dan stabilitas ekonomi.

Oleh karena itu, kebijakan pembangunan kesehatan diarahkan pada upaya memperkuat kualitas hidup manusia dengan meningkatkan akses dan mutu pelayanan kesehatan melalui peningkatan upaya promotif dan preventif. Menkes Terawan Agus Putranto menegaskan, saat ini, dibutuhkan dukungan dan inovasi pemanfaatan teknologi sehingga ketika tiba masa Bonus Demografi 2030-2035, Indonesia dapat memperoleh sumber daya manusia (SDM) yang unggul dan berdaya saing.

Di samping itu, lewat Rakerkesnas 2020 ini, Menkes Terawan mengingatkan ada empat pesan strategis yang menjadi arahan Presiden Joko Widodo kepada dirinya dan jajaran Kemenkes. Pesan strategis tersebut merupakan tantangan bidang kesehatan agar menjadi fokus perhatian Menkes, yakni penurunan angka stunting, AKI dan AKB, perbaikan pengelolaan sistem Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dan penguatan pelayanan kesehatan, serta obat dan alat kesehatan.

Satu hal, pada tahun 2020, pemerintah telah mengalokasikan anggaran sektor kesehatan di APBN sebesar Rp132,2 triliun, nilainya 13 persen lebih tinggi dari anggaran tahun 2019. Bahkan, jumlahnya tiga kali lipat dibandingkan alokasi tahun 2015.

Tahun ini, prioritas sektor kesehatan mencakup perluasan penerima cakupan jaminan kesehatan nasional menjadi 96,5 juta orang. Terdapat pula program khusus untuk mengurangi tingkat stunting di 160 kota, diperluas dari 100 kota pada 2018.

Pemerintah berupaya meningkatkan kualitas infrastruktur dan layanan di banyak Pusat Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama di seluruh Indonesia. Upaya ini dilaksanakan dengan koordinasi dengan pemerintah daerah. Pasalnya, sekitar Rp33,4 triliun atau 27,1 persen dari anggaran kesehatan nasional digelontorkan untuk pemerintah daerah.

Intervensi pada Stunting

Dalam mengatasi stunting, telah ditetapkan program percepatan pencegahan stunting secara konvergensi, melalui intervensi spesifik dan intervensi sensitif. Intervensi Spesifik merupakan tanggung jawab Kementerian Kesehatan, sedangkan intervensi sensitif menjadi tanggung jawab kementerian maupun lembaga lain. Seperti ketersediaan sumber pangan, ketersediaan air bersih dan sanitasi, pemberdayaan masyarakat, peningkatan pengasuhan di tingkat keluarga dan masyarakat, dan peningkatan kesejahteraan masyarakat tidak mampu.

"Kolaborasi ini dirasakan sangat berperan penting mengingat intervensi spesifik yang menjadi tanggung jawab Kementerian Kesehatan hanya berkontribusi sebesar 30% dalam penanganan stunting, sedangkan 70% merupakan kontribusi dari multisektoral dalam bentuk intervensi sensitif," kata Menkes Terawan.

Persoalan stunting harus dilakukan dengan kerja sama holistik. Ujungnya adalah bagaimana mengubah perilaku masyarakat menjadi lebih sehat.

Hasil dari Survei Status Gizi Balita Indonesia (SSBGI) tahun 2019, menunjukan telah terjadi penurunan prevalensi stunting dari 30,8% tahun 2018 (Riskesdas 2018) menjadi 27,67% tahun 2019. Pemerintah mencanangkan penurunan angka stunting hingga 19% di tahun 2024. Perlu upaya keras untuk mencapai target tersebut.

Begitu pula dalam hal percepatan penurunan Angka Kematian Ibu dan Angka Kematian Bayi. Menkes Terawan mengatakan perlu dukungan dari Kemenag dan Kemendikbud untuk pemberdayaan kaum perempuan dan program wajib belajar 12 tahun sebagai cara menghindari kasus pernikahan usia dini.

Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012 menunjukan angka kematian neonatal, postneonatal, bayi dan balita pada ibu yang berusia kurang dari 20 tahun lebih tinggi dibandingkan pada ibu usia 20-39 tahun. Sementara, data Badan Pusat Statistik (BPS) yang dirilis pada awal 2019, angka persentase pernikahan dini di Indonesia meningkat menjadi 15,66% pada 2018, dibanding tahun sebelumnya 14,18%.

Salah satu upaya mencegah pernikahan usia dini dengan meningkatkan peran perempuan dalam sosial ekonomi dengan dukungan dari Kemendes PDTT. Adapun Kemendikbud, Kemenag dan Kemendagri menjalin kerja sama meningkatkan kesehatan reproduksi remaja dan calon pengantin serta pelibatan tokoh masyarakat dan agama lokal dilakukan bersama dengan Kemenag dan Kemendes PDTT.

Memperkuat Akses Layanan JKN

Pemerintah menjamin akses pelayanan bagi masyarakat miskin dan tidak mampu melalui pemberian bantuan iuran program JKN. Saat ini program JKN-KIS telah mengalami perkembangan yang signifikan dilihat dari kepesertaan dan kunjungan pelayanan/pemanfaatan sejak dilaksanakan pada tahun 2014.

Kepesertaan Program JKN saat ini telah mencapai 83% dari seluruh penduduk Indonesia atau sejumlah 224 juta jiwa. Jumlah masyarakat yang tercakup dalam skema Penerima Bantuan Iuran (PBI) terus mengalami peningkatan setiap tahunnya dan pada tahun 2019 telah mencapai 96,5 juta jiwa PBI.

"Untuk kita ketahui bersama, Cakupan Kesehatan Semesta (Universal Health Coverage/UHC) mempunyai arti bahwa seluruh masyarakat memiliki akses ke pelayanan kesehatan yang mereka butuhkan, kapan saja dan di mana saja mereka membutuhkannya tanpa kesulitan finansial," ucap Menkes Terawan.

Ini mencakup berbagai pelayanan kesehatan esensial termasuk pelayanan promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif dan paliatif. Oleh karena itu, pelbagai upaya terus dilakukan dalam rangka peningkatan akses pelayanan kesehatan.

Tidak hanya peningkatan akses pelayanan kesehatan tetapi juga diupayakan peningkatan mutu pelayanan kesehatan salah satunya dengan melakukan akreditasi puskesmas.

Akreditasi puskesmas difokuskan kepada upaya promotif, preventif dan program prioritas. Harapannya dengan berfokus kepada upaya promotif-preventif dapat lebih efisien dalam pembiayaan kesehatan dan mempercepat capaian target pembangunan kesehatan.

Menurut data Kementerian Kesehatan tahun 2019 terdapat 10.062 puskesmas di Indonesia dan sebanyak 909 puskesmas belum terakreditasi.

Selama 2015-2019, Kemenkes telah membangun 629 Puskesmas baru dan 62 rumah sakit pertama. Sebagian fasilitas kesehatan tersebut dibangun di daerah perbatasan dan terluar Nusantara.

Melalui pembangunan Puskesmas itu, Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga (PISPK) dapat dilakukan dengan baik. Pendataan kondisi kesehatan masyarakat bisa lebih menyasar masyarakat yang lebih luas.

Puskesmas juga menjadi ujung tombak dalam program Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (Germas) di tingkat akar rumput masyarakat.

Kendalikan Harga Obat dan Alat Kesehatan

Dalam hal peningkatan akses pelayanan kesehatan, Kemenkes bersama Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) perusahaan farmasi nasional juga mengupayakan pengendalian harga obat dan alat kesehatan. Langkah-langkah percepatan yang akan dilakukan adalah mendorong investasi, mempercepat lisensi wajib obat yang sangat dibutuhkan, membuka peluang investasi sebesar-besarnya dan deregulasi perizinan yang menghambat.

Untuk mengurangi ketergantungan alat kesehatan impor dilakukan dengan meningkatkan ketersediaan obat generik bagi kebutuhan pelayanan kesehatan dan menderegulasi perizinan.(wis/kes/Foto: ANTARA FOTO/Muhammad Bagus Khoirunas)