:
Oleh MC PROV BALI, Kamis, 11 Juli 2019 | 13:30 WIB - Redaktur: Noor Yanto - 2K
Denpasar, InfoPublik - Dalam rangka melestarikan kain tenun dan songket di Bali, Dewan Kerja Nasional Daerah Provinsi Bali berkerjasama dengan Bank Indonesia mengadakan workshop kain tenun dan songket yang dihadiri oleh Ketua Dekranasda Provinsi Bali, Ny. Putri Suastini Koster dan Kepala Bank Indonesia Perwakilan Provinsi Bali Bapak Causa Imam, serta Narasumber ahli di bidang tenun yang bertempat di Gedung Ksirarnawa Art Center pada hari Rabu (10/7).
Causa Imam menyampaikan terimakasih kepada Ny. Putri Suastini Koster mengenai ajakan untuk bersama – sama menggunakan dan melestarikan kain tenun, songket asli Bali. Program dari Bank Indonesia juga menyangkut pelestarian kain tenun dan songket, dengan melaksanakan kegiatan seperti workshop dan kompetisi wirausaha muda di Kabupaten/Kota yang secara tidak langsung memberikan ilmu kepada para perajin untuk lebih mengembangkan usahanya.
Dalam mengembangkan usaha, Causa Imam berpendapat, perlu diketahui banyaknya tantangan masa kini dengan kecanggihan teknologi yang dapat membuat kain tenun dan songket terlihat mirip dari aslinya. Menghindari hal tersebut perlu adanya edukasi untuk perajin dan masyarakat dalam mencintai dan melestarikan produk khususnya di Bali.
“Semoga dengan diadakan workshop ini dapat menjadi pelecut semangat diantara rekan – rekan dimana dalam membuat sebuah karya tidak selalu dengan cara yang mekanis, seperti menggunakan mesin, namun lebih mengedepankan nilai – nilai tenun sebagai histori warisan budaya Bali, sehingga dapat melestarikan hal tersebut dengan semangat Nangun Sat Kerthi Loka Bali,” tutupnya.
Putri Suastini Koster dalam hal ini menyampaikan rasa galau terkait perajin kita yang tidak lagi swadesi, padahal jaman terdahulu nenek moyang melalui proses untuk membuat kain yaitu dari menanam kapas, memintal kapas tersebut menjadi benang. Kemudian menenun benang tersebut hingga menjadi kain sehingga bisa dipakai juga untuk diri sendiri. Ini pun menjadi kekhawatiran, bagi semua masyarakat karena jika dibiarkan, kain tenun, songket dan endek asli Bali lama-kelamaan akan punah.
“Sebaiknya seperti lagu Indonesia Raya, Bangun Jiwanya Bangun Raganya, Raga kita sudah bangun tetapi jiwa kita terlena, lupa tanggung jawab kita. Dimana seharusnya 2 tanggung jawab kita yaitu pertama melestarikan dan kedua mengembangkan produk asli Bali,” tambahnya.
Dalam menyampaikan sambutan, Putri Suastini Koster juga sekaligus membuka workshop menegaskan “Cintai Produk dalam negeri pakai produk sendiri”.
Penyampaian materi dari I Gusti Made Arsawan selaku narasumber pertama dari perajin Tenun Parta menyampaikan, 4 pilar yang harus diketahui dalam mendukung pelestarian kain ini tidak hanya dari pemerintah dan perajin saja, namun perlu adanya dukungan akademisi dan praktisi.
“Perajin tidak bisa melestarikan sendiri, perlu adanya dukungan dari berbagai pihak,” ungkapnya.
Nyoman Sudira dari Tenun Astiti sebagai narasumber kedua, lebih condong menjelaskan mengenai teknis yang digunakan dalam membuat kain tenun maupun songket diberi sedikit sentuhan teknologi. Dalam penjelasannya, teknis tenun ikat terdapat dua benang yang diproses diantaranya proses lusi dan pakan.
“Dalam proses lusi terdapat kegiatan yaitu, ngelos, nganyinin nyasah, dimana proses menggunakan teknologi ini sudah dilaksanakan di kabupaten Gianyar, Klungkung dan Karangsem,” jelasnya.
Dalam sesi diskusi yang dipimpin oleh Dr. Cok Istri Ratnakora Sudharsana, lebih dominan kepada saran atau masukan dari perajin agar diketahui bagaimana persoalan dan permasalahan yang dihadapi. Dalam hal ini kebanyakan perajin lebih memberi masukan mengenai sumber daya manusia perlu diberdayakan agar perajin tenun tidak punah, dimulai dari edukasi dan sosialisasi yang dilandasi oleh kebijakan yang mengatur terkait tenun.
Selain itu, perlu adanya lembaga khusus mengenai penelitian songket dan tenun, untuk meriset motif ciri khas kabupaten/Kota di Provinsi Bali. Dr. Cok Istri menutup sesi diskusi ini dengan disepakati bersama bahwa mindset hulu hilir proses tenun terjadi, fanatisme mengenai produk sendiri juga harus dimunculkan bahkan itu harga mati dimulai dari diri sendiri.(MC.Provbali)