:
Oleh MC Kab Aceh Tengah, Rabu, 18 Mei 2022 | 15:21 WIB - Redaktur: Kusnadi - 245
Takengon, InfoPublik - Majlis Ulama Indonesia memiliki kepedulian terhadap upaya pelestarian satwa langka dan pelestarian lingkungan di Kecamatan Linge Kabupaten Aceh Tengah. Kepedulian MUI tersebut tertuang dalam Fatwa MUI Nomor 04 Tahun 2014 tentang Pelestarian Satwa Langka Untuk Keseimbangan Ekosistem, yang sosialisasinya dilaksanakan hari Selasa (17/5/2022) di Aula Kantor Camat Linge di Isaq.
Kegiatan sosialisasi ini diprakarsai Yayasan Hutan, Alam dan Lingkungan Aceh (HAKA) bekerjasama dengan Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh tersebut, turut dihadiri Ketua MPU Aceh Tgk. H. Faisal Ali, Ketua MPU Aceh Tengah Tgk. Amri Jalaluddin, Perwakilan Yayasan HAKA Krisna Akbar, serta Camat dan Kapolsek Linge dan dihadiri sejumlah peserta dari tokoh agama dan adat Kecamatan Linge, perwakilan Mukim Isaq, Gelung Prajah dan Singah Mata serta aktivis pemerhati lingkungan dari HMI Cabang Takengon. Kegiatan sosialisasi tesebut dibuka oleh Bupati Aceh Tengah, Shabela Abubakar.
Dalam sambutannya, Shabela menyatakan pelestarian satwa langka dan menjaga ekosistem dengan menggugah kesadaran serta partisipasi masyarakat melalui pendekatan agama, dewasa ini merupakan satu cara yang belum banyak dilakukan. Padahal pendekatan ini setelah diteliti, ternyata mampu secara efektif memberikan perubahan persepsi dan kesadaran pada masyarakat.
Di hadapan para peserta dan narasumber, Bupati Shabela menyebutkan pendekatan melalui kearifan agama Islam ini sangat relevan dapat dilakukan, karena lokasi perlindungan satwa langka dan pelestarian ekosistem pada umumnya berada pada kantong-kantong dimana masyarakat yang mayoritas beragam Islam berdomisili dan mencari mata pencaharian.
Bupati Shabela mencontohkan, konflik manusia dan hewan serta kerusakan ekosistem yang marak terjadi akhir-akhir ini, tidak terlepas dari kurangnya kesadaran atau pemahaman masyarakat bahwa dalam ajaran agama Islam mengatur keharusan untuk menjaga keseimbangan ekosistem dan kelestariannya, serta memperlakukan satwa langka secara baik dengan jalan melindungi dan menjamin keberlangsungan hidup hewan itu, hukumnya adalah wajib.
“Oleh karenanya, upaya-upaya pencegahan secara konvensional yang selama ini telah kita lakukan dapat dikolaborasikan dengan pendekatan agama (Islam) melalui peran-peran ulama, Tengku guru dan tokoh agama dengan harapan dapat menggugah kesadaran masyarakat dan rasa takut akan dosa atas perbuatannya,” terang Shabela.
Pada kesempatan itu, Bupati Shabela juga meminta kepada Camat untuk menginstruksikan pemerintahan kampung berikut lembaga maupun masyarakat adat yang ada dibawahnya, untuk dapat melakukan upaya-upaya pencegahan dan perlindungan dengan menerbitkan peraturan terkait perlindungan satwa dan ekosistem.
“Tolong para Reje buat Qanun Kampung tentang larangan-larangan tertentu dalam rangka pelestarian satwa langka dan menjaga keseimbangan ekosistem, seperti dilarang menembak burung dengan senapan angin, memasang jerat hewan dilindungi atau menangkap/ membunuh hewan dengan cara meracun,” pintanya.
Terkait dengan keterbatasan wewenang pemerintah kabupaten dalam mengelola hutan dan pengelolaan sumber daya alam, Bupati Shabela juga menaruh harapan agar berbagai pihak yang fokus dibidang lingkungan hidup, SDA dan hutan, termasuk Yayasan HAKA untuk dapat pula berjuang dalam ranah kebijakan terutama di tingkat pusat pemerintahan.
“Kami juga menaruh harapan, kiranya HAKA dapat turut berjuang diranah pusat kebijakan, karena pemerintah kabupaten/ kota saat ini hampir tidak memiliki kewenangan dalam pengelolaan dan perlindungan hutan,” pintanya.
Sasaran yang ingin dicapai melalui kegiatan ini adalah agar Fatwa yang telah dikeluarkan MUI sejak tahun 2014 yang lalu itu mendapatkan porsi dan tersosialisasikan dengan baik melalui jaringan MUI atau MPU didaerah kantong-kantong dimana ditemukan satwa langka untuk mendapatkan perhatian yang luas dari kalangan ulama atau pemuka agama dan menyampaikan risalah fatwa tersebut pada masyarakat. (Fathan Muhammad Taufiq/MC Aceh Tengah)