AiKite, Startup Peduli Lingkungan Karya Mahasiswa UII Yogyakarta

:


Oleh MC KAB SLEMAN, Senin, 26 April 2021 | 13:18 WIB - Redaktur: Eka Yonavilbia - 1K


Sleman, InfoPublik - Permasalahan air, lingkungan, dan sosial masyarakat saat ini merupakan permasalahan serius yang tengah dihadapi oleh dunia, termasuk Indonesia. Hal itu mulai dari ketersediaan air bersih, pengelolaan sampah, potensi bencana hingga sanitasi yang buruk masih menjadai problema yang belum terselesaikan. Jika dibiarkan, tentunya akan memberikan dampak yang cukup signifikan terhadap kondisi sosial dan ekonomi masyarakat Indonesia.

Hal tersebut yang mendorong Sofi Latifah Nuha Anfaresi, seorang mahasiswi Teknik Lingkungan Universitas Islam Indonesia (UII) mendirikan AiKite, penyedia jasa pengelolaan air bersih yang aman bagi masyarakat Indonesia. Bersama adiknya, Sayyid Anfaresi yang merupakan mahasiswa Teknik Informatika UII, mahasiswi yang telah menyelesaikan studinya pada awal tahun 2021 ini membentuk AiKite, sebuah startup sosial yang membantu mengatasi permasalahan lingkungan dengan memberikan edukasi serta analisis terhadap pengelolaan air, dan pemeliharaan lingkungan.

“Ada sekitar 80 juta masyarakat Indonesia yang belum mendapatkan akses air bersih dan layak.  ditambah data dari Badan Pusat Statistik 2018 bahwa masih terdapat selisih 32 juta jiwa penduduk yang belum memperoleh akses air minum layak, dan 67 juta jiwa penduduk belum terlayani akses sanitasi layak. Hal tersebut yang mendorong saya untuk mengembangakan usaha startup sosial bernama AiKite dan demi tercapainya tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs),”ujar Nuha yang juga merupakan CEO dari AiKite ini ketika dihubungi pada Sabtu (24/4/2021) di Sleman, Yogyakarta.

AiKite, berasal dari bahasa Bangka Ai dan Kite, yang berarti air kita. merupakan startup yang bergerak di bidang sosial dan masyarakat dengan fokus pada edukasi dan pengembangan pengelolaan air untuk masyarakat desa dengan memberikan solusi terhadap masalah air, sanitasi dan higiene kepada masyarakat daerah yang telah ditargetkan.

Lembaga itu dimulai dengan memberikan edukasi, sosialisasi kepada masyarakat, melakukan analisis air secara langsung, membantu mengatasi pencemaran air, dan memberikan dampak yang baik untuk lingkungan di daerah mereka masing-masing sehingga kehidupan masyarakat diharapkan menjadi lebih sejahtera di masa yang akan datang melalui pengelolaan air, sanitasi dan hygiene yang baik.

AiKite juga pernah bekerja sama dengan berbagai lembaga sosial yang concern terhadap permasalahan air lainnya, diantaranya, Young Water Solutions, Aquafin Belgium, GIN Austria, IECT Germany, Temasek, CEWAS Switzerland, University of Cambridge, Singapore International Foundation, Kemenpora Indonesia dan sebagainya.

Salah satu proyek utama yang dilakukan AiKite di Indonesia adalah dengan membuat agenda Period of Impact, sebuah proyek yang memiliki agenda berupa kegiatan sosial yang memiliki fokus untuk berkontribusi dalam memberikan solusi terhadap masalah air, sanitas, dan hygiene kepada masyarakat daerah yang telah ditargetkan.

Agenda sendiri dimulai dengan memberikan edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat mengenai penyediaan air bersih, dengan menganalisisi air secara langsung, membantu mengatasi pencemaran air yang memberikan dampak bagi lingkungan, sehingga kehidupan masyarakat di masa yang akan datang dapat lebih sejahtera

Salah satu daerah yang dipilih menjadi lokasi dari proyek ini adalah Pulau Bungin, sebuah pulau yang terletak di Kecamatan Alas, Kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara Barat. Pulau Bungin sendiri dinobatkan sebagai pulau paling padat di dunia, dimana dengan luas yang hanya 8,5 hektare, ada 1.022 KK yang menempati pulau tersebut.

Padatnya penduduk yang menempati Pulau Bungin menimbulkan berbagai macam permasalahaan kesehatan, dimulai dengan terbatasnya sanitasi, dan sulitnya memperoleh air bersih. Hampir semua sumur yang dimiliki oleh warga menghasilkan air asin, sehingga warga tidak berani menggunakan untuk kebutuhan sehari-hari seperti mandi ataupun mencuci.

“Pulau Bungin ini unik, dengan tingkat kepadatan tertinggi di dunia, pulau ini masih dapat bertahan dengan baik. Akan tetapi sayang, dari segi penyediaan air dan sanitasi masih sangat kurang, perlu ada trigger untuk menyatukan peran pemerintah dan masyarakat sehingga desa ini bisa lebih sejahtera,” ungkap Nuha.

Masyarakat Pulau Bungin sendiri memanfaatkan air PDAM dari desa tetangga Marente untuk memenuhi kehidupan sehari-hari. Namun, ketersediaan air PDAM tersebut hanya cukup untuk kebutuhan 200 KK dari total 1.022 KK warga Pulau Bungin, sehingga ketersediaan air tidak mencukupi. Hal tersebut menyebabkan para warga Pulau Bungin menjadi kesulitan untuk menjaga sanitasi mereka, terutama untuk BAB dan cuci tangan sebelum makan, yang mempengaruhi kesehatan masyarakat.

“Air di sini susah, biasanya kita kalau buang hajat harus ke laut dulu karena di rumah juga tidak ada jamban, belum lagi kalau malam hari kita pergi ke laut pakai lampu cuma untuk buang hajat,” terang seorang warga Pulau Bungin, Khadijah.

Selain ketersediaan air bersih, sampah juga menjadi permasalahan yang harus diselelasikan di Pulau Bungin. Tidak tersedianya tempat pembuangan akhir sampah, serta kebiasaan warga membuang sampah sembarangan karena minimnya tempat sampah, mengakibatkan banyaknya sampah berserakan di bawah kolong maupun di depan rumah. Bahkan, sebagian masyarakat Pulau Bungin ada yang langsung membuang sampah ke laut, sehingga sampah menjadi menumpuk.

Melalui kegiatan Period of Impact, AiKite berusaha memberikan bantuan dan solusi terhadap permasalahan sanitasi dan ketersediaan air yang dihadapi oleh masyarakat Pulau Bungin. Lima orang perwakilan AiKite, yakni Nuha, Hida, Ainun, Ainur, dan Ajwad memberikan edukasi dasar mengenai air, sanitasi, dan hygiene terhadap anak-anak dan masyarakat di Pulau Bungin selama tujuh hari, dari 11 April-18 April 2021.

Selain memberikan edukasi, dijalankan juga program instalasi filter air, yaitu kegiatan yang bertujuan membantu masyarakat mengelola air secara baik, dan meningkatkan akses masyarakat terhadap air bersih. Masyarakat lokal turut berpartisipasi dalam pembangunan dan perakitan sistem pengelolaan air dalam program ini.

Selain itu, dibentuk pula komunitas pengelolaan air bersih Pulau Bungin yang bertanggung jawab terhadap pengoperasian dan pemeliharaan instalasi filter air sehingga manfaat dari filter air dapat diperoleh secara berkelanjutan.

Kepala Desa Bungin, Jaelani memberikan apresiasi yang tinggi terhadap kegiatan yang dilakukan oleh AiKite ini. Menurutnya kegiatan ini memberikan dampak positif bagi masyarakat Pulau Bungin.

“Teman-teman ini membawa dampak yang positif baik kepada adik-adik sekolah dasar dan masyarakat setempat. Sangat berkesan di hati kami walaupun hanya beberapa hari saja benar-benar membawa dampak positif terhadap masyarakat kami terutama di lingkungan kami pertama terkait dengan sampah juga,”tambah Jaelani. 

Sementara itu, Ule, seorang warga berterimakasih atas edukasi mengenai air dan sanitasi yang diberikan kepada masyarakat di Pulau Bungin. (Hidayatun Nafiah/Ilmu Komunikasi UII/Eyv)