Kebijakan Fiskal, Moneter, Sektor Riil dan Sektor Keuangan Perlu Dilanjutkan

:


Oleh Irvina Falah, Selasa, 26 Juli 2016 | 15:48 WIB - Redaktur: Irvina Falah - 2K


Jakarta, Senin (25/7), Kemenko Perekonomian mengadakan seminar dan diskusi dengan tema, “Perkembangan Indonesia Terkini: Tantangan dan Peluang.” Seminar ini diadakan dalam rangka Ulang Tahun Kantor Kemenko Perekonomian yang ke-50. Kalau melihat data year on year, masih kelihatan ekonomi Indonesia belum terlalu meyakinkan. “Tapi kalau melihat data kuartal per kuartal atau bulan per bulan, terlihat ada pergerakan. Sektor ritel misalnya, kuartal kedua tahun ini, sudah menunjukkan pergerakan positif,” kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution.

Namun demikian, lanjut Darmin, melihat ekonomi Indonesia bukan hanya dari persepsi tapi harus dari data riil. “Oleh sebab itu, kita perlu mendengar hasil riset yang sistematis dari pembicara,” ujar Darmin dalam sambutannya. Hadir sebagai pembicara dalam seminar ini adalah Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia, Juda Agung Phd., Pengamat Ekonomi Raden Pardede dan Chief Economist Bank Mandiri Anton Gunawan. 

Secara umum, ekonomi nasional di satu satu sisi menunjukkan sentimen positif. “Total dana inflow yang sudah masuk tahun ini Rp 110 Triliun,” kata Juda Agung Phd., Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia. Sementara itu, belanja modal pemerintah cukup mendorong akselerasi pembangunan. “Namun belanja fisik dan realisasi keuangan di daerah masih perlu didorong agar memberikan stimulus lebih besar,” kata Juda Agung.

Selanjutnya Raden Pardede yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua Kadin Bidang Kebijakan Moneter, Fiskal dan Kebijakan Publik melanjutkan bahwa ekonomi global masih melambat. “Pertumbuhan ekonomi Indonesia 5% is a not bad at all,” kata Raden. Sebab pertumbuhan ekonomi harus dibandingkan dengan negara-negara lain yang seimbang seperti Malaysia, Singapura, Thailand.

Empat mesin ekonomi dunia yaitu Amerika, Eropa, Jepang dan China, saat ini bermasalah. Raden melanjutkan, kebijakan ekonomi beberapa negara tidak efektif melepaskan diri dari persoalan ekonomi. Sebagai contoh beberapa negara sudah melakukan kebijakan bunga negatif. Ambil contoh Jepang, Swiss dan Denmark di mana di negara-negara tersebut, pemilik dana harus membayar kalau menyimpan uangnya di Bank.

Akibat ekonomi global yang melemah tersebut, harga komoditas turun. “Oleh sebab itu, pemerintah harus medorong sektor non sumber daya alam, manufaktur, pariwisata, industri kreatif dan sektor digital,” kata Raden. Respon pemerintah mengeluarkan Paket Kebijakan Ekonomi adalah bagian dari mendorong pertumbuhan ekonomi dalam melawan perlambatan ekonomi dunia.

Paket kebijakan ekonomi, lanjut Raden, sebagian menjawab persoalan struktural, termasuk kemacetan ekonomi. Apalagi, kita tidak tahu berapa lama pemulihan ekonomi dunia ini akan terjadi, apakah akan sangat lama atau mengalami stagnasi atau akan segera membaik. “Karena itu, usaha deregulasi pemerintah perlu dilakukan cepat dan seefektif mungkin,” imbuh Raden.

Adapun Anton Gunawan melihat bahwa dari fakta-fakta ekonomi yang sama, kita bisa mengambil kesimpulan yang berbeda-beda. Anton berpendat, kondisi Indonesia masih membutuhkan pertumbuhan yang lebih besar. “Konsumsi masih relatif flat, di saat bunga bank yang cenderung menurun,” kata Anton. Perkembangan Indonesia terkini tentu akan menentukan langkah ekonomi Indonesia selanjutnya. Oleh sebab itu Darmin berharap, “Mudah-mudahan semuanya berjalan dengan baik.” (ekon)

Humas Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian
Email: humas.ekon@gmail.com
twitter: @perekonomianRI
website: www.ekon.go.id