Blusukan, Cara Presiden Jokowi Dengarkan Aspirasi Warganya

:


Oleh Irvina Falah, Selasa, 17 Mei 2016 | 11:37 WIB - Redaktur: Irvina Falah - 447


Presiden Joko Widodo pagi ini, Selasa, 17 Mei 2016, memberikan pidato kunci dalam acara "The 7th Asian Leadership Conference" di The Shilla Hotel, Seoul, Korea Selatan. Konferensi tersebut merupakan sebuah konferensi yang diselenggarakan oleh THE CHOSUNILBO dengan menghimpun para ahli dari seluruh dunia untuk berbagi mengenai wawasan dan inovasi sehingga dapat memberikan pemahaman baru bagi para pendengarnya. Dalam pidatonya pada konferensi tersebut, Presiden Joko Widodo berbagi pengalamannya mengenai bagaimana cara untuk mencari solusi dalam menyelesaikan permasalahan yang ada.

"Korea adalah salah satu lokasi favorit untuk saya kunjungi. Saya menyukai makanannya, teknologinya, musiknya, dan yang paling penting Korea adalah tempat favorit bagi anak perempuan saya," demikian Presiden membuka pidatonya dengan hangat.

Tak lupa, Presiden kembali menunjukkan foto dirinya bersama dengan putrinya dan juga Choi Min-Ho saat menghadiri pertunjukan dari grup Shinee dua tahun lalu kala masih menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta. Hadirin yang hadir dalam konferensi tersebut langsung memberikan tepuk tangannya dengan riuh.

Presiden Joko Widodo kemudian berbagi pengalamannya ketika pertama kali memulai karirnya di bidang politik sebelas tahun yang lalu sebagai Wali Kota Solo. Presiden menceritakan apa yang ia lakukan selama menjabat sebagai wali kota tersebut.

"Saya hanya blusukan, blusukan, dan blusukan. Hanya dengan blusukan dan berbicara langsung dengan masyarakat, saya bisa menemukan hal-hal yang menarik," cerita beliau.

Melalui blusukan tersebut, Presiden menceritakan kepada para hadirin bahwa salah satu masalah besar di Kota Solo kala itu yang beliau temukan saat blusukan ialah banyaknya pedagang-pedagang ilegal yang tidak teratur di alun-alun kota. Adanya para pedagang ilegal tersebut menyebabkan kemacetan di jalan-jalan sekitarnya dan menimbulkan tumpukan sampah di mana-mana.

"Banyak wali kota sebelumnya yang sudah mencoba untuk mengatasi masalah ini. Namun, setiap kali mereka mencobanya, muncul kerusuhan dan demonstrasi. Kemudian semuanya mengatakan kepada saya bahwa masalah tersebut sudah tidak bisa dibenahi lagi," tandasnya.

Presiden pun yang kala itu masih menjabat sebagai wali kota Solo mencoba untuk bertemu dengan para pedagang tersebut untuk memecahkan masalah. Tak cukup hanya dengan sekali pertemuan, Presiden secara rutin terus mengajak mereka berkumpul bersama.

"Pada akhirnya saya berkumpul dengan mereka sebanyak 54 kali. Saya juga undang mereka untuk sarapan, makan siang, dan makan malam sekitar 20 kali," bebernya.

Apa yang dilakukan Presiden saat itu tidak sia-sia, setelah 7 bulan, para pedagang tersebut setuju untuk direlokasi ke tempat yang jauh lebih baik untuk mereka. Lokasi yang baru tersebut memang sengaja dipersiapkan untuk mereka sejak jauh-jauh hari. Sejak saat itu, alun-alun kota menjadi tempat yang nyaman bagi para keluarga untuk rekreasi.

Lebih jauh, Presiden mengutarakan bahwa 4 tahun kemudian, dirinya dipercaya untuk memimpin Kota Jakarta yang disebutnya hanya sedikit lebih besar dari Solo. Walau hanya sedikit lebih besar dari kota Solo, beliau berpendapat bahwa masalah yang ada di Jakarta jauh lebih besar. Presiden kembali menceritakan apa yang ia lakukan saat menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta.

"Yang saya lakukan adalah blusukan, blusukan, dan blusukan," ujarnya.

Menurut beliau, permasalahan di Jakarta memang jauh lebih banyak, namun solusi untuk menyelesaikan permasalahan tersebut hampir sama dengan saat ketika beliau menjabat Wali Kota Solo. Presiden juga mengutarakan bahwa saat menjabat di Jakarta inilah istilah "blusukan" kemudian menjadi populer.

"It means management by walking around," jelas Presiden mendefinisikan istilah blusukan kepada para hadirin.

Namun, ketika beliau dipercaya untuk memimpin Indonesia, beliau menyampaikan bahwa dirinya tidak lagi melakukan blusukan. Apa yang Presiden katakan kepada hadirin?

"Sekarang saya terbang! Saya masih ingin blusukan, namun Indonesia adalah negara yang besar," ujarnya disambut tawa hadirin.

Namun demikian, Presiden buru-buru menambahkan bahwa dirinya hanya bercanda. Beliau mengatakan bahwa dirinya tetap melakukan hal yang sama ketika saat ia menjabat sebagai wali kota meskipun dirinya kini dipercaya menjadi pemimpin di sebuah negara besar, Indonesia.

Era Baru, Permasalahan Baru

Pada kesempatan tersebut, Presiden Joko Widodo mengatakan bahwa saat ini kita hidup di era baru, di mana terjadi inovasi yang belum pernah ada sebelumnya seperti robot, artificial intelligence, dan lain sebagainya. Namun, di waktu yang bersamaan, menurut Presiden timbul pula ketidakstabilan baru berupa ketimpangan pendapatan, ancaman keamanan, serta kondisi ekonomi yang tidak menentu.

"Saya percaya bahwa inovasi akan menciptakan kemenangan sekaligus kekalahan," ujarnya.

Oleh sebab itu, Presiden berpesan agar semua pihak harus berhati-hati dalam menjaga perbedaan antara pemenang dan yang kalah. Sebab, bukan tidak mungkin kekecewaan akibat kekalahan akan menimbulkan rasa malu yang luar biasa sehingga menimbulkan kemarahan dan akhirnya melahirkan kelompok ekstrimis dan radikal yang tidak segan melakukan tindak kekerasan.

Menutup pidatonya, Presiden menekankan bahwa Indonesia memiliki moto harmoni dalam perbedaan. Ratusan suku bangsa yang ada di Indonesia memiliki kebudayaan yang berbeda-beda dengan agama yang berbeda-beda. Oleh karena itu, Indonesia berupaya menciptakan harmoni berupa sikap toleransi dalam memandang perbedaan-perbedaan tersebut.

"Jika kita berjalan dan bekerja bersama-sama, akan lebih banyak orang yang bergabung dengan kita. Sampai pada akhirnya kita memiliki semuanya. Semuanya," tutupnya.

17 Mei 2016
Tim Komunikasi Presiden

Sukardi Rinakit