Menkes Kukuhkan Anggota Komite Penempatan Dokter Spesialis (KPDS)

:


Oleh Irvina Falah, Selasa, 7 Februari 2017 | 11:54 WIB - Redaktur: Irvina Falah - 349


Jakarta - Menteri Kesehatan Nila F. Moeleok mengukuhkan 21 angota Komite Penempatan Dokter Spesialis periode 2016 - 2019, di kantor Kemenkes, Jakarta (6/2). Komite Penempatan Dokter Spesialis (KPDS) selanjutnya berfungsi menyusun perencanaan pemerataan dokter spesialis; menyiapkan wahana untuk kesiapan Wajib Kerja Dokter Spesialis (WKDS); memberikan masukan dalam menyusun rencana tahunan; membantu pengawasan dan pembinaan terhadap penyelenggaraan WKDS; serta melakukan pencatatan dan pelaporan penyelenggaraan WKDS. 

Keanggotaan KPDS mewakili unsur Kementerian Kesehatan, Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi, Kementerian Dalam Negeri, Organisasi Profesi dan Kolegium, Konsil Kedokteran Indonesia, Asosiasi Institusi Pendidikan, Ikatan Dokter Indonesia, Asosiasi perumahsakitan dan Badan Pengawas Rumah Sakit.

Pada kesempatan tersebut, Menkes menyampaikan selamat kepada anggota KPDS yang baru dikukuhkan. Menkes berharap KPDS dapat melaksanakan amanah yang diberikan negara khususnya dalam memeratakan dokter spesialis di seluruh wilayah Nusantara yang pada akhirnya akan berdampak pada peningkatan derajat kesehatan dan kualitas hidup masyarakat Indonesia.

Indonesia yang mempunyai geografi berupa daratan, lautan, pegunungan serta banyaknya pulau-pulau yang tersebar menyebabkan akses pelayanan kesehatan untuk daerah tertentu sangat sulit dijangkau. Rumah Sakit yang disediakan Pemerintah masih banyak yang belum tersedia tenaga kesehatannya khususnya tenaga dokter spesialis. Berdasarkan data Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) per 31 Desember 2015, jumlah dokter spesialis dan dokter gigi spesialis yang terdaftar STR di KKI sebanyak 29.665 orang, bila dihitung sesuai dengan rasio spesialis dan jumlah penduduk maka saat ini rasio spesialis adalah 12,7 per 100.000 penduduk melebihi dari target rasio yang ditetapkan yaitu 10,2 per 100.000 penduduk. Namun demikian, terdapat disparitas yang cukup besar antar provinsi di Indonesia dimana rasio dokter spesialis tertinggi berada di kota-kota besar seperti DKI Jakarta, DI. Yogyakarta, Bali sementara rasio terendah yaitu NTT, Sulbar, Maluku Utara.

Menkes mengingatkan, dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 ditegaskan bahwa setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh akses atas sumber daya di bidang kesehatan dan memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau. Sebaliknya, setiap orang juga mempunyai kewajiban turut serta dalam program jaminan kesehatan sosial. Kurangnya tenaga kesehatan baik jumlah, jenis dan distribusinya menimbulkan dampak terhadap rendahnya akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang berkualitas. 

“Berbagai upaya telah banyak dilakukan Pemerintah untuk mengatasi permasalahan kekurangan dokter spesialis tersebut seperti pemberian bantuan pendidikan (Tubel), pemenuhan tenaga melalui berbagai mekanisme seperti PNS, PTT, penugasan khusus bagi residen, dan penempatan pasca tubel PPDS. Namun demikian masih diperlukan upaya dalam pemenuhan dan pemerataan dokter spesialis di seluruh Indonesia”, ungkap Menkes.

Program WKDS didukung oleh Organisasi Profesi IDI, POGI, PABI, PAPDI, IDAI dan Perdatin serta Kolegium Ahli Penyakit Dalam, Obstetri dan Ginekologi, Anak, Ahli Bedah serta Anestesiologi dan Terapi Intensif serta pihak terkait lainnya. Melalui Peraturan Presiden No 4 Tahun 2017 telah ditetapkan regulasi WKDS. Diharapkan dengan pelaksanaan WKDS pelayanan kesehatan yang optimal kepada masyarakat pada tingkat pelayanan rujukan khususnya di daerah yang tidak mampu dan tidak diminati dapat tercapai. 

Sebelum WKDS ini dilaksanakan, telah dilaksanakan visitasi ke Rumah Sakit sebagai persiapan. Kementerian Kesehatan bersama-sama dengan Pemerintah Daerah dibantu dengan Organisasi Profesi Pusat dan Kolegium serta Organisasi Profesi Cabang melakukan visitasi berdasarkan usulan daerah atas kebutuhan dokter spesialis untuk menilai kesesuaian dan kesiapan berupa sarana prasarana;  sumber daya manusia; kelengkapan peralatan; dan faktor–faktor lain yang terkait termasuk keamanan.  

“Saya nilai kegiatan ini baik dilaksanakan untuk melibatkan Organisasi Profesi Cabang dan Dinas Kesehatan setempat, agar semua pihak mempunyai komitmen dalam rangka pemenuhan dan pemerataan Dokter Spesialis dan Rumah Sakit sebagai tempat penugasan dapat disiapkan dengan baik,” ujar Menkes.

Wajib Kerja Dokter Spesialis 

Presiden RI Joko Widodo resmi menetapkan program Wajib Kerja Dokter Spesialis (WKDS) melalui Perpres Nomor 4 Tahun 2017, tanggal 12 Januari 2017. Program tersebut diharapkan dapat meningkatkan akses dan pemenuhan kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan terutama di daerah tertinggal, perbatasan dan kepulauan (DTPK) di seluruh Indonesia.

Peserta WKDS adalah dokter spesialis lulusan pendidikan profesi dari perguruan tinggi dalam negeri maupun luar negeri. Tahap awal diprioritaskan bagi lulusan obstetri dan ginekologi, spesialis anak, spesialis bedah, spesialis penyakit dalam, dan spesialis anestesi dan terapi intensif.

Peserta WKDS terdiri dari Peserta Mandiri (non beasiswa) dan Peserta Penerima Beasiswa dan atau program biaya pendidikan. Peserta WKDS Mandiri akan ditempatkan selama 1 tahun di DTPK. Sementara masa penempatan Peserta WKDS Penerima Beasiswa dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.  

Berita ini disiarkan oleh Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat,Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Halo Kemkes melalui nomor hotline (kode lokal) 1500-567,SMS 081281562620, faksimili (021) 5223002, 52921669, dan alamat email kontak@kemkes.go.id.

Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat


drg. Oscar Primadi, MPH
NIP. 196110201988031013