- Oleh MC PROV SUMATERA BARAT
- Jumat, 27 September 2024 | 12:54 WIB
: Gubernur Sumbar saat melakukan pengecekan kawasan perhutanan sosial.
Oleh MC PROV SUMATERA BARAT, Selasa, 10 September 2024 | 22:12 WIB - Redaktur: Santi Andriani - 283
Sumbar, Infopublik - Pemerintah Provinsi Sumatera Barat (Pemprov Sumbar) terus berupaya mengentaskan kemiskinan terutama di kawasan sekitar hutan melalui Program Perhutanan Sosial. Program ini membantu masyarakat sekitar hutan memperoleh pendapatan yang mendekati upah minimum provinsi (UMP).
Mahyeldi menyatakan Pemprov Sumbar terus berkomitmen meningkatkan kolaborasi demi kemajuan perhutanan sosial di Sumbar. Melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Pemprov Sumbar juga menargetkan kawasan hutan untuk dikelola masyarakat Sumbar seluas 700 ribu hektare lebih.
Dikatakannya, pengelolaan perhutanan sosial di Sumbar termasuk yang sukses di Indonesia. Hal tersebut dibuktikan hingga 2023 capaian sudah 205 unit dengan luas akses kelola 287 hektare. Di dalam 205 unit izin yang dikeluarkan itu telah terbentuk sebanyak 618 unit Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS) yang fokus untuk menggarap potensi usaha dalam kawasan pengelolaannya.
Survei yang dilakukan Dinas Kehutanan Sumbar, ada sekitar 175.892 kepala keluarga (KK) yang saat ini berada di sekitar kawasan dan memanfaatkan Program Perhutanan Sosial di Sumbar. Jika satu KK diasumsikan lima orang, maka terdapat 877.765 orang yang bisa menggantungkan hidup pada kawasan hutan tersebut.
"Capaian ini merupakan sumbangsih dan bentuk komitmen Pemprov Sumbar untuk mencapai target perhutanan sosial nasional sebesar 12,7 juta hektare," kata Mahyeldi, Selasa (10/09/2024).
Angka itu juga masih bisa bertambah karena alokasi kawasan hutan untuk Perhutanan Sosial di Sumbar mencapai 700.000 hektare. Masih tersisa alokasi 212. 447 hektare lagi yang bisa dikeluarkan izin pengelolaan hutan melalui program itu.
Gubernur Sumbar menyatakan dirinya mempunyai kepentingan untuk mengelola perhutanan sosial, sebab kurang lebih 81 persen masyarakat Sumbar berada di sekitar kawasan hutan, dengan artian 57 persen penduduk Sumbar bergerak di pertanian termasuk perhutanan.
"Kita serius dan sungguh-sungguh memberikan perhatian kepada masyarakat, agar tidak menggangu hutan, melakukan penebangan, maupun membakar hutan. Coba bayangkan kalau kita tidak memberikan perhatian kepada mereka, memerhatikan aktivitas mereka, apa yang akan terjadi pada hutan kita," tuturnya.
Pendapatan dari perhutanan nasional terus naik signifikan mendekati UMR Sumbar
Program Perhutanan Sosial dengan lima skema yaitu hutan desa (HD), hutan desa atau hutan nagari (HN), hutan kemasyarakatan (Hkm), hutan tanaman rakyat (HTR), dan hutan adat (HA), Kemitraan kehutanan memiliki potensi besar untuk memberikan peningkatan kesejahteraan pada masyarakat sekitar hutan.
Beberapa yang telah sukses diantaranya HKm Solok Radjo di Nagari Air Dingin, Kecamatan Lembah Gumanti, Kabupaten Solok. Daerah di ketinggian 1.500 meter di atas permukaan laut itu sangat cocok untuk tanaman kopi.
Meski awalnya harus berjalan, berkat kegigihan sejumlah anak muda yang mendirikan Koperasi Produsen & Serba Usaha (KPSU) Solok Radjo pada 2014, saat ini produknya telah menembus pasar ekspor ke Amerika Serikat, Australia, Jepang dan Korea.
Ketua KPSU dan HKm Solok Radjo, Joni Sandika Putra menyebut mereka menampung hasil panen kopi dari ratusan masyarakat pemilik batang kopi di dalam kawasan HKm Solok Radjo. Buah yang diterima khusus buah ceri, yaitu buah yang telah matang berwarna merah. Rata-rata masyarakat telah memahami jenis buah yang ditampung KPSU Solok Radjo itu.
Simbiosis antara ratusan petani dan pengelola HKm Solok Radjo itu berhasil memberikan dampak ekonomi yang signifikan terhadap masyarakat sekitar yang rata-rata adalah petani holtikultura. Penghasilan dari kopi yang dijual pada KPSU Solok Radjo bisa menjadi penyangga belanja harian bagi mereka, menjelang kebun holtikultura bisa dipanen.
Potret keberhasilan Program Perhutanan Sosial juga bisa dilihat dari Lembaga Pengelola Hutan Nagari (LPHN) Taram, Kabupaten Limapuluh Kota yang mendapatkan izin pengelolaan hutan dalam skema hutan nagari dari KLHK pada 2018 seluas 800 hektare.
Saat ini, kata Ketua Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS) Ekowisata Kapalo Banda, Muhammad Yahdi, dari pengelolaan destinasi wisata di kawasan itu, perputaran uang bisa mencapai Rp2 miliar pertahun.
Perputaran uang itu dari tiket masuk destinasi wisata, usaha-usaha makanan, minuman dan UMKM lainnya serta kantong-kantong sumber pendapatan lain dari sektor jasa seperti travel, penyewaan/rental kendaraan bermotor dan homestay milik masyarakat. "Potensi perhutanan sosial itu terbukti mampu mengangkat pendapatan petani hutan sehingga berpotensi mendukung upaya pemerintah dalam mengentaskan kemiskinan," katanya.
Sementara itu Kepala Dinas Kehutanan Sumbar Yozarwardi mengatakan, tiga tahun terakhir pendapatan petani hutan sudah naik signifikan. Pendapatan itu jauh di atas pendapatan masyarakat kategori miskin menurut Badan Pusat Statistik (BPS). Pendapatan meningkat signifikan sejak 2020 terdorong oleh semakin baiknya pengelolaan perhutanan sosial di daerah ini.
Rata-rata kenaikan pendapatan petani hutan di daerah ini mencapai 15 persen per tahun. Pada 2020 pendapatan petani hutan di Sumbar sebesar Rp1.517.160 per bulan. Angka itu naik 17,31 persen atau setara Rp262.550 pada 2021, menjadi Rp1.779.710 per bulan. Pada 2022 pendapatan kembali naik 11,16 persen atau setara Rp198.657, menjadi Rp1.978.367 per bulan dan naik lagi 17,24 persen atau Rp341.144 pada 2023 menjadi Rp2.319.511 per bulan.
Beda pendapatan petani hutan dengan UMR Sumbar, tinggal Rp500 ribu per bulan. Dan itu, adalah angka rata-rata. Artinya sudah cukup banyak petani hutan yang memiliki penghasilan lebih besar dari UMR yang saat ini Rp2,81 juta per bulan.
Perhutanan sosial memberikan harapan untuk memberikan hidup layak bagi masyarakat Sumbar yang sebagian besar berada di sekitar kawasan hutan.
Data Dinas Kehutanan Sumbar, sebanyak 850 nagari atau desa (81,97 persen) dari 1.157 nagari yang ada di Sumbar itu berada di sekitar kawasan hutan. Artinya, sebagian besar masyarakat Sumbar, bisa memanfaatkan potensi yang ada di hutan melalui Program Perhutanan Sosial. (adp/hm/Diskominfotik Sumbar)