- Oleh MC KOTA JAMBI
- Sabtu, 9 November 2024 | 15:16 WIB
: Plt Asisten Bidang Administrasi Umum Setda Provinsi Gorontalo, Yosef P. Koton, saat memberikan kata sambutan pada Visitasi Kepemimpinan Nasional (VKN) Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kementerian Luar Negeri (Pusdiklat Kemenlu). (Foto: istimewa)
Oleh MC PROV GORONTALO, Kamis, 17 Oktober 2024 | 15:15 WIB - Redaktur: Bonny Dwifriansyah - 131
Kota Gorontalo, InfoPublik - Plt Asisten Bidang Administrasi Umum Setda Provinsi Gorontalo, Yosef P. Koton, mewakili Sekretaris Daerah, memberikan kata sambutan pada Visitasi Kepemimpinan Nasional (VKN) Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kementerian Luar Negeri (Pusdiklat Kemenlu), di aula rumah dinas Gubernur Provinsi Gorontalo, Rabu (16/10/2024).
Kegiatan yang membahas isu ketahanan iklim ini dihadiri antara lain Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kemlu Mohammad Kurniadi Koba, Konsul Jenderal Australia di Makassar Todd Dias, sejumlah pengurus organisasi perangkat daerah, Dinas Pertanian kabupaten/kota, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, serta Direktorat Pasifik dan Oseania di Kementerian Luar Negeri.
Dalam kata sambutannya, Yosef menyampaikan perubahan iklim (climate change) adalah perubahan pola iklim secara signifikan dan ekstrem pada rentang waktu yang panjang, seperti musin kering terjadi lebih panjang, sedangkan musin hujan menjadi tidak dapat diprediksi. “Perubahan iklim ini diakibatkan pemanasan global (global warning) yaitu naiknya suhu udara di bumi secara menyeluruh,” ujarnya.
Ia menjelaskan bahwa Indonesia merupakan negara yang berpotensi mempunyai tingkat kerentanan yang sangat tinggi terhadap dampak perubahan iklim yang akan berpengaruh terhadap ketahanan ekosistem, ekonomi, lingkungan dan wilayah-wilayah khusus, seperti pesisir dan pulau-pulau kecil, serta wilayah Indonesia yang sebagian besar terdiri dari laut dan kepulauan.
Menurutnya, upaya pengurangan risiko dampak perubahan iklim merupakan tugas bersama, yang memerlukan dukungan dan partisipasi aktif seluruh pihak, termasuk pemerintah, para ilmuwan, akademisi, organisasi non-pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat umum.
“Langkah-langkah antisipatif untuk meningkatkan ketahanan masyarakat terhadap dampak perubahan iklim perlu diperkuat sehingga pembangunan yang telah dan akan dilaksanakan dapat terjamin keberlanjutannya,” tutur Yosef.
Kegiatan adaptasi dan mitigasi perubahan iklim di Indonesia dilaksanakan secara terintegrasi dengan program pembangunan, terutama pada sektor dan wilayah yang teridentifikasi rentan terhadap dampak perubahan iklim.
Pada 5 Desember 2016 yang lalu, Provinsi Gorontalo mendapatkan penghargaan sebagai Provinsi Konservasi yang ketiga di Indonesia setelah Papua Barat dan Kalimantan Timur oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya.
“Gorontalo menjadi provinsi yang mempertegas langkah dalam konservasi alam dan juga sebagai informasi bahwa kami di tahun 2024 ini mendapat dana hibah dari Green Climate Fund (GCF), hasil kerja sama RI dan Norway melalui program Reducing Emission from Deforestation and Forest Degradation (REDD+) periode 2014-2016 untuk fund output 2 untuk pengurangan emisi, dengan anggaran kurang lebih 414.883 USD untuk tujuh lingkup kegiatan, antara lain kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan (RHL), program kampung iklim (Proklim), dan pengendalian kebakaran hutan (Karhutlah).
Gorontalo juga dikelilingi wilayah konservasi seperti Taman Nasional Bogani Nani Wartabone, Suaka Margasatwa Nantu- Boliyohatu, Cagar Alam Panua, Cagar Alam Tanjung Panjang, Cagar Alam Mas Popaya Raja, dan Cagar Alam Tangale.
Yosef mengungkapkan komitmen sebagai provinsi konservasi adalah wujud dukungan indonesia kepada dunia dalam rangka penurunan emisi karbon.
Pengelolaan lintas fungsi hutan dan non-hutan perlu dilakukan dengan lestari untuk memberikan manfaat ekonomi dan ekologis yang optimal serta berkelanjutan. (mcgorontaloprov)