Tanggapi Unjuk Rasa Penanganan Blank Spot di Linge, Ini Klarifikasi Kadis Kominfo Aceh Tengah

:


Oleh MC Kab Aceh Tengah, Kamis, 21 Juli 2022 | 15:48 WIB - Redaktur: Tobari - 563


Takengon, InfoPublik – Menyikapi unjuk rasa masyarakat Kampung Linge, Kecamatan Linge, Kabupaten Aceh Tengah, Selasa (19/7/2022), di Gedung DPRK setempat terkait kondisi di wilayah kampung Linge dan sekitarnya yang belum dapat sepenuhnya mengakses layanan telekomunikasi dan internet.

Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Kabupaten Aceh Tengah, Khairuddin atau yang akrab dipanggil  Yoes, memberikan klarifikasinya.

Dalam penjelasannya, Yoes menyampaikan bahwa dirinya tidak dapat hadir menemui para pengunjuk rasa, karena ada tugas kedinasan yang tidak dapat ditinggalkannya.

Sebenarnya, beberapa hari sebelum unjuk rasa, Yoes juga pernah bertemu dengan perwakilan masyarakat untuk menjelaskan permasalahan tersebut.

Namun demikian, pada hari Rabu (20/7/2022) Kepala Dinas Kominfo didampingi Sekretaris Dinas telah menghadap DPRK untuk meberikan klarifikasi terkait dengan permasalah blank spot di wilayah Linge, Jamat dan sekitarnya.

Kepada pimpinan dan anggota DPRK Aceh Tengah, Khairuddin Yoes menjelaskan bahwa upaya mengatasi blank spot tersebut sudah diupayakan oleh pihaknya sejak tahun 2018 yang lalu.

Dengan melakukan komunikasi dan koordinasi langsung dengan Kementerian Kominfo, BAKTI, dan pusat sudah merespons usulan yang disampaikan oleh pemerintah daerah terkait penanganan blank spot tersebut.

Namun pandemi COVID-19 yang melanda seluruh negeri ini, membuat pihak Kementerian Kominfo dan BAKTI belum merealisasikan usulan tersebut sampai saat ini.

Upaya lain yang dilakukan adalah melakukan pendekatan dengan salah satu operator seluler yaitu Telkomsel untuk segera membangun tower BTS di daerah blank spot tersebut.

Dalam pertemuan tersebut, PT Telkomsel juga sudah menyanggupi untuk membangun towr BTS dan mengaktifkan akses telekomunikasi di wilayah blank spot tersebut, namun demikian sampai saat ini janji tersebut juga belum direalisasikan.

Sambil menunggu kepastian dari Kementerian Kominfo, BAKTI dan Telkomsel, Dinas Kominfo Kabupaten Aceh Tengah terus melakukan langkah-langkah penanganan darurat dengan memasang tower Vsat dan Triangle, repiter dan bandwich.

Agar wilayah Serule, Atu Payung, Linge, Jamat, Umang dan sekitarnya dapat terkoneksi dengan jaringan internet.

Caranya dengan menghubungkan satu titik dengan titik lainnya (point to point) agar jaringan internet dari pusat kota Takengon bisa tersambung ke wilayah blank spot tersebut.

Untuk jaringan, Diskominfo memanfaatkan sarana yang ada dengan tambahan beberapa alat, sementara untuk untuk penyediaan jaringan, bekerjasma dengan penyedia jasa internet dengan sistem kontrak prabayar.

Namun keterbatasan anggaran, mebuat layanan internet tersebut hanya bisa dinikmati beberapa bulan saja. Upaya mengusulkan tambahan anggaran sudah dilakukan beberapa kali, namun dengan kondisi keuangan daerah saat ini, usulan tersebut belum terakomodir.

Mengalami kebuntuan anggaran di kabupaten, Diskominfo Aceh Tengah juga berupaya mengusulkan ke provinsi melalui Dana Otonomi Khusus Aceh (DOKA).

Namun unsulan tersebut ditolak dengan alasan bahwa membangun jaringan telekomunikasi, bukan kewenangan daerah, tapi merupakan kewenangan pemerintah pusat.

Jika aturan tersebut dilanggar, akan berdampak pada konsekwensi hukum bagi penyelenggara.   

Dalam keterangannya, Yoes menyampaikan bahwa jauh sebelum unjuk rasa ini, pihaknya telah melaporkan hal ini langsung kepada Bupati Aceh Tengah untuk meminta petunjuk dan arahan guna memberikan solusi terhadap permasalahan tersebut.

Selain itu, pihaknya juga terus berupaya mencari jalan keluar, termasuk menghubungi mitra kerja yang diharapkan mampu memberikan solusi.

“Menyikapi kondisi ini, secara aturan dan etika, kami langsung menghadap kepada pimpinan untuk melaporkan hal ini, sekaligus meminta petunjuk dan arahan dalam menyelesaikan permasalahan tersebut,” ungkap Yoes, Kamis (21/7/2022) di ruang kerjanya.

Yoes juga kembali mengingatkan bahwa seluruh kegiatan aparatur pemerintahan, mengacu kepada ketentuan perundang-undangan yang berlaku, karena negara ini adalah negara hukum, termasuk dalam pengelolaan dan penyelenggaraan telekomunikasi.

Kami selaku aparatur pemerintah, dalam bertugas selalu dituntut untuk mematuhi semua ketentuan perundang-undangan yang berlaku, dalam konteks penyelenggaraan telekomunikasi ini, sudah ada peraturan yang mengaturnya.

Yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi yang merupakan penjabaran dari Undang-undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi, kita juga tunduk kepada aturan sebagaimana tertuang dalam Keputusan Menterian Kominfo Nomor 1 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi.

Dalam Peraturan Pemerintah dan Peraturan Menteri Kominfo tersebut, ungkap Yoes, sudah dijelaskan bahwa penyelenggaraan telekomunikasi umum dilaksanakan oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), Badan Swasta dan Koperasi.

Sementara instansi pemerintah, perorangan dan badan lainnya hanya diperbolehkan menyelenggarakan telekomunikasi khusus atau terbatas.

Perlu dipahami, dalam Peraturan Pemerintah dan Peruran Menteri Kominfo tersebut sudah dijelaskan bahwa penyelenggaran telekomunikasi umum adalah BUMN, BUMD, Swasta atau Koperasi dan kewenangannya berada di pusat.

"Sementara pemerintah daerah tidak memiliki kewenangan untuk menyelenggarakan telekomunikasi umum, hanya boleh menyelenggarakan telekomunikasi khusus dan terbatas seperti radio, HT dan intranet (internet lokal),” jelas Yoes.

Secara nasional, pengelolaan telekomunikasi ini menjadi kewenangan Badan Aksebilitas Telekomunikasi Indonesia (BAKTI) yang berada dibawah Kementerian Kominfo.

Sementara penyelenggaraannya, termasuk dalam pembangunan tower BTS dan penyediaan jaringan,  dilakukan oleh para operator seluler seperti Telkomsesl, Indosat, XL Axiata, IM3 dan lain-lainnya.

Pemerintah daerah hanya punya kewenangan untuk mengusulkannya kepada Kementerian Kominfo melalui BAKTI.

Terkait dengan wilayah-wilayah blank spot di Kabupaten Aceh Tengah, kami sudah mengusulkan untuk segera dibangun tower BTS di 12 titik blank spot, termasuk wilayah Linge dan sekitarnya sejak tahun 2018 yang lalu.

"Bahkan ketika Ibu Sekjen Kemenkominfo datang ke Aceh Tengah tahun 2019 yang lalu, Bapak Bupati sudah menyampaikan usulan ini langsung kepada beliau, namun sepengetahuan kami baru dua titik yang sudah terealisasi yaitu di daerah Kenawat dan Berawang Gading,” lanjutnya.

Khusus untuk area Linge dan sekitarnya, Yoes menjelaskan bahwa sebenarnya untuk area tersebut, beberapa tahun yang lalu sudah pernah dibangun tower BTS oleh salah satu operator telekomunikasi di seputaran Serule yang seharusnya juga bisa menjangkau wilayah Linge, Jamat dan sekitarnya.

Namun karena posisi titik koordinat tower digeser ke tempat yang tidak sesuai, maka tower BTS tersebut akhirnya mubazir karena tindak dapat menangkap sinyal dari satelit telekomunikasi.

“Kita tidak dalam posisi untuk mencari kambing hitam atau menyalahkan siapa pun yang telah merubah posisi titik koordinat lokasi pembangunan tower tersebut, tapi yang jelas, akibat kecerobohan tersebut, daerah tersebut sampai sekarang masih menjadi blank spot,” ungkapnya.

Harapan warga Linge dan sekitarnya untuk bisa mendapatkan akses telekomunikasi (internet) juga sudah lama menjadi bahan pemikiran dan upaya Dinas Kominfo untuk mengatasinya, tetapi selalu terkendala dengan keterbatasan anggaran.

Karena menurut Yoes untuk membangun satu unit tower BTS dan peralatannya, dibutuhkan anggaran 800 juta sampai 1 miliar rupiah, dan masih dibutuhkan biaya operasional (listrik, BBM, sewa satelit) yang mencapai 100 juta rupiah per bulan.

Tentu saja itu di luar kemampuan keuangan daerah. Dan sesuai ketentuan perundang-undangan pembangunan tower telekomunikasi memang bukan kewenangan daerah.

Oleh karena itu, pihak Dinas Kominfo terus berkoordinasi dan mendesak pihak BAKTI untuk segera merealisasikan pembangunan tower BTS di daerah-daerah nonsinyal di wilayah Kabupaten Aceh Tengah.

Selain bukan kewenangan daerah, kondisi keuangan di daerah tidak memungkinkan untuk membangun tower BTS yang membutuhkan anggaran 800 juta sampai 1 miliar setiap unitnya.

"Sementara biaya operasional per bulannya bisa menjapai 100 juta rupiah, sesuai kewenanagan kita, kita hanya bisa mengusulkannya ke Kementerian Kominfo melalui BAKTI dan mendesak mereka agar segera merealisasikannya,” lanjutnya.

Yoes juga mengungkapkan bahwa tahun lalu pihaknya juga sudah membangun kesepakatan dengan PT Telkomsel wilayah Sumbagut, dalam pertemuan virtual tersebut pihak Telkomsel sudah menyanggupi untuk membangun satu unit tower BTS di wilayah Linge pada tahun 2022 ini, namun sampai saat ini belum ada informasi kapan tower tersebut akan mulai dibangun,

Berangkat dari permasalahan blank spot di daerah tersebut, pihak Diskominfo berinisiatif untuk memberikan solusi sementara dengan pemasangan tower intranet dan tower triangle di daerah tersebut, agar masyarakat dapat menikmati akses internet.

Melalui alokasi anggaran APBK Tahun 2021, akhirnya tower tersebut bisa terpasang lengkap dengan peralatannya. Namun untuk penyediaan jaringannya, masih harus bekerja sama atau mengikat kontrak dengan perusahaan penyedia jaringan internet.

Meski dengan anggaran terbatas, tapi petugas teknis kami sudah bisa memasang tower intranet maupun trianggle di beberapa titik di seputaran Linge yang bisa menagkap sinyal internet.

"Sementara untuk penyediaan jaringan internet akhirnya kami bekerja sama dengan PT Lintas Arta, sehingga pada akhir tahu  2021 lalu, masyarakat Linge sudah bisa menikmati akses internet,” jelasnya.

Namun karena keterbatasan anggaran, dana yang tersedia ternyata hanya mampu membiayai kontrak penyediaan jaringan sekitar 6 bulan saja.

Sehingga ketika kontraknya habis, jaringan juga diputus secara bertahap oleh rekanan, sehingga masyarakat setempat kembali tidak bisa mengakses jaringan internet di wilayah tersebut.

“Sebenarnya kami sangat berharap kontrak ini dapat diperpanjang minimal setahun lagi, namun sampai saat ini kami belum memiliki anggaran untuk perpanjangan kontrak tersebut, kami sudah mengusulkannya tahun lalu, namun untuk tahun ini alokasi anggarannya belum tersedia,” jelasnya lagi.

Meski demikian pihaknya tetap berupaya mencari jalan keluar agar masyarakat Linge dapat terus menikmati akses internet ini, termasuk melakukan lobi dengan mitra kerjanya.

Sambil menunggu BAKTI atau PT Telkomsel merealisasikan janjinya untuk membangun tower BTS di daerah tersebut, kami terus mencari jalan keluar agar permasalahan ini segera ketemu solusinya, tentunya kami sangat berharap dukungan dan sinergi semua pihak.

"Karena apa yang dirasakan oleh saudara-saudara kami di Linge dan sekitarnya, kami juga sangat merasakannya, meski ini di luar kewenangan kami, namun kami tetap akan berupaya agar seluruh wilayah Aceh Tengah bisa bebas blank spot,” lanjutnya.

Kepala Dinas Kominfo Kabupaten Aceh Tengah itu juga menjelaskan bahwa upayanya menghadirkan jaringan internet di wilayah tersebut adalah tindakan darurat untuk mengatasi permasalahan sementara, sampai dengan dibangunnya tower BTS oleh operator seluler maupun BAKTI.

Yang kami lakukan tahun lalu adalah upaya darurat yang sifatnya sementara, karena selain kami tidak memiliki anggaran, menurut undang-undang, penyediaan jaringan telekomunikasi umum ini bukan ranah dan kewenangan kami.

"Perlu dipahami, sesuatu yang bersifat darurat atau emergency, tentu jauh dari kata sempurna, dan inilah upaya maksimal yang telah kami lakukan sesuai dengan kemampuan dan kewenangan kami,” katanya. (Fathan Muhammad Taufiq/MC Aceh Tengah/toeb)