Melihat Pelaksanaan Upacara Mitoni di Kalurahan Wedomartani

:


Oleh MC KAB SLEMAN, Senin, 13 November 2023 | 14:41 WIB - Redaktur: Tobari - 37


Sleman, InfoPublik - Pemerintah Kalurahan Mandiri Budaya Wedomartani, Kapanewon Ngemplak  menggelar Upacara Adat dan Tradisi Mitoni pada Jumat malam (19/11/2023). Kegiatan diikuti oleh lima pasang keluarga muda yang istrinya sedang hamil pertama, dan usia kehamilannya mencapai tujuh bulan. Mereka didampingi oleh kedua orang tua masing-masing.

Ketua Kalurahan Mandiri Budaya Mujiburokhman menuturkan, setiap tahun pihaknya berusaha menggelar upacara adat yang diperuntukkan bagi masyarakat, hal itu sebagai upaya pelestarian upacara adat yang sudah bejalan sejak nenek moyang.

Hal itu juga agar masyarakat mendapatkan edukasi melalui berbagai ungkapan dan bahasa simbul yang ada dalam setiap upacara adat, sebab didalam upacara adat banyak uborampe/perlengkapan sebagai simbol yang mengandung doa dan harapan.

“Sebagai Kalurahan Mandiri Budaya mempunyai kuwajiban melindungi dan melestarikannya, apalagi Kalurahan mendapatkan alokasi Bantuan Keuangan Khusus (BKK) Keistimewaan,” tuturnya.

Dirinya menuturkan, pada tahun 2022 Pemerintah Kalurahan Wedomartani menggelar upacara adat Tedhak Siten, tahun 2023 sebenarnya panitia juga akan menggelar nikah masal, tetapi peserta tidak ada.

“Maka hanya satu upacara adat Mitoni yang dilaksanakan dengan peserta Lima pasang keluarga muda,” ungkap Mujiburokhman.

Para peserta tersebut yaitu pasangan Fatah Agung dan Khalimatus Sa'diyah Ali dari Padukuhan Blotan, Ferdian Badri dan Dania Hellin Amrina asal Padukuhan Tonggalan, kemudian Agung Ismail dan Ariwanti Uswatun Khasanah asal Gebang.

Kemudian Dipa Hambali Saputra dan Pramestiara Yayang Nuraningtyas asal Padukuhan Gebang serta Dhani Ahmad Murhantoro dengan istrinya Putri Hermawati dari Padukuhan Sono Blotan.

Dengan dipandu MC H. Wagiman, peserta didampingi para dukun yang berasal dari PKK melakukan rangkaian ritual mitoni. Dimulai dari sungkeman peserta kepada orang tua masing-masing sebagai bentuk penghormatan dan Bhakti anak kepada orang tua yang telah mengandung, melahirkan dan mengantarkan hingga memasuki jenjang berumah tangga, disamping itu juga permohonan doa agar selalu sehat  selamat dan lancar saat mengandung hingga melahirkan.

Usai sungkeman dilanjutkan siraman, air yang digunakan air yang berasal dari tujuh sumber dengan kelengkapan bunga dan gayung yang digunakan gayung berasal dari buah kelapa biasa disebut siwur. Usai siraman dilanjutkan mengenakan jarik tujuh motif, memasukkan telur melalui dalam jarik dan dilepas hingga pecah dengan harapan kelak bayi lahir lancar dan selamat.

Para dukun mitoni kemudian memandu rangkaian berikutnya yaitu brojolan, dalam sesi ini adalah memasukkan Kepala Gading yang ada lukisanya Arjuna dan Sembadra atau Panji Asmara Bangun dan Galuh Candrakirana dan ada juga Lukisan Berhara Kumajaya dan Bethari Kuma Ratih, dalam posisi tangan dibawah kelapa gading diterima sembari berucap "Lanang arep, Wadon arep sing penting genep lan Slamet" (lahir laki-laki mau, perempuan juga mau, yang penting sempurna dan selamat)

Usai prosesi pecah siwur (gayung)  yang mempunyai harapan kelak ibunya hamil lagi, dilanjutkan makan rujak. Biasanya saat hamil kaum wanita ingin makan rujak agar tetap sehat dan hatinya selalu riang dan saat itu orang mengatakan nyidham.

Seluruh rangkaian upacara adat Mitoni khikmat itu kemudian pecah dan bergemuruh riang saat peserta mengenakan jarik. Karena setiap mengenakan kain jarik, dukun mitoni menanyakan kepada pengunjung Wangun Napa Dereng? (pantas apa belum) dan secara bersama menjawab "Dereng" (belum). Kain itu berjumlah tujuh sejak Motiv Parang Gurda, Wahyu Tumurun, Sidoluhur, Truntum, Kawung, Sekar Jagat Hinga terakhir yang dianggap sudah pantas adalah Lurik Lasem dengan harapan kelak anak yang dilahirkan "tansah nengsemaken" ( selalu menarik  dan menyenangkan) dan rangkaian yang mengundang suasana riang itu dilaksanakan usai siraman.

Melengkapi rangkaian upacara adat Mitoni juga berebut cakar ayam yang kemudian dimakan sebaga lambang harapan bahwa kelak anak pandai mencari rejeki serta mengendong kelapa gading sebagai simbul seorang nenek menimang cucu lalu ditidurkan dengan penuh rasa kasih sayang.

Tim Monitoring dan Evaluasi Pendamping Kalurahan Budaya dari Kundha Kabudayan Provinsi DIY Joko Saptono dalam sambutanya memberikan apresiasi terhadap dilaksanakan upacara adat Mitoni. Selanjutnya berharap agar rangkaian upacara adat dapat diambil makna filosofi yang tersirat, karena dalam setiap rangkaian upacara adat terdapat makna luhur untuk mengarungi kehidupan. 

“Karena memiliki makna yang bersifat tuntunan, maka baik untuk dilindungi, dilestarikan dan dikembangkan, apalagi dalam bingkai keistimewaan,” pungkas Joko Saptono. (Tri Joko S/KIM Kalasan/toeb)