:
Oleh MC KAB SLEMAN, Senin, 20 November 2023 | 14:27 WIB - Redaktur: Tobari - 27
Sleman, InfoPublik - Melalui rapat koordinasi fasilitasi desa Anti-Politik Uang (APU) dengan tema sinergi desa Anti-Politik Uang dengan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) dalam pengawasan pemilu tahun 2024, Bawaslu Kabupaten Sleman mengundang perwakilan dari desa Anti-Politik Uang Kalurahan Ambarketawang Kapanewon Gamping, Kalurahan Sardonoharjo Kapanewon Ngaglik, Kalurahan Trimulyo Kapanewon Sleman, Kalurahan Candibinangun Kapanewon Pakem, serta Kalurahan Sendangsari Kapanewon Minggir untuk segera memulai melaksanakan Gerakan Anti-Politik Uang menjelang pesta demokrasi 14 Februari 2024.
Kegiatan yang berlangsung di Hotel Artotel Yogyakarta, Jumat (17/11/2023) dihadiri oleh seluruh Panitia Pengawas Pemilihan Umum (Panwaslu) Kecamatan yang memiliki program desa Anti Politik Uang, termasuk Ketua Panwaslu Kecamatan Gamping, Adnan Iman Nurtjahjo bersama Koordinator Divisi Hukum, Pencegahan, Partisipasi Masyarakat, dan Hubungan Masyarakat, Kurniawan Prihandoko serta Koordinator Divisi Penanganan Pelanggaran dan Penyelesaian Sengketa, Rahmat Mulyo Hartono.
Dalam paparan materinya, Wasingatu Zakiyah dari Caksana Institute selaku narasumber yang membahas tentang rencana aksi desa atau kalurahan anti politik uang di Kabupaten Sleman, khususnya untuk mendorong gerakan anti-politik uang segera dimulai dari tingkat desa atau kalurahan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa yang mengamanatkan kewenangan bidang pemerintahan salah satunya adalah pendidikan politik bagi warga desa.
“Pendidikan politik merupakan proses pembelajaran dan pemahaman mengenai hak, kewajiban, dan tanggung jawab setiap warga negara Indonesia dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, seperti yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 2 tahun 2011 tentang partai politik,” lanjut Zaki panggilan akrabnya.
Menurutnya, gerakan Anti-Politik Uang perlu dilakukan mulai dari desa atau kalurahan lantaran Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 memberikan kewenangan kepada desa guna melakukan pembinaan kemasyarakatan sehingga desa menjadi pemerintahan terkecil yang bisa menggunakan kewenangan untuk melakukan pendidikan politik kepada warganya.
Alasan berikutnya yaitu hingga saat ini pendidikan politik warga minim dilakukan bahkan sama sekali tidak dilakukan sehingga tidak terdapat dalam rancangan pembangunan jangka menengah desa maupun rencana kerja pemerintah desa.
“Sebetulnya desa mempunyai sumber daya keuangan yang dapat dijadikan sebagai daya tawar desa kepada masyarakat untuk memilih politik uang untuk atas nama pembangunan dari calon legislatif atau memilih anggaran pendapatan dan belanja desa karena desa akan menjadi sasaran seluruh peserta pemilu yaitu partai politik bersama para kandidatnya, termasuk tim pemenangannya untuk turun ke masyarakat,” tutur Zaki di hadapan peserta rapat.
Di akhir pencerahannya, perempuan pegiat anti politik uang ini menyayangkan kesadaran politik warga belum muncul sedangkan calon legislatif bersama tim pemenangannya sudah turun ke lapangan melakukan sosialisasi sejak lama.
Di samping itu warga masih belum memahami beberapa hal tentang pemilu serentak seperti teknis kepemiluan, dan mengenal kandidat lebih jauh, apalagi menjadikan pemilu sebagai pengejawantahan hak warga. (Adnan Nurtjahjo|KIM Pararta Guna Kapanewon Gamping/toeb)