: Sungai Siak tampak dari jembatan tengku agung Sultanah latifah kota Siak sri Indrapura
Oleh MC KAB SIAK, Rabu, 20 Desember 2023 | 06:09 WIB - Redaktur: Yudi Rahmat - 670
Siak, InfoPublik - Wilayah sumatera tengah dikenal sebagai negeri dengan kekayaan rempah-rempah yang melimpah, sejarah mencatat pada abad 17-18, cengkeh dan pala yang dikumpulkan dari penduduk diangkut menuju Eropa.
Sungai Siak menjadi jalur pelayaran penting pada masa itu, untuk menembus belantara Sumatera yang kaya akan rempah. Tak jarang kapal-kapal berlambung besar hilir mudik menembus jalur sungai hingga hilirnya.
Semakin dalam kapal merangsek, kemungkinan untuk mendapatkan komoditas rempah semakin terbuka. Di Singapura, komoditas pertanian semacam pala dan cengkeh tidak ditemukan. Kalaupun ada, itupun kiriman dari orang-orang di Sumatera.
Cengkeh dan pala membuat kapal-kapal besar hilir mudik di sungai Siak. Jejak para pelayar ini yang sedang di cari dengan pendekatan riset dan metodologi ilmiah.
Masyarakat setempat bertutur sungai Siak telah berperan besar sebagai jalur pelayaran dan perdagangan rempah-rempah. Kapal-kapal yang terlanjur masuk ke perut Sumatera tidak akan kembali ke Singapura bila belum memuat rempah beserta komoditas lainnya.
Melihat sejarah itu, Pemkab Siak terus menggali bukti-bukti sungai ini menjadi jalur perdagangan rempah. Sungai Siak sebagai jalur rempah menjadi tema untuk mendapatkan pengakuan Sungai Siak sebagai jalur rempah sebagai warisan dunia dari UNESCO.
Sungai Siak meliuk sepanjang 345 Km dengan lebar lebih kurang 96 meter dengan kedalaman berkisar 30 meter. 240 Km dari muara hingga ke pedalaman Sumatera dapat dilayari. Meski pada akhir-akhir ini kedalaman sungai Siak di bawah 30 meter karena terdapatnya endapan.
Sungai Siak sebagai bonus alam dan sebagai sumber kehidupan, kembali di memanfaatkan Pemkab siak dengan menggelar berbagai acara. Seperti lomba dayung bertaraf internasional Serindit Boat Race, festival sungai jantan dan membuat kajian-kajian akademis tentang peran dan fungsi sungai di masa lampau, terkait jalur pelayaran dan perdagangan rempah.
Ketua Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) Kabupaten Siak dan Tim Penyusunan Dokumen Siak Warisan Dunia, Irham Temas Sutomo mengatakan, Sungai Siak sebagai jalur rempah terus diperjuangkan untuk masuk ke dalam tentatif list warisan dunia di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Riset, Teknologi (Kemendikbudristek).
Ia menerangkan, merujuk peta besar Indonesia dalam upaya menjadikan jalur rempah warisan dunia Siak dan Bengkalis masuk untuk wilayah Riau. Siak dan Bengkalis masuk dalam Koridor Pantai Timur Sumatera.
“Perkembangan Siak menjadi warisan dunia masih diusahakan masuk dalam tentative list UNESCO, sebelum itu ada satu tahapan lagi yaitu verifikasi Dokumen Warisan Dunia atau Dossier World Heritage ke Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan di Jakarta,” ujar Temas, Senin (18/12/2023).
Ia mengatakan, pada tahap verifikasi ini setidaknya sudah tiga kali dilakukan bersama tim kementerian dan seorang assesor dari UNESCO. Dalam tiga kali bimbingan sekaligus verifikasi tersebut dapat disimpulkan masih banyak dokumen yang harus dilengkapi. Terutama, tema besar yang akan dijadikan sebagai warisan dunia.
“Terdapat beberapa masukan dari pihak kementerian dan tim ahli UNESCO mengenai penajaman tema yang akan diangkat. Apakah Istana, Sungai Siak atau jalur perdagangan sungai Siak yang mendunia,”katanya.
Pada November 2023 lalu, tim penyusun dokumen mencoba menggali kembali tema Sungai Siak sebagai jalur perdagangan. Kendalanya adalah sedikitnya artefak atau sisa tinggalan jejak perdagangan tersebut. Terutama pelabuhan-pelabuhan lama.
“Jika tema ini yang akan diangkat tidak bisa hanya menjadi urusan kabupaten Siak saja tetapi akan ada lintas kota/kabupaten seperti Pekanbaru, Tapung kabupaten Kampar, Bengkalis dan Bagan Siapi-api, kabupaten Rokan Hilir,” terangnya.
Menurut Temas, artefak atau bukti jalur perdagangan seharusnya banyak ditemukan pada titik-titik lokasi pelabuhan. Termasuk gudang penyimpanan komoditas. Artefak atau objek sisa-sisa di masa itu telah banyak yang hilang. Hanya di Pekanbaru-Siak dan Bengkalis yang masih tersisa walau belum kuat untuk mendukung data atau arsip yang ada pada catatan perdagangan kolonial.
“Di dalam kota Siak sendiri sebenarnya cukup banyak bukti otentik, namun mengingat Siak bukan kota pelabuhan dagang maka ini juga akan menjadi lemah jika dikaitkan dengan tema jalur perdagangan,” katanya.
Nilai penting sungai Siak merupakan urat nadi jalur perdagangan ke pedalaman Sumatera. Kala itu pedalaman Sumatera banyak menghasilkan komoditas alam dan mineral, seperti emas dan timah dari gugusan Bukit Barisan.
“Sebagaimana kita tahu pada masa itu jalur lalu lintas banyak menggunakan transportasi air/sungai, melalui beberapa sungai dan cabang sungai yang bermuara ke sungai Siak,” katanya.
Komoditas itu diambil dan dibawa untuk dikumpulkan di titik-titik muara anak sungai yang di sebut pangkalan. Selanjutkan dibawa ke pelabuhan Pekanbaru. Dari sana baru dibawa dengan kapal bermuatan besar menuju Singapura.
“Jadi Sungai Siak sangat berperan dalam jalur kapal-kapal besar yang membawa komoditas alam dari pedalaman Sumatera ke pelabuhan Singapura,”ulangnya.
Pada 1858 M, kapal-kapal sangat ramai hilir mudik di sungai Siak itu. Perdagangan itu semakin ramai setelah perjanjian Siak dengan Belanda yang dikenal Traktat Siak.
“Walau sebelumnya semasa Sultan Syarif Ali lalu lintas di sungai Siak juga sudah sangat ramai, namun sempat meredup dan mengalami masa-masa sulit dan lalulintas perdagangan menurun jauh hampir 30 tahun lamanya,” katanya.
Setelah 1858, lada menjadi komoditas primadona untuk komoditi jalur rempah. Kemudian digantikan dengan komoditas lain yang lebih diandalkan, yaitu pinang, gambir, damar, karet, rotan, ikan terubuk dan emas. Sementara komoditas yang masuk ke wilayah Siak dan sekitarnya adalah kain, garam dan porselin.
“Konsekuensi negatif dari Traktat Siak adalah Belanda akhirnya secara resmi menjadikan Siak koloninya dan wilayah Siak yang luas di Pantai Timur Sumatera menjadi mengecil dengan lepasnya Deli Langkat, Asahan dan Serdang,” katanya.
Dari berbagai cerita pelayaran kapal-kapal pengangkut hasil alam pedalaman Sumatra di masa lampau belum serta merta bisa masuk ke tentatif list warisan dunia. Namun Siak terus mengikuti prosesnya.
“Bagi Siak menjadi warisan dunia sebenarnya yang menjadi utama itu adalah Outstanding Universal Value (OUV). Jadi apa peran Siak yang berpengaruh bagi dunia atau keunikan yang tidak ada atau sangat sedikit ditemukan di belahan dunia lain,” katanya.
Ia mendorong agar semakin banyak tulisan atau penelitian akademis terkait ini. Sebab hal itu berpengaruh dalam menyusun Dokumen Warisan Dunia. Pemkab Siak dan Propinsi Riau di dorong lebih sering membuat kajian-kajian akademis tentang Siak. Terutama pada tema-tema Jalur Perdagangan di sungai Siak.
Furniture di dalam istana Siak diyakini sebagai bukti otentik adanya hubungan timbal balik antara Siak dan Eropa. Istana Siak dengan segala kemewahannya adalah bukti pada masa itu bahwa revolusi industri di belahan dunia barat telah sampai di Siak.
“Itu baru hipotesis sederhana saat melihat fenomenanya, namun ini perlu kajian mendalam terutama dalam ranah penelitian akademis,” katanya.
Temas menambahkan melihat furniture di Istana Siak seperti sekeping Eropa di Belantara Sumatera. Namun ia mengakui perlunya kajian lebih mendalam.
Bupati Siak Alfedri menegaskan komitmennya untuk memperjuangkan sungai Siak sebagai jalur rempah nusantara menjadi warisan dunia yang diakui UNESCO. Alasannya karena sungai Siak adalah jalur rempah selama masa pendudukan Belanda.
“Di Riau ini ada dua yang masuk jalur rempah nusantara, yaitu Siak dan Bengkalis,” ujar Alfedri.
Alfedri menyebut jalur rempah yang dimaksud adalah jalur perdagangan dan budaya dengan rempah-rempah sebagai komoditas utamanya. Sungai Siak menjadi jalur transportasi untuk mengangkut rempah-rempah dari pedalaman Sumatera. Komoditas rempah -rempah yang diangkut seperti cengkeh, pala, kemiri, lada, kopi dan kayu manis dan lain-lain.
“Memperjuangkan jalur rempah menjadi warisan dunia ke UNESCO akan melibatkan banyak kabupaten kota di Indonesia. Siak mengambil bagian dalam perjuangan yang sedang berjalan saat ini,” katanya.
Menurut Alfedri, pihaknya sudah lama melakukan pembahasan ini, Focus Group Discussion (FGD) dan seminar-seminar serta kajian terus bergulir.
“Pada jalur rempah ini ada warisan budayanya, pembahasan ini sudah lama dan terus maju ke depan,” katanya.
Perjuangan menjadikan Jalur rempah Nusantara sebagai warisan dunia tidak dapat dilakukan sendiri-sendiri. Kabupaten kota yang masuk ke jalur rempah berjuang bersama-sama dikomandoi oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi.
“Saat ini Indonesia sedang giat-giatnya memperjuangkan jalur rempah ini. Jalur rempah ini dipilih untuk menegaskan ketersambungan daerah-daerah di Indonesia dan konektivitas historis Indonesia dengan daerah lain di negara lain,” katanya.
Alfedri menambahkan, sungai Siak sebagai jalur rempah yang mengangkut komoditas rempah dari pedalaman Sumatra ke luar merupakan sejarah panjang bangsa ini. Ia ingin menghidupkan kisah-kisah tersebut supaya generasi tidak lupa akan sejarah.
Jalur rempah mencakup berbagai lintasan jalur budaya yang melahirkan peradaban global dan menghidupkan kembali peran masyarakat,” kataya. Tidak hanya itu, Alfedri juga mendorong Jaringan Kota Pusaka Indonesia (JKPI) untuk berjuang bersama menjadikan jalur rempah nusantara warisan dunia di UNESCO.(MC-KAB-SIAK/dp07/Def).