:
Oleh MC Prov Bangka Belitung, Selasa, 27 Februari 2018 | 17:39 WIB - Redaktur: Tobari - 406
Pangkalpinang, InfoPublik - Percepatan kemajuan sektor perkebunan lada di Bangka Belitung terus menjadi perbincangan. Pemerintah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung pun terus mencari formulasi tepat agar produksi lada meningkat, harga bagus dan bisa meningkatkan kesejahteraan petani.
Wakil Gubernur Kepulauan Bangka Belitung Abdul Fatah, Selasa (27/2), mengatakan, pertemuan dengan petani sangat penting, hal ini guna mengetahui perkembangan di sektor perkebunan lada. Pemerintah provinsi telah membuat beberapa kebijakan terkait persoalan lada, di antaranya program resi gudang.
"Kita ingin mengetahui perkembangan sektor perkebunan lada. Kita juga ingin tahu masalah belum maksimalnya pelaksanaan program resi gudang," kata Wagub, saat acara rapat persiapan Hari Konsumen Nasional (Harkonas) di Ruang Tanjung Pesona Kantor Gubernur.
Program resi gudang sudah eksis, namun jelas wagub masih terdapat persoalan pelaksanaan program ini. Pertama mengenai masalah pergudangan, selain itu belum tersosialisasi secara baik program ini. Sehingga masyarakat tidak mengetahui manfaatnya. Seharusnya masyarakat petani tertarik menyimpan lada menggunakan program resi gudang.
Wagub percaya program ini benar-benar memberikan manfaat bagi masyarakat petani. Upaya yang harus dilakukan yakni, menimbulkan daya tarik program resi gudang kepada petani.
"Sebab yang terjadi selama ini, daya tarik bagi petani untuk menggunakan resi gudang masih rendah. Ini karena kurangnya sosialisasi mengenai manfaat bagi petani jika menggunakan resi gudang untuk menyimpan hasil panen ladanya," tegas Fatah.
Resi gudang menjadi solusi agar petani tidak dipermainkan pengumpul-pengumpul lada. Wagub menjelaskan, tak jarang petani terpaksa menjual lada dengan harga murah karena membutuhkan biaya.
Padahal melalui resi gudang, pemerintah provinsi menginginkan petani keluar dari masalah yang menjerat tersebut. Jika menitipkan lada melalui program resi gudang, petani tidak perlu menjual langsung lada hasil panen ke pengumpul. Sebab petani akan mendapatkan resi, kemudian resi itu bisa dimanfaatkan untuk meminjam uang di bank.
"Harga lada sekarang sekitar Rp50.000 hingga Rp60.000. Karena membutuhkan uang, petani tersebut terpaksa menjual lada miliknya," kata Wagub.
Sementara Haji Sukri , salah satu petani lada di Kabupaten Bangka Tengah , mengharapkan agar harga lada tidak merugikan petani. Fluktuasi harga biasanya terjadi saat panen, karena sebelum panen harga cukup tinggi lalu ketika panen harga menjadi turun.
"Kita tidak tahu mengapa persoalan ini kerap terjadi. Biaya produksi bertanam lada cukup tinggi, diharapkan petani mendapatkan keuntungan menjual lada dengan biaya produksi tersebut," paparnya. (MC ProvBabel/Adi/HS/toeb)