:
Oleh MC KAB SUMBA BARAT DAYA, Jumat, 1 Desember 2023 | 10:00 WIB - Redaktur: Yudi Rahmat - 426
Tambolaka, InfoPublik – Pj Gubernur Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), Ayodhia G.L. Kalake, membuka secara resmi kegiatan Monitoring dan Evaluasi Keempat Konsorsium Malaria Sumba di Desa Wee Renna Kecamatan Kota Tambolaka Kabupaten SBD Provinsi NTT, Kamis (30/11/2023).
Kegiatan ini dihadiri oleh Bupati SBD, dr. Kornelius Kodi Mete, perwakilan dari Kabupaten Sumba Timur, Sumba Tengah dan Sumba Barat. Juga hadir narasumber dari Kementerian Kesehatan RI, perwakilan dari UNICEF Jakarta dan Kupang, para anggota Konsorsium Malaria Sumba dan seluruh peserta kegiatan.
Dalam sambutan Pj Gubernur NTT, Ayodhia mengatakan atas nama pemerintah Provinsi dan masyarakat NTT, saya mengucapkan selamat datang di NTT kepada narasumber dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, UNICEF, dan peserta yang berasal dari luar NTT.
Apresiasi kepada tim konsorsium malaria sumba, UNICEF dan PPNI NTT yang telah memfasilitasi kegiatan ini untuk mempercepat upaya eliminasi malaria di Pulau Sumba. Pemerintah telah menetapkan salah satu tujuan Sustainable Development Goals (SDGs) untuk mencapai eliminasi malaria secara total pada tahun 2030.
Ia menyebutkan, sampai dengan saat ini terdapat 372 kabupaten/kota yang telah dinyatakan bebas malaria oleh Kementerian Kesehatan. Dan hanya ada 9 dari 22 kabupaten/kota di NTT yang dinyatakan bebas malaria yakni Kota Kupang, Kabupaten Manggarai, Manggarai Timur, Manggarai Barat, Ngada, Nagekeo, Ende, Sabu Raijua dan Belu.
"Karena itu, Provinsi NTT masih merupakan salah satu provinsi endemis malaria, yang menyumbang kasus tertinggi kedua setelah Papua,” katanya.
Menurut Ayodhia, berbagai upaya telah dilakukan pemerintah provinsi untuk menanggulangi penyakit malaria. Pada tahun 2005 telah dikeluarkan peraturan daerah Provinsi NTT nomor 3 tentang pemberantasan nyamuk, disusul pada tahun 2017 telah dikeluarkan peraturan Gubernur nomor 11 tahun 2017 tentang eliminasi malaria Provinsi NTT.
Dalam 13 tahun terakhir terjadi penurunan drastis penyakit malaria di NTT, namun khusus untuk Pulau Sumba belum tampak signifikan. Dari 15.812 kasus malaria di NTT pada tahun 2022, 84% atau 13.262 kasus malaria dilaporkan dari 4 Kabupaten di Pulau Sumba.
“Tertinggi di Kabupaten SBD dengan angka 5.730 kasus, disusul Sumba Timur 5.540 kasus, Sumba Barat 1903 kasus, dan terendah Kabupaten Sumba Tengah hanya 89 kasus. Kasus malaria tersebut tersebar di 51% desa yang ada di seluruh Pulau Sumba,” ujarnya.
Ayodhia menambahkan, dengan masih tingginya prevalensi malaria di pulau sumba hendaknya menjadi perhatian serius dari 4 pemerintah Kabupaten di Pulau Sumba khususnya konsorsium malaria sumba, yang dibentuk melalui surat keputusan Gubernur NTT nomor 178A/KEP/HK/2019.
"Eliminasi malaria harus dikerjakan bersama-sama dan serentak oleh semua pihak sehingga diperlukan komitmen kuat dari pemerintah daerah," tegasnya.
Dan ia juga memberikan apresiasi kepada pemerintah Kabupaten Sumba Tengah yang telah berhasil keluar dari status endemis malaria tinggi ke status endemis malaria rendah. Pemerintah Sumba Tengah kiranya memperhatikan syarat-syarat eliminasi malaria. Karena rata-rata butuh waktu 4 tahun untuk mencapai status eliminasi dari endemis rendah.
“Untuk Kabupaten Sumba Barat juga mulai menunjukkan penurunan endemis dari tinggi ke sedang tahun ini. Pemerintah Sumba Barat perlu lebih fokus ke desa/kampung dengan kasus malaria tinggi.
Karena perlu waktu minimal 2 tahun untuk menurunkan endemisitas malaria dari tinggi ke rendah,” ungkapnya.
Sedangkan untuk Kabupaten Sumba Timur dan SBD masih berada pada endemis tertinggi, lebih dari 13 tahun terakhir.
Pemerintah kedua kabupaten ini kiranya lebih serius bekerja untuk menghentikan penularan malaria di wilayah dengan fasilitas semua kebutuhan logistik untuk menemukan semua orang yang sakit malaria hingga ke kampung-kampung yang sulit dijangkau, perbanyak kader malaria di setiap kampung yang bertugas melakukan kunjungan ke rumah-rumah 1 kali setiap bulan untuk mencari dan menemukan kasus malaria kemudian mengawasi kepatuhan minum obat anti malaria.
"Semakin banyak penduduk diperiksa malaria, semakin besar peluang menemukan kasus positif untuk diobati dan menghentikan penularan," katanya.
Lakukan upaya preventif dengan menggerakkan para kepala kampung untuk memimpin gerakan kampung bebas jentik nyamuk.
Ajak penduduk desa melakukan pencegahan malaria dengan kurangi keluar malam atau gunakan baju lengan panjang jika terpaksa keluar malam karena perilaku nyamuk malaria menghisap darah dari petang hingga pagi hari serta ajak masyarakat untuk selalu memakai kelambu anti nyamuk.
Dirinya mengatakan, pemerintah 4 Kabupaten memiliki komitmen kuat untuk mengeliminasi malaria di Pulau Sumba. Hal ini tampak pada terjadinya penurunan kasus malaria mencapai 65% sampai dengan 27 November 2023 dibanding tahun 2022.
Pemerintah Kabupaten Sumba Barat juga sejak tahun 2022 sampai tahun 2023 mewajibkan semua desa mengalokasikan dana desa untuk eliminasi malaria senilai 7.600.000/tahun untuk setiap desa.
Selain itu, dengan terbentuknya peraturan desa tentang eliminasi malaria di 8 desa percontohan, masing-masing 2 desa per kabupaten di Pulau Sumba yang telah ditindaklanjuti oleh Bupati Sumba Timur, dengan adanya peraturan desa tentang eliminasi malaria dari 2 desa contoh ke 70 desa di Sumba Timur.
Pulau sumba merupakan pulau yang sangat indah dan menjadi salah satu tujuan wisata favorit para wisatawan baik dalam negeri maupun dari luar negeri.
Untuk itu, perlu aksi bersama untuk memerangi sejumlah wabah penyakit menular, terutama malaria yang dapat menghambat geliat pariwisata. Dengan tercapainya eliminasi malaria akan membawa dampak positif dalam mempromosikan pulau sumba sebagai destinasi wisata yang semakin aman dan nyaman bagi para wisatawan.
“Saya berharap pertemuan monitoring dan evaluasi keempat Kabupaten di Pulau Sumba dapat merekomendasikan langkah-langkah yang lebih progresif untuk percepatan eliminasi malaria di Pulau Sumba”, tuturnya. *** (MC. Kabupaten SBD/Isto)