: Proses evakuasi warga dari Pulau Tagulandang menggunakan KRI Kakap-881, Kabupaten Kepulauan Sitaro, Sulawesi Utara, Rabu (1/5/2024)/ dok. TNI AL
Jakarta, InfoPublik - proses evakuasi 9 ribu warga memang harus dilakukan mengingat wilayah dalam radius tujuh kilometer dari pusat kawah Gunung Api Ruang telah ditetapkan menjadi zona berbahaya.
Kepala PVMBG Hendra Gunawan menyatakan, secara historis Gunung Api Ruang sangat lazim mengeluarkan awan panas.
Gunung Api berjenis stratovolcano itu juga tercatat mengalami rentetan erupsi yang berdampak langsung terhadap kehidupan maupun penghidupan manusia.
"Ternyata dari historisnya Gunung Ruang itu memang sangat lazim mengeluarkan awan panas. Jadi sudah tepat memang itu daerah berbahaya," jelas Hendra dalam keterangan tertulis BNPB yang diterima InfoPublik, Jumat (3/5/2024).
Menurut catatan, erupsi Gunung Api Ruang terjadi pada 1808, 1810, 1840, 1856, 1870, 1871, 1874, 1889, 1904-1905, 1914, 1915, 1918, 1940, 1946, 1949, 2002 dan 2024.
Hendra mengatakan bahwa kejadian erupsi pada 1871 juga memicu terjadinya gelombang tsunami dan memakan korban hingga 400 orang.
Atas dasar itu maka pemerintah akan mengambil langkah permanen untuk memindahkan permukiman warga, khususnya yang berada di Pulau Ruang, pulau utama di kaki Gunungapi Ruang, ke lokasi yang lebih aman.
Sementara itu, Dalam Rakor yang dihadiri oleh Gubernur Sulawesi Utara beserta seluruh jajaran forkompimda dan unsur terkait lainnya, Kepala BNPB Suharyanto mengatakan bahwa pihaknya akan membantu proses relokasi warga yang berada di kawasan rawan bencana erupsi Gunungapi Ruang, khususnya yang berada di Pulau Ruang.
Hal itu, jelas Suharyanto, akan segera dibahas dalam Rapat Tingkat Menteri (RTM) bersama kementerian dan lembaga terkait.
Menurut Suharyanto, ada sebanyak 301 KK yang berasal dari dua desa di kaki Gunung Api Ruang yang menjadi prioritas utama dan harus direlokasi.
Dalam hal ini Suharyanto meminta Pemkab Kepulauan Sitaro dan Pemprov Sulawesi Utara untuk segera menyiapkan dan menetapkan lahan yang aman dan kondusif.
Lebih lanjut, Suharyanto juga memastikan kepada masyarakat yang tidak wajib direlokasi namun tempat tinggalnya mengalami kerusakan terdampak erupsi, maka BNPB juga akan memberikan dukungan pembangunan kembali rumah yang rusak tersebut.
"Ada dua mekanisme. Bagi masyarakat yang bukan tinggal di kaki Gunung Api Ruang, yang tidak direlokasi maka bisa pembangunannya juga dapat dibantu oleh BNPB. Masyarakat yang tidak direlokasi tapi rumahnya rusak, maka bisa kita bisa bantu," jelas Suharyanto.
Adapun besaran bantuan bagi tingkatan kerusakan rumah dibagi menjadi tiga kategori.
Pertama, untuk rumah rusak berat maka dapat menerima bantuan senilai Rp60 juta, rumah rusak sedang Rp30 juta, sedangkan rusak ringan sebesar Rp15 juta.
Suharyanto meminta agar pendataannya dapat segera diselesaikan dan diajukan kepada pemerintah.
"Rusak berat 60 juta rupiah, sedang 30 juta dan ringan 15 juta rupiah," kata Suharyanto.
"Tolong diajukan. Cepat atau tidaknya tergantung pada pendataan di daerah dan segera daerah mengajukan," pungkasnya.
Sementara itu, Gubernur Sulawesi Utara Olly Dondokambey menyampaikan kalau lahan relokasi untuk warga terdampak dari Pulau Gunung Ruang sudah disiapkan di Kab. Bolaang Mongondow Selatan.
Saat ini lahan tersebut masih berstatus milik masyarakat, tetapi akan segera dibebaskan oleh pemerintah Provinsi Sulawesi Utara.