:
Oleh MC Kab Aceh Tengah, Rabu, 31 Agustus 2022 | 15:00 WIB - Redaktur: Kusnadi - 274
Takengon, InfoPublik - Literasi informasi digital merupakan salah satu model dalam upaya menanggulangi hoaks dan penanggulangannya menjadi tanggung jawab semua pihak baik keluarga, komunitas, tokoh masyarakat, institusi pendidikan, media, maupun lembaga sosial.
Untuk mengetahui tingkat kemampuan literasi masyarakat Aceh dalam menangkal informasi palsu alias hoaks, Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Universitas Syiah Kuala (USK) Banda Aceh melakukan penelitian Literasi Digital Model Penanggulangan Hoaks dengan mengambil sampel di berberapa kabupaten/kota di Aceh.
Selain melakukan survei dengan metode wawancara dan penyebaran kuisioner, Tim Peneliti dari USK ini juga melakukan penjaringan informasi melalui Focus Group Discusion (FGD) di semua daerah yang dijadikan sampel penelitian ini. Salah satu daerah yang dipilih sebagai sampel penelitian ini adalah Kabupaten Aceh Tengah sebagai representasi dan dianggap mewakili wilayah tengah Aceh.
Untuk kabupaten Aceh Tengah, Focus Grup Discussion (FGD) oleh Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Universitas Syiah Kuala Banda Aceh ini digelar di Kafe Catimor, Takengon, Selasa (30/8/2022). Dalam FGD tersebut, hadir 3 peneliti dari LPPM USK yaitu Dr. Hamdani M Syam, MA
Dr. Rizanna Rosemery, M.Si. dan Nur Annisa, M.Si. Sementara sebagai nara sumber lokal adalah Dr. Fakhriza, akademisi dari IAIN Takengon, Dr. Joni, MN, pakar dan praktisi Adat Gayo, Fathan Muhammad Taufiq, pegiat literasi dari Dinas Kominfo Aceh Tengah, Romadani, jurnalis dan tokoh pemuda serta Asnaini, tokoh perempuan Aceh Tengah.
Menurut salah seorang peneliti, Dr. Hamdani, dalam kondisi tertentu, misalnya pada saat merebaknya pandemi covid, sesuatu informasi yang belum jelas sumbernya, cenderung cepat menyebar secara infodemic. Dalam kondisi demikian, pencegahan informasi hoaks, tidak mungkin hanya menjadi tanggung jawab pemerintah semata, tapi juga butuh keterlibatan semua elemen masyarakat seperti tokoh agama, tokoh adat, tokoh perempuan, tokoh pemuda, akademisi, media mainstream dan pegiat literasi.
Menanggapi statemen peneliti dari USK tersebut, nara sumber Dr. Fakhriza menyampaikan, dibandingkan dengan beberapa daerah lainnya, tren penyebaran hoaks pada saat pandemi covid di dataran tinggi Gayo, relatif sedikit dan terkendali. Kondisi ini dipicu oleh karakter dan kultur masyarakat Gayo, khususnya di Aceh Tengah yang kurang abai terhadap informasi hoaks, karena lebih fokus pada budang pekerjaan yang mayoritas adalah petani kopi. Fakhriza menilai, penyebaran hoaks secara masif, lebih sering terjadi pada pengguna media sosial, karena belum semua pengguna medsos cerdas literasi.
Sementara pakar adat Gayo, Dr. Joni MN mengemukakan bahwa secara adat, sebagian besar masyarakat Gayo memang tidak mudah terpengaruh oleh informasi hoaks, karena mereka akan menanyakan kebenaran informasi tersebut terlebih dahulu kepada para tokoh agama, tokoh adat dan aparatur pemerintah.
Masyarakat Gayo, menurut Joni, lebih melihat kepada sosok-sosok figur publik seperti para pejabat dan para tokoh, jika mereka komitmen menjalankan aturan, maka masyarakat akan lebih mudah mengikutinya. Dr. Joni juga menambahkan, bahwa peran aktif para tokoh adat Gayo, cukup efektif untuk mencegah penyebaran informasi hoaks di daerah ini.
Narasumber lainnya, Fathan Muhammaf Taufiq, menyampaikan ada empat langkah yang telah dilakukan oleh pemerintah daerah melalui Dinas Kominfo untuk penggulangan informasi hoax ini, pertama mengedukasi masyarakat melalui siaran keliling dan pertemuan-pertemuan dengan kelompok masyarakat, kedua melakukan sosialisasi dan edukasi melalui penyebaran media luar ruang seperti baliho, spanduk dan brosur/leaflet.
Upaya ketiga adalah dengan memberdayakan Kelompok Informasi Masyarakat (KIM) yang ada di desa-desa untuk berperan aktif menyampaikan informasi positif dan meluruskan informasi tidak benar yang beredar di tengah masyarakat, dan yang keempat memberikan edukasi kepada masyarakat melalui diseminasi informasi digital lewat berita dan artikel di media online milik pemerintah dan media-media yang menjadi mitra pemerintah.
Fathan juga memberikan tips upaya pencegahan penyebaran hoaks melalui media sosial ini dengan cara "membanjiri" media sosial dengan konten-konten positif secara menarik, sehingga madyarakat tidak begitu terpengaruh dengan informasi hoaks dan informasi negatif lainnya.
Jurnalis dan tokoh pemuda, Romadani, dalam FGD tersebut menyampaikan bahwa penjegahan penyebaran informasi hoaks ini lebih mudah dilakukan melalui medua mainstream seperti televisi, radio, koran dan media online lainnya, karena sudah terikat dengan aturan dan kode etik jurnalistik. Namun yang menjadi kendala, menurutnya adalah kecenderungan masyarakat yang lebih percaya kepada media sisial ketimbang media mainstream, inilah yang kemudian menjadi penyebab informasi hoaks lebih cepat menyebar ditengah masyarakat.
Sementara Asnaini, tokoh perempuan Gayo yang aktif di berbagai organisasi lebih menyoroti bahwa penyebaran hoaks akan lebih cepat terjadi pada kelompok masyarakat yang tidak memiliki aktifitas tetap.
Untuk itu, Asnani menyarankan agar pemberdayaan ekonomi madyarakat lebih ditingkatkan, karena dengan adanya aktifitas ekonomi yang menyita waktu dan tenaga, peluang untuk menerima dan menyebarkan informasi hoaks akan semakin kecil.
Dalam FGD tersebut, Dr. Rizanna dari tim peneliti menggambarkan bahwa upaya pencegahan penyebaran informasi hoaks dapat dilakukan secara sinergis dengan melibatkan semua komponen, yaitu Formal Actors atau birokrasi pemerintah (melalui Regulasi Hukum, Pendidikan formal dan forum-forum resmi), Media (menyampaikan kriteria kualitas informasi, konsistensi kualitas informasi, mengawasi dan mengontrol kualitas informasi) dan Non Formal Actors (Pendidikan Keluarga, Pendekatan Kebudayaan dan Adat Istiadat, Pendekatan Keagamaan dan Pemanfaatan Forum-forum Kreatif).
Untuk itulah, menurut Rizanna, melalui forum ini pihaknya ingin menghimpun masukan dari para nara sumber yang diundang dalam FGD ini sebagai salah satu referensi dalam penelitian ini. (Fathan Muhammad Taufiq/MC Aceh Tengah)