Pemkab Bojonegoro Gelar Sosialisasi Pencegahan Kekerasan terhadap Perempuan

:


Oleh MC KAB BOJONEGORO, Kamis, 17 Desember 2020 | 17:21 WIB - Redaktur: Kusnadi - 328


Bojonegoro, InfoPublik - Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (P3AKB) Kabupaten Bojonegoro menggelar sosialisasi pencegahan kekerasan terhadap perempuan dan anak. Selain itu juga sosialisasi pencegahan perkawinan di bawah umur. Acara digelar di Pendopo Malowopati Jalan Mas Tumapel No. l Bojonegoro, Kamis (17/12/2020).

Hadir dalam sosialisasi diantaranya Bupati Bojonegoro Anna Muawanah, Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Djoko Lukito, Kepala Dinas P3AKB Anik Yuniarsih serta serta para perwakilan pelajar siswi se-Kabupaten Bojonegoro.

Dalam kesempatan tersebut, Bupati Bojonegoro Anna Muawannah menyampaikan bahwa perempuan mempunyai keistemewaan di dalam dirinya. Di salah satu sekolah di Sydney Australia mereka mendirikan sekolah khusus perempuan. Banyak kajian menunjukkan bahwa perempuan mempunyai tingkat kecerdasan lebih tinggi dibandingkan laki-laki. Ini menunjukkan bahwa seorang perempuan mampu berdaya sama dengan laki-laki jika diberi kesempatan.

“Maka dari itu, perempuan berdaya dimulai sejak pelajar karena dengan pendidikan yang cukup akan membentuk karakter perempuan yang kuat dalam menghadapi suatu masalah dan sikap dalam mengambil suatu keputusan,” ucapnya.

Namun setinggi apapun jabatan yang diemban perempuan, sepintar apapun keilmuwan yang dimiliki, perempuan tidak boleh melupakan kodratnya sebagai wanita.

Sementara itu kepala Dinas P3AKB Anik Yuliarsih dalam paparanya, mengatakan bahwa menurut undang-undang no.16 tahun 2019 tentang perubahan atas UU No.1 Tahun 1974 tentang perkawinan, menyebutkna bahwa batas minimal seorang melakukan perkawinan adalah minimal keduanya usia 19 tahun. Namun bagi calon pengantin yang memang karena suatu hal tidak dapat ditunda perkawinanya bisa mengajukan dispensasi kawin (Diska).

“Untuk yang beragama islam bisa mengajukan di Pengadilan Agama, dan bagi non muslim di Pengadilan Negeri,” ucapnya.

Sesungguhnya pemerintah sudah berupaya untuk meminimalisir perkawinan dini yang akan berdampak terjadinya kekerasan dalam keluarga, yaitu dengan cara menaikan batasan umur menikah menjadi 19 tahun. Namun realita di lapangan, masih banyak kasus yang terjadi pernikahan dini.

Dari data yang ada, tahun 2019 persentase perkawinan perempuan yang berumur kurang dari 20 tahun ada 15 kecamatan dengan jumlah relatif tinggi, diantaranya Kecamatan Kalitidu, Ngambon dan Margomulyo. “Dan yang paling rendah adalah Kecamatan Kecamatan Gondang, Balen dan Sugihwaras,” terangnya

Selain itu, jumlah Diska tahun 2019 ada 199 perkara, dan tahun 2020 per November meningkat menjadi 599 perkara. Hal ini disebabkan karena batas usia kawin yang meningkat menjadi 19 tahun.

“Ini merupakan PR kita bersama, harus ada kolaborasi antara orang tua dan anak serta pola pikir kita sebagai masyarakat yang modern”. Peran orang tua sangat dibutuhkan bagaimana mengedukasi anak-anaknya, untuk menghadapi proses kehidupan butuh ilmu, pendidikan dan pengalaman,” terangnya.

Selain itu, dampak yang disebabkan pernikahan dini sangat banyak dan berkesinambungan. Mulai dari dampak sosial dimana tidak memiliki keinginan untuk melanjutkan pendidikan lebih tinggi. Ini berpengaruh juga kepada aspek ekonomi yang memunculkan siklus kemiskinan baru dan akan berdampak pula pada aspek kesehatan dan psikologis tentunya.

“Saya berharap dengan adanya sosialisasi ini, membuka pola pikir para pelajar agar tidak terburu-buru mengambil keputusan melakukan pernikahan dini,” pungkasnya.(MCB)