:
Oleh Irvina Falah, Jumat, 5 Agustus 2016 | 12:37 WIB - Redaktur: Irvina Falah - 982
Vientiane, 4 Agustus 2016 – Indonesia berhasil mempertahankan produk minuman beralkohol (minol) untuk tetap berada pada daftar General Exemption List (GEL) yang berarti tetap diperlakukan sebagai produk sensitif yang tidak dibuka bea masuknya di pasar ASEAN maupun dunia. Minol adalah produk yang diizinkan secara legal untuk diproduksi dan diedarkan di Indonesia, namun Pemerintah mengatur dan mengawasi produksi dan peredarannya secara ketat karena dampak sosial dan kesehatan yang cukup serius.
Hal tersebut ditegaskan Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional (PPI) Kementerian Perdagangan Iman Pambagyo yang mewakili Menteri Perdagangan RI pada pertemuan ASEAN Free Trade Agreement (AFTA) Council di Vientiane, Laos, kemarin, Rabu (3/8). Turut dalam pertemuan tersebut Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Thomas Trikasih Lembong.
Iman menegaskan peredaran minol di Indonesia tetap patuh pada peraturan perundanganundangan yang bersifat restriktif, antara lain Perpres No. 74 tahun 2013, Permendag No. 6 tahun 2015, dan Permenperin No. 62 Tahun 2015. Selain itu juga ada RUU tentang minol yang sedang dalam pembahasan di DPR.
Selain menyepakati isu minol, pada pertemuan tersebut Indonesia juga berhasil mempertahankan untuk tidak menghapus nilai free on board (FoB) pada surat keterangan asal (SKA) form D dengan origin criteria 40% di dalam Strategic Action Plan (SAP) Blueprint for Trade in Goods (TIG) 2016-2025.
“Pencantuman nilai FoB dalam SKA diperlukan untuk pemenuhan kriteria asal barang, khususnya yang menggunakan kriteria regional value content (RVC) dan mempermudah proses kepabeanan. Para Menteri Ekonomi ASEAN juga telah mengadopsi Strategic Action Plan (SAP) Blueprint 2025 di bawah Trade in Goods (TIG) 2016-2025 dan menandatangani ASEAN MRA for Bio-Equivalence (BE) Study Reports of Generic Medicinal Products. Bagi beberapa negara yang belum, akan menandatangani secara ad-referendum,” jelas Iman.
Fasilitasi Perdagangan
Sementara itu, isu fasilitasi perdagangan juga menjadi perhatian para Menteri. Salah satunya yaitu dukungan untuk menghubungkan National Trade Repository (NTR) yang telah terbentuk di masing-masing negara anggota ASEAN dengan ASEAN Trade Repository (ATR) secara lengkap dan menyeluruh.
Iman menjelaskan, NTR/ATR merupakan portal yang berisi infromasi peraturan perdagangan masing-masing negara anggota ASEAN yang akan lebih terintegrasi ke depannya. Indonesia secara khusus juga mendorong ASEAN segera menerapkan ASEAN Single Window (ASW) mengingat kontribusi yang digunakan untuk pembiayaan ASW cukup besar sehingga ASW perlu lebih dimanfaatkan.
Saat ini hanya Indonesia dan Singapura yang telah memanfaatkan ASW untuk pertukaran data secara elektronik melalui e-form D yang menggantikan manual form-D. Para Menteri juga menggarisbawahi pentingnya Sertifikasi Mandiri (Self-Certification) yang
anggotanya makin bertambah agar segera dimaksimalkan pemanfaatannya di ASEAN. Diperkirakan Sertifikasi Mandiri selesai setelah 2017, usai amandemen ASEAN Trade in Goods Agreement (ATIGA) dilakukan dan diratifikasi.
“Ini tentunya akan memberikan manfaat maksimal kepada para pelaku usaha dengan menggunakan Sertifikasi Mandiri, sehingga proses perdagangan ekspor dan impor lebih lancar,” ujar Iman. Peluncuran ASSIST Lebih lanjut, para Menteri juga merencanakan peluncuran Tariff Finder and ASEAN Solutions for Investment, Services and Trade (ASSIST) pada ASEAN Summit September 2016 mendatang. ASSIST merupakan sistem berbasis internet tempat pelaku usaha dapat melaporkan kasus yang dihadapi untuk kemudian ditanggapi badan pemerintah yang bertanggung jawab. ASSIST dapat diakses melalui http://assist.asean.org/.
“ASSIST merupakan platform untuk memfasilitasi pelaku bisnis yang mengalami kesulitan ketika akan berdagang atau berusaha di negara ASEAN. Untuk itu, pemerintah diharapkan dapat menyosialisasikan ASSIST kepada para pelaku usaha yang telah dan akan melakukan ekspor ke negara ASEAN sehingga ASSIST dapat dimanfaatkan secara maksimal,” ujar Iman.
Untuk tahap awal, ASSIST akan fokus pada perdagangan barang, namun fitur untuk perdagangan jasa dan investasi telah disiapkan dan dapat diaktifkan apabila ASEAN akan memerlukannya dalam operasionalisasi ASSIST ini. Pertemuan AEM-AFTA Council kali ini merupakan pertemuan yang sangat penting bagi ASEAN mengingat beberapa tugas terkait perdagangan barang yang belum selesai di era MEA 2015. Pertemuan ini melanjutkan dan akan memperdalam rencana kerja SAP Blueprint 2025 di bawah Trade in Goods (TIG) 2016-2025 atau periode 10 tahun ke depan.
--selesai--
Informasi lebih lanjut hubungi:
Luther Palimbong
Kepala Biro Humas
Kementerian Perdagangan
Telp/Fax: 021-3860371/021-3508711
Email: pusathumas@kemendag.go.id
Donna Gultom
Direktur Perundingan ASEAN
Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional
Kementerian Perdagangan
Telp/Fax: 021-3858203/021-3858203
Email: donna.gultom@kemendag.go.id