:
Oleh MC PROV KALIMANTAN BARAT, Rabu, 20 November 2024 | 14:16 WIB - Redaktur: Tri Antoro - 146
Pontianak, InfoPublik – Penjabat (Pj) Sekretaris Daerah Provinsi Kalimantan Barat, Mohammad Bari, mengikuti Rapat Monitoring dan Evaluasi Kebijakan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB) yang digelar secara hybrid di Ruang Data Analytic Room (DAR), Kota Pontianak, Provinsi Kalimantan Barat (Kalbar) pada Selasa (19/11/2024).
Rapat ini merupakan tindak lanjut dari Surat Edaran Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Nomor 500.2.3/1256/SJ tanggal 8 Maret 2024, yang berisi Petunjuk Pelaksanaan Pemberian Insentif Fiskal terkait PBBKB untuk mendukung Program Prioritas Nasional, termasuk pengendalian inflasi.
Sekjen Bina Keuangan Daerah Kemendagri, Horas Maurits Panjaitan, dalam paparannya menjelaskan bahwa tarif maksimal PBBKB sesuai UU Nomor 28 tahun 2009 dan UU Nomor 1 tahun 2022 tetap sebesar 10 persen. Namun, penetapan tarif menjadi kewenangan pemerintah daerah asalkan tidak bertentangan dengan regulasi.
Ia menegaskan bahwa perubahan tarif PBBKB tidak berlaku untuk semua daerah, melainkan hanya untuk daerah-daerah yang mengambil kebijakan tersebut. Kenaikan tarif PBBKB pada BBM subsidi, misalnya, tidak menyebabkan kenaikan harga BBM karena harga BBM subsidi telah ditetapkan oleh pemerintah pusat.
Sementara itu, untuk BBM non-subsidi, kenaikan tarif PBBKB dapat berdampak pada inflasi. Namun, hal ini juga sejalan dengan fungsi regulerend dari tarif PBBKB, yaitu mengurangi konsumsi BBM yang memiliki dampak eksternalitas terhadap lingkungan.
Pemda juga diberikan kewenangan untuk memberikan insentif fiskal sesuai UU 1/2022, seperti pengurangan, keringanan, pembebasan, atau penghapusan pokok pajak. Insentif ini diharapkan dapat mendukung pengendalian inflasi dan meringankan beban masyarakat.
Pj Sekda Kalbar Mohammad Bari menegaskan bahwa Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat tetap mengacu pada arahan Kemendagri. Pemprov Kalbar telah menyesuaikan tarif PBBKB menjadi 7,5 persen sesuai Surat Edaran Mendagri.
"Berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi, Pemprov Kalbar masih mengacu pada UU 28/2009 dan UU 1/2022 yang menetapkan tarif maksimal 10 persen. Namun, kami mengikuti arahan Mendagri untuk menerapkan tarif sebesar 7,5 persen," jelas Bari.
Ia juga menekankan pentingnya sinergi antara pemerintah pusat dan daerah dalam menyusun kebijakan fiskal.
"Sinergi yang kuat antara pusat dan daerah sangat penting agar kebijakan PBBKB ini memberikan dampak positif bagi perekonomian daerah dan nasional," tambahnya.
Dengan koordinasi yang baik, diharapkan kebijakan PBBKB mampu mendukung program prioritas nasional, termasuk pengendalian inflasi, serta memberikan kontribusi signifikan bagi pembangunan daerah.
(rfa/ica)