:
Oleh Irvina Falah, Kamis, 16 Juni 2016 | 13:12 WIB - Redaktur: Irvina Falah - 510
Jakarta - Presiden Joko Widodo menerima kunjungan dari Dewan Pengurus Pusat Asosiasi Kontraktor Mekanikal dan Elektrikal Indonesia (AKLI) dan Pengurus Pusat Asosiasi Profesionalis Elektrikal Indonesia (APEI) di Istana Negara, Jakarta, Rabu 15 Juni 2016. Mendampingi Presiden dalam kesempatan tersebut Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said dan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono.
AKLI dan APEI sendiri merupakan sebuah wadah atau himpunan dari para instalatir listrik Indonesia yang bertujuan untuk dapat melaksanakan fungsi dan peranannya sebagai mitra pemerintah dan mitra usaha penyedia tenaga listrik dalam memenuhi keperluan akan tenaga listrik.
Melalui pertemuan tersebut, Ketua Umum APEI, Puji Muhardi, dalam laporannya menyampaikan kepada Presiden Joko Widodo bahwa mereka mendukung penuh segala program pemerintahan Presiden Joko Widodo, khususnya dalam proyek listrik 35.000 MW beserta infrastruktur lain.
"Keluarga besar AKLI beranggotakan 7.300 perusahaan yang tersebar di 33 propinsi dan 175 kabupaten/kota dengan karyawan sekitar 50.000 orang dari Sabang sampai Merauke siap mendukung sepenuhnya program pemerintah, terutama program listrik 35.000 MW beserta infrastrukturya," ujarnya kepada Presiden Joko Widodo.
Ia melanjutkan, dalam rangka menindaklanjuti segala keluhan kekurangan pasokan listrik yang sering dikeluhkan oleh masyarakat Indonesia, keluarga besar AKLI dan APEI menjamin bahwa pemerintah tidak berjalan sendirian menghadapi masalah tersebut. AKLI dan APEI menyatakan, mereka siap membantu dalam mewujudkan program pemenuhan kebutuhan listrik bagi rakyat Indonesia.
"Percayalah, pemerintah tidak sendirian untuk hal ini. Puluhan ribu pasukan kami, instalatir listrik, kami siap membantu program pemerintah untuk memenuhi kebutuhan tenaga listrik bagi rakyat Indonesia. Mohon kami dilibatkan," lanjutnya.
Dalam kesempatan tersebut, AKLI dan APEI mengeluhkan kepada Presiden Joko Widodo mengenai kesulitan yang mereka hadapi terkait dengan perizinan usaha dan sertifikasi tenaga kerja. Dalam menjalankan operasinya, sekitar 80% anggota AKLI belum berbadan hukum dan tidak mampu memperpanjang izin usaha karena diharuskan berubah menjadi PT dan memiliki banyak tenaga kerja yang bersertifikat kompetensi sebagai syarat perizinan usaha.
"Kami sangat memerlukan uluran tangan pemerintah untuk menyederhanakan persyaratan perizinan usaha dan sertifikasi tenaga kerja baik untuk sertifikat badan usaha maupun sertifikat profesi. Dengan penyederhanaann ini, diharapkan kelangsungan usaha anggota kami dapat terjamin dan bersaing," ujarnya.
Lebih lanjut, AKLI dan APEI turut melaporkan kepada Presiden mengenai perizinan usaha ketenagalistrikan dan usaha jasa konstruksi yang tumpang tindih akibat dari Undang-Undang Jasa Konstruksi, Undang-Undang Ketenagalistrikan, dan Undang-Undang Ketenagakerjaan. Hal tersebut dirasa berat bagi anggota AKLI dan APEI dan dikhawatirkan akan menurunkan daya saing perusahaan dan tenaga kerja dalam memasuki MEA.
"Kami laporkan bahwa untuk berusaha jasa konstruksi di Indonesia harus memiliki berbagai macam sertifikat badan usaha yang diterbitkan oleh LPJK, Kementerian PUPR, Kementerian ESDM, dan Kemenaker. Ibarat ojek, kami harus punya 3 SIM, 3 STNK, dan 2 BPKB," jelasnya.
Pekerjaan Besar untuk Menyederhanakan Perizinan
Usai laporan dari perwakilan AKLI dan APEI selesai disampaikan, Presiden Joko Widodo merespons laporan tersebut dengan menyebut bahwa masalah penyederhanaan perizinan ini adalah sebuah pekerjaan besar. Presiden pun mengakui bahwa permasalahan perizinan ini memang masih harus dibenahi, tidak hanya pada persoalan kelistrikan, namun juga di semua sektor usaha.
"Memang perizinan kita ini ruwet, bertele-tele, dari meja ke meja tidak selesai-selesai, yang keempat harus bayar semuanya. Ini yang harus kita selesaikan. Ini adalah pekerjaan besar," ujar Presiden Joko Widodo.
Presiden kemudian menceritakan kegeramannya terkait dengan peraturan daerah yang tidak produktif hingga menyebabkannya harus menghapus 3.143 di antaranya. Menurutnya, di era kompetisi sekarang ini, perlu kecepatan dalam memutuskan dan bertindak di lapangan.
"Kalau aturannya ribet, ruwet, bertele-tele seperti itu kecepatannya dari mana? Saya bisa bicara karena saya pernah mengalami. Bapak/Ibu pasti mengalami juga," tambahnya.
Presiden melanjutkan ceritanya dengan menunjukkan keheranannya terkait dengan pengurusan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) yang hingga berminggu-minggu lamanya. Presiden juga menceritakan pengalamannya ketika datang langsung ke kantor yang mengurus SIUP.
"Saya pernah datang ke kantor yang mengurus SIUP. Saya mau tahu urus SIUP itu berapa hari atau jam. Di sana saya dilayani 2 menit selesai. Saya tanya ini ruwetnya di mana kok yang lain bisa berminggu-minggu?" ujar Presiden penuh keheranan.
Dirinya mendapatkan jawaban yang menyebabkan proses tersebut menjadi lama ialah pihak yang menandatangani SIUP tersebut. Saking jengkelnya, Presiden mendatangi langsung ruangan yang dimaksud.
"Saya jengkel, saya naik ke lantai 3 saya datangi. Untung saja kepala kantornya tidak ada," tambah Presiden.
Lebih lanjut, Presiden mengharapkan semua pihak untuk segera meninggalkan cara-cara lama agar mampu berkompetisi di era persaingan yang sekarang ini tidak bisa ditolak lagi. Untuk itu, Presiden berharap agar semua pihak mempersiapkan kemampuan yang dibutuhkan dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN mendatang.
"Saya yakin kita mampu melakukan itu, tapi harus dengan cepat, jangan sampai ketinggalan dengan negara lain," ujar Presiden Joko Widodo.
Dalam kesempatan tersebut, Presiden Joko Widodo turut mengapresiasi dukungan yang diberikan oleh AKLI dan APEI dalam proyek listrik 35.000 MW. Bantuan yang diberikan tersebut tentunya akan dapat meringankan pekerjaan PLN saat ini.
"Saya akan sangat senang kalau yang 35.000 MW ini semua anggota dari APEI dan AKLI bisa terlibat dalam proyeknya serta dalam mendistribusikannya ke rumah tangga. Yang bisa melakukan itu tidak lain adalah Bapak/Ibu semuanya. Masa PLN mau sambung sendiri," ujarnya.
Terkait dengan proyek tersebut, tidak sedikit yang meragukan pemerintah dapat mewujudkan program listrik 35.000 MW dalam lima tahun. Keraguan ini bukan tanpa alasan karena selama ini, setelah 70 tahun merdeka, Indonesia hanya memiliki 53.000 MW. "Ini kok dalam lima tahun mau tambah 35.000 MW, apa mungkin? Sekali lagi ini bukan target tapi kebutuhan," ucap Presiden Joko Widodo.
Pun demikian, Presiden Joko Widodo bertekad untuk terus merealisasikan proyek listrik 35.000 MW tersebut agar dapat memenuhi kebutuhan pasokan listrik bagi masyarakat Indonesia. Presiden pun menginstruksikan para menterinya untuk dapat bekerja keras dalam rangka mewujudkan proyek tersebut.
"Jadi saya sampaikan kepada menteri, dengan cara apapun ini harus bisa diselesaikan. Kalau biasa kerja satu shift, ya sekarang kita kerja tiga shift, dikerjakan siang malam," tegas Presiden.