Komisi I Abdullah Menilai Permen LHK P.17 Bisa Timbulkan Kemelut

:


Oleh MC Kab. Pelalawan , Jumat, 13 Oktober 2017 | 05:12 WIB - Redaktur: R. Mustakim - 693


Pelalawan, Infopublik - Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Permen LHK) P.17 Tahun 2017 dinilai bertentangan dengan aturan diatasnya, yaitu Peraturan Pemerintah (PP) No.71 Tahun 2014. Sehingga, hal itu dikhawatirkan akan menimbulkan kemelut, maka harus dibatalkan.

Tidak terkecuali di Kabupaten Pelalawan Komisi I Abdullah menilai bahwa munculnya Permen LHK P.17 dapat menimbulkan kemelut sebagaimanadisampaikan saat diwawancarai bersama salah satu media online di Pangkalan Kerinci, Kamis (12/10).

Wakil Ketua Komisi I DPRD Pelalawan ini mengatakan bahwa di dalam permen LHK P.17 pasal 8G, bahwa lahan pengganti (landswap) dapat diajukan bagi pemegang izin kerja diatas 40 persen yang lahannya terkena ekosistem gambut. Namun belum ada lahan pengganti, izin kerja diatas lahan ini mesti dihentikan (Pasal 8).

Selanjutnya, dalam pasal 45a  PP71 jo PP57, izin usaha atau kegiatan yang telah terbit sebelum PP berlaku, dinyatakan tetap berlaku sampai jangka waktu izin berakhir.

Tetapi dalam permen turunannya, dalam pasal 23a (ayat 1),  disebutkan wajib melakukan penyesuaian tata ruang IUPHHK HTI  dan RKUPHHK-HTI .  Ini tentu saja bermakna izin usaha tidak berlaku sampai waktu izin berakhir. Bahkan dalam pasal 23a (ayat3), dapat dilakukan pembekuan dan pencabutan izin. Bukankah ini sebuah inkonsistensi sebuah produk hukum.

Ia melanjutkan Kedua, bahwa kebakaran lahan 2016 tidak terjadi sebagaimana terjadi pada 2014 dan 2015. Artinya, ketika permen LHK ini keluar di bulan Februari 2017, masyarakat dan pelaku usaha sudah  mampu mengatasi kebakaran lahan sebagai akibat kesadaran, iklim dan support pelaku usaha. Jadi PermenLHK ini sudak tidak relevan lagi dalam semangat untuk mengurangi kebakaran lahan.

Ketiga, bahwa isu lahan gambut ini akan diberikan ke masyarakat sebesar 2 Hektar per KK hanyalah isapan jempol. Tidak ada pasal di PP 71 dan 57 serta P.17 yg menyebutkan itu. Bahkan PP dan Permen LHK ini tidak hanya berlaku bagi koorporasi, melainkan juga kepada individu masyarakat. Maknanya, ada banyak masyarakat yang juga terkena aturan yang sama. Kalaupun kemudian dibenarkan secara hukum utk dikelola negara, dengan kondisi APBN dan APBD yang menurun tajam akibat rasionalisasi dua tahun terakhir, maka pemerintah daerah pun akan sangat sulit mengelola lahan ini, sehingga ketika lahan ini kembali tidur kemudian didigarap oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab, akan terjadi kebakaran lahan yang lebih besar dan massif.

Anggota Fraksi Madani Kabupaten Pelalawan ini menambahkan Gambut adalah anugerah Tuhan Yang Maka Kuasa kepada Riau dengan luas 5,6 juta Ha atau 61 persen dari luas provinsi Riau, atau 20 persen dari total lahan gambut di Indonesia.

Sesuai BPS (2014), Pertumbuhan ekonomi Riau 2,7 persen dan Pelalawan mengalami pertumbuhan terbesar keempat dari seluruh kabupaten/kota. Sedangkan mata pencaharian penduduk 42,4 persen dibidang pertanian termasuk kehutanan dan sisanya di pendukung industri seperti pengelolaan, kontruksi, rumah makan, hotel angkutan dan jasa lainnya.

Maka adalah penting menjaga pertumbuhan ekonomi ini agar semakin menjadi keberkahan tersendiri bagi sustainabelity growth - pertumbuhan yang berkelanjutan untuk kita. Bukan sebaliknya.

Selanjutnya keempat,  akibat penghentian suplly bahan baku yang besar diperkirakan mencapai 60 persen, maka otomatis kegiatan produksi akan berkurang sebesar 60 persen. Adalah logis akan terjadi pengangguran terbuka baru sebesar 60 persen juga. Baik tenaga kerja yang berkaitan langsung dengan kegiatan HPH HTI dan Produksi, maupun tenaga kerja yang tidak bersentuhan langsung dengan kedua hal tersebut. 

Kelima, menurut Dirjen Agro Industri Kementrian Perindustrian RI, dengan dipaksakannya pemberlakuan PP dan Permen ini, akan berdampak terhadap pengurangan Pendapatan Negara Bukan Pajak dari sektor Industri Pulp dan Kertas sebesar 45,5 Triliun pertahun, sedangkan dari sektor industri sawit dan turunannya sebesar 79,5 T pertahun. (MC Pelalawan/ryan)