:
Oleh MC KAB KUBU RAYA, Senin, 14 Desember 2020 | 17:33 WIB - Redaktur: Tobari - 338
Kubu Raya, InfoPublik – Program pemberdayaan masyarakat dalam pencegahan kebakaran hutan dan lahan di Kabupaten Kubu Raya mulai membuahkan hasil. Dalam kurun 2020, Karhutla di Kubu Raya terbilang sangat minim.
Bupati Kubu Raya Muda Mahendrawan menyebut hal itu antara lain disebabkan mulai masifnya kesadaran kolektif masyarakat di desa-desa. Ia menilai hal tersebut tak lepas dari upaya berbagai pihak dalam mengedukasi dan melibatkan masyarakat pada pencegahan Karhutla.
“Karena edukasi yang diberikan dari berbagai pihak terkait seperti akademisi, organisasi nonpemerintah atau NGO, dan penguatan-penguatan dari pemerintah sendiri mulai tingkat pusat, provinsi, kabupaten, hingga desa,” ujar Muda Mahendrawan di Sungai Raya, Jumat (11/12/2020).
Muda menyebut pemerintah desa juga punya peran strategis dalam upaya pencegahan Karhutla.
Sebab pemerintah desa bersama masyarakatnya menjadi pihak yang paling dekat dengan lokasi di mana Karhutla biasa terjadi. Sehingga pemetaan yang dilakukan desa terkait ancaman Karhutla lebih tepat.
“Mereka sudah berusaha menavigasi dan memitigasinya. Bagaimana langkah-langkah persiapannya sudah dikepung bersama, termasuk dengan unsur TNI, kepolisian, dan otoritas lainnya. Kita melihat bahwa navigasi itu sudah komprehensif,” tuturnya.
Ia menjelaskan keluarga di rumah tangga-rumah tangga juga punya kontribusi dalam upaya pencegahan Karhutla. Yakni melalui pemanfaatan lahan-lahan tidur sehingga menutup ruang terjadinya Karhutla.
Hal itu dilakukan warga karena adanya perubahan perspektif dalam menyikapi kondisi lahan gambut. Di mana sebelumnya gambut kerap dipersepsikan sebagai kondisi tanah yang sulit diolah.
Kita ubah perspektifnya bahwa gambut itu bukan kutukan tapi justru berkah. Karena dari dulu perspektifnya bahwa gambut itu berat.
"Namun setelah diedukasi dengan banyak cara bahwa gambut bisa diolah dengan baik, bisa menghasilkan tanaman-tanaman produksi dan punya nilai pemberdayaan ekonomi rumah tangga, maka optimisme pun muncul,” jelasnya.
Terkait peran korporasi atau perusahaan dalam penanganan Karhutla, Muda mengatakan hal itu telah menjadi bagian dari tanggung jawab sosial perusahaan.
Sebab Karhutla punya dampak serius pada banyak sektor kehidupan, termasuk yang berkaitan dengan perusahaan. Mulai dari dampak sosial, kesehatan, ekologis, hingga ekonomi. Dan berbagai dampak tersebut juga berpotensi merugikan perusahaan yang ada.
Karena masyarakat terganggu dan menjadi ancaman perusahaan terkait stabilitas. Maka kita ajak perusahaan semua untuk melihatnya dalam perspektif yang sama, yaitu tanggung jawab sosial perusahaan.
"Artinya melakukan langkah-langkah mitigasi itu perlu pelibatan masyarakat yang ada dipandang sekaligus sebagai langkah CSR untuk pemberdayaan dan penguatannya,” jelasnya.
Adapun peran pemerintah daerah, lanjutnya, dilakukan dengan membuat masyarakat mengisi lahan-lahan yang ada dengan berbagai kegiatan produktif. Sehingga bisa sekaligus menjadi upaya mitigasi bencana Karhutla.
Misalnya program telur ayam untuk ibu hamil dan PAUD. Masyarakat memelihara ayam dan menanam jagung di lahan yang ada. Jadi output-nya buat kesehatan dan pendidikan dan tanam jagung sekaligus untuk mitigasi bencana.
"Kemudian telurnya dibeli puskesmas dan kelembagan pendidikan di bawah sebagai akanan tambahan ibu hamil dan anak-anak,” terangnya.
Sementara Kepala Bidang Perlindungan Konservasi SDA dan Ekosistem Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Kalimantan Barat Marcelinus Rudy mengatakan hampir sepanjang 2020 Karhutla nyaris tidak ada.
Jika pun ada, maka terjadi dalam skala-skala kecil. Menurut dia, di Kalimantan Barat Karhutla memang sulit dihindari. Karena secara tradisi masyarakat masih cenderung membuka areal pertanian dengan menggunakan api. Pembukaan secara mekanis belum dapat dilakukan oleh warga sebab berbiaya mahal.
Di 2020 ini memang kejadian kebakaran minim. Di samping kondisi cuaca yang mendukung, walaupun kemarau tapi kemaraunya basah, juga program-program dari pemerintah daerah yang gencar karena belajar dari kejadian Karhutla di 2019.
"Dari awal kita selalu ingatkan masyarakat agar hati-hati menggunakan api dan sedapat mungkin ketika membuka lahan tidak menggunakan api,” paparnya.
Marcelinus mengatakan kejadian karhutla 2019 telah menyadarkan masyarakat untuk lebih terkendali dalam membuka lahan.
Di mana saat ini lahan dibuka dengan terlebih dahulu membuat sekat-sekat bakar dan melapor kepada aparat setempat. Sehingga kemudian warga bersama kepala desa akan bersama-sama menjaga areal yang dibakar agar tidak merembet ke areal lainnya.
Ia mengungkapkan adanya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang lingkungan hidup memungkinkan masyarakat untuk membakar maksimal dua hektare lahan.
Hal itu diperjelas dengan Peraturan Gubernur Kalimantan Barat Nomor 103 Tahun 2020 tentang pembukaan areal lahan pertanian berbasis kearifan lokal.
Hal itu bertujuan melindungi masyarakat yang di daerah-daerah pedalaman masih membuka areal pertanian dengan sistem bakar.
Nah, ini perlu dilindungi. Kenapa? Karena banyak kejadian di 2019 lalu ketika mereka buka lahan terus datang aparat mereka malah lari.
"Akibatnya api justru tidak terkendali. Dengan adanya peraturan gubernur ini, masyarakat membuka arealnya dengan melapor dulu ke aparat desa setempat. Aparat kepolisian juga akan turun menjaga sehingga api bisa terkendali,” terangnya.
Ia menilai hadirnya peraturan gubernur membuat masyarakat menjadi lebih sadar. Tidak lagi membakar lahan secara diam-diam. Sehingga pembakaran pun dapat terkendali.
“Peraturan gubernur ini pada 2021 nanti akan dijadikan peraturan daerah. Mudah-mudahan 2021 bisa ketuk palu untuk melindungi masyarakat lokal yang masih tradisional ini,” harapnya.
Marcelinus menyebut minimnya kejadian karhutla juga tak terlepas dari sikap tegas pemerintah daerah terhadap korporasi yang melakukan pembakaran lahan.
Di mana pada 2019 lalu ada 157 perusahaan yang terdiri atas 109 perusahaan perkebunan dan 48 perusahaan kehutanan yang terkena sanksi.
Berkat adanya sanksi dari gubernur, pada 2020 ini perusahaan-perusahaan yang beraktivitas di kalbar sudah sangat peduli dengan isu karhutla.
Di perusahaan-perusahaan kehutanan sarana prasarana pengendalian karhutlanya sudah dipenuhi sesuai aturan menteri. Begitu juga di perusahaan perkebunan sarprasnya juga dilengkapi.
Ia menambahkan, ada satu kendala yang masih dihadapi khususnya oleh perusahaan perkebunan, yakni pembangunan menara api dan embung air yang dipersyaratkan untuk setiap 500 hektare lahan.
Ini yang kadang masih belum bisa dipenuhi oleh perusahaan perkebunan meski sudah banyak juga yang melakukannya. Sehingga memang di setiap perusahaan sudah ada brigade-brigade pengendalian kebakarannya.
Baik di perusahaan perkebunan maupun kehutanan. Ada regu inti dan regu pendukung yang terdiri atas karyawan perusahaan yang memang sudah dilatih. (ird/rio/MC KubuRaya/toeb)