:
Oleh MC KAB SLEMAN, Sabtu, 18 November 2023 | 03:01 WIB - Redaktur: Tobari - 35
Sleman, InfoPublik – Komisioner Panitia Pengawas Pemilihan Umum (Panwaslu) Depok Sleman Muhammad Muamar Zaenuddin Ekhsan mengajak stakeholder untuk melawan praktik-praktik kejahatan terbesar dalam dunia pemilu, khususnya Pemilu 2024 mendatang.
Menurut Muamar, kejahatan tersebut menurut adalah praktik politik uang, politisasi SARA, hoaks dan ujaran kebencian, serta pencurian suara, yang merupakan permasalahan utama seluruh warga negara yang punya hak pilih.
"Dalam konteks agama kejahatan tertinggi adalah pembunuhan, perzinaan, dan lain-lain. Sedangkan dalam pemilu nanti, kejahatan tertinggi adalah pencurian suara, dan itu adalah musuh abadi kita, pencurian suara dan politik uang, khususnya di wilayah Depok Sleman ini," kata Muamar dalam kegiatan Fasilitasi Pembinaan Aparatur Pengawas Pemilihan Umum di Kapanewon Depok Sleman, Selasa (14/11/2023).
Dalam kegiatan di Satoria Hotel Yogyakarta ini, Muamar menjelaskan dalam terminologi pemilu, praktik politik uang untuk memengaruhi pemilih dapat dikenakan sanksi dan hukuman ketika dilakukan saat kampanye, masa tenang, dan masa pemungutan serta penghitungan suara.
"Dalam kaitan pemilu, praktik money politic semacam itu ada mekanisme hukumannya nantinya," ungkap pengasuh Pondok Pesantren Darul ‘Ulum itu. “Kita selalu antisipasi, berpesan kepada siapapun untuk menolak dan memerangi praktik tidak baik itu,” lanjutnya, menjelaskan.
Lebih lanjut, Koordinator Divisi Hukum, Pencegahan, Partisipasi Masyarakat dan Hubungan Masyarakat itu memandang politik uang marak dilakukan karena mentalitas orang-orang cukup permisif dengan orang yang memberikan sesuatu untuk memengaruhi sesuatu. Meski demikian, Muamar melihat seiring perkembangan waktu, mentalitas itu mulai meredup, khususnya di kalangan masyarakat Depok Sleman.
Kami tentu berharap, semoga pemilu tahun 2024 besok berubah menjadi baik lagi, jangan ambil uangnya, jangan pilih orangnya, laporkan ke Bawaslu.
Selain politik uang, Muamar juga menyebut pencurian suara merupakan kejahatan besar lainnya. Menurut dia, satu suara pemilih dalam demokrasi sama-sama besar dan bernilai. Satu suara pemilih yang teredukasi maupun tidak teredukasi bernilai sama.
"Bayangkan kalau ada pencurian suara, pemilu dalam demokrasi itu one man, one vote, one value. Satu suaranya profesor yang berilmu tinggi sama dengan suara orang yang tidak pernah baca buku, begitu masuk bilik suara, suaranya sama. Sebesar itu nilai suaranya, masa mau dicuri?" kata dia.
Muamar juga menceritakan, bahwa dalam Pemilihan Umum Tahun 2019 lalu, di wilayah Kapanewon Depok terjadi pergeseran ribuan suara hasil pemilihan legislatif. Kasus tersebut terkuak saat proses rekapitulasi suara di tingkat Kabupaten Sleman.
Karena pada saaaat penghitungan suara di Kecamatan tidak ada laporan pergeseran suara dari Panwaslu Kecamatan Depok. Kasus tersebut, menurut Muamar, adalah fakta hukum baru temuan Bawaslu yang akan diusut sampai tuntas.
“Kami berharap kejadian serupa atau yang mirip-mirip itu tidak terjadi lagi di wilayah kami, khususnya, di wilayah Depok kita tercinta,” ujarnya, seolah melanjutkan, “Karena itu, kami butuh partisipasi Bapak dan Ibu semua untuk menciptakan pemilu yang beritegritas,” pungkas Muamar (Athiful/KIM Depok/toeb)