Pandangan dan Sikap Ajaran Gereja Protestan Maluku Terhadap Politik

:


Oleh MC KAB MALUKU TENGGARA, Senin, 13 Maret 2023 | 09:26 WIB - Redaktur: Juli - 365


Langgur, InfoPublik - Ketua Majelis Pekerja Klasis GPM Pulau-Pulau Kei Kecil dan Kota Tual, Pdt.Iren Koljaan mengatakan secara umum berpolitik berarti ikut serta atau berpartisipasi dalam segenap upaya meningkatkan kesejahteraan rakyat demi terciptanya syalom Allah di bumi.

“Jadi berpolitik berarti terlibat dalam menentukan hal-hal yang berkaitan dengan kesejahteraan semua warga negara," ujar Pdt.Iren Koljaan dalam pidato pembukaan sidang ke 70 Klasis GPM Pulau-Pulau Kei Kecil dan Kota Tual  di Jemaat Warwut, Minggu (12/3/2023).

Pdt.Iren menyampaikan sebagaimana bunyi firman Tuhan, Usahakanlah kesejahteraan kota ke mana kamu Aku buang, dan berdoalah untuk kota itu kepada Tuhan, sebab kesejahteraannya adalah kesejahteraanmu (Yer.29:7).

Menurutnya, 2023 sebagai tahun Politik menuju Pemilihan Umum 14 Februari 2024 untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden, Anggota DPR-RI, DPD-RI, DPRD Provinsi dan DPRD kabupaten/kota, maka dengan mengacu pada arahan Sub Tema Tahun Pelayanan 2023, Memperkuat Gereja dan Pembangunan Demokrasi serta Hidup Bersama yang Berkelanjutan di Tengah Perubahan Zaman.

“Politik praktis adalah keikutsertaan seseorang dalam usaha memperoleh kekuasaan politik. Ujung dari upaya ini adalah ditunjuknya atau dipilihnya seseorang untuk duduk dalam salah satu lembaga negara," kata Pdt.Iren.

Lanjut dia, Gereja sebagai lembaga dapat berpolitik dalam arti umum yaitu ikut serta menyampaikan pemikiran-pemikiran kritis dan konstruktif kepada pemerintah dan lembaga-lembaga negara tentang hal-hal yang menyangkut penegakan hukum, keadilan, kebenaran, hak asasi manusia, perdamaian, dan kesejahteraan seluruh rakyat (Markus 1:15; Lukas.4:18-21).

Disebutkan, Gereja melaksanakan politik kerajaan Allah yang membela hak-hak orang tertindas. Gereja sebagai lembaga tidak boleh berpolitik praktis yaitu upaya untuk memperoleh kekuasaan politik melalui partai politik ataupun lembaga-lembaga negara.

Pertanyaan selanjutnya kata Pdt.Iren, bagaimana dengan kader-kader Gereja yang menetapkan Politik sebagai panggilan hidup, menjadi Anggota DPR-RI, DPD-RI, DPRD Provinsi dan DPRD kabupaten/kota, mereka adalah Warga Gereja Profesi (WGP).

Apa tanggung jawab WGP bidang Politik terhadap Gereja. Mereka dituntut untuk menjadi surat-surat Kristus yang terbuka, yang bersuara lantang dan tegas untuk menyampaikan pemikiran-pemikiran kritis dan konstruktif kepada pemerintah dan lembaga-lembaga negara tentang hal-hal yang menyangkut penegakan hukum, keadilan, kebenaran, hak asasi manusia, perdamaian, dan kesejahteraan seluruh rakyat, sebagaimana yang dimaksudkan dalam ajaran gereja. "Tidak boleh diam dan tenang saja. Tidak boleh curang dan korupsi," pesan Pdt.Iren Koljaan.

Selanjutnya, Gereja  tidak boleh membiarkan warga gereja profesi berjalan sendiri. Gereja harus ada bersama mereka dengan cara gereja, kesan selama ini bahwa kader-kader gereja yang WGP Politik berjalan sendiri, berjuang sendiri dan nantinya ketika sudah menjadi terpilih barulah diakui sebagai Kader Gereja Warga Gereja Profesi.

"Kesan ini sudah saatnya diakhiri dan memulai berjalan bersama dan agenda perjuangan bersama yang saling menguatkan dan membaharui," ajak Pdt.Iren.

Oleh karena itu menurut Pdt.Iren, semua pihak harus mengambil peran penting dalam melakukan pendidikan politik dan advokasi politik yang terukur, supaya pada 14 Februari 2024 warga gereja/masyarakat yang memiliki hak pilih, dengan kesadaran sendiri mendatangi TPS menggunakan hak pilih dengan benar, tanpa diintimidasi tanpa dibayar.

Warga gereja dengan kebebasannya sebagai warga negara dapat menentukan hak politiknya dengan cerdas termasuk kepada warga gereja profesi yang memiliki kapasitas dan kapabilitas. "Untuk itu diperlukan kebesaran hati dalam rangka melihat kepentingan bersama daripada kepentingan diri pribadi dan kelompok," tutupnya.  MC.Maluku Tenggara/Adolof Labetubun.